Oleh :
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Sebuah indikator tidak sehat soal sumber daya manusia (SDM) Indonesia kemarin disuarakan oleh Menakertrans Muhaimin Iskandar.
Posisi Indonesia dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2012 masih berada di posisi 121 dari 187 negara. Sementara pada pilar efisiensi pasar tenaga kerja, Indonesia masih menduduki peringkat 120.
Keadaan inilah yang disebut Menakertrans sebagai keadaan darurat SDM. Dengan kata lain Indonesia masih kekurangan tenaga kerja profesional yang memiliki keterampilan dan kompetensi kerja serta berdaya saing tinggi dalam pasar kerja.
Warning ini hendaknya jadi renungan semua pihak terutama penyelenggara negara. Selama ini ternyata kebijakan peningkatan SDM Indonesia masih berkutat pada wajib belajar enam tahun hingga sembilan tahun.
Padahal hal ini di lapangan tidak mampu meningkatkan kompetensi kerja SDM. Kita wajar cemas sambil terus menyiapkan antisipasi dari semua ini. Apalagi era dibukanya pasar barang dan jasa tingkat ASEAN, yang disebut dengan ASEAN Economic Community (AEC) 2015, maka keluar-masuknya tenaga kerja antarnegara ASEAN tidak terbendung lagi. Tenaga kerja dari negara-negara terkait akan saling berkompetisi merebut kue ekonomi di tiap negara.
Tenaga kerja lokal atau tempatan makin terancam kedudukannya bila tidak berupaya meningkatkan keahlian dan keterampilan diri.
Soalnya tenaga kerja dari negara AEC yang memiliki kompetensi kerja yang lebih tinggi dari anggota lainnya, tentunya akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam AEC. Ini yang harus diwaspadai SDM Indonesia setahun ke depan.
Adalah benar bahwa pendidikan setinggi apa pun, apabila tidak disertai kompetensi yang tinggi, maka akan kalah bersaing oleh tenaga kerja yang terampil.
Sekalipun tenaga kerja terlatih tersebut hanya memiliki ijazah jenjang pendidikan lebih rendah. Oleh karena itu memang diperlukan lembaga pelatihan dan peningkatan kualitas kurikulum pelatihan yang lebih penting daripada lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan yang belum siap kerja.
Persoalannya seberapa banyak lembaga pendidikan yang mampu mencetak alumni siap kerja. Tugas dinas pendidikan ke depan harusnya menyiapkan tunas-tunas muda Indonesia yang tidak hanya menguasai teori namun juga memiliki skil dan keahlian.
Untuk apa kurikulum terus diperbaharui ternyata hasilnya di lapangan nol koma nol. Lulusan sekolah lanjutan atas serba tanggung. Mau kerja tidak ada keahlian. Mau kuliah biaya tidak ada. Ini harus dipikirkan.
Tenaga kerja yang lebih terlatih akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi di dalam dunia kerja dan dunia usaha. Saat ini harus diakui bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia masih didominasi lulusan SD.
Berdasarkan data BPS Februari 2013, dari jumlah angkatan kerja sebanyak 121,19 juta sebagian besar didominasi lulusan SD kebawah sebanyak 56, 67 juta (46,7 persen), SMP 22,1 juta (18.25 persen), SLTA 11,03 juta (9,10 persen) Diploma 3,41 juta (2,81 persen) dan lulusan universitas 8,36 juta (6,90 persen). Sinyal darurat telah berbunyi. Penyelenggara negara harus bertindak cepat sebelum semuanya terlambat.***
Posisi Indonesia dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2012 masih berada di posisi 121 dari 187 negara. Sementara pada pilar efisiensi pasar tenaga kerja, Indonesia masih menduduki peringkat 120.
Keadaan inilah yang disebut Menakertrans sebagai keadaan darurat SDM. Dengan kata lain Indonesia masih kekurangan tenaga kerja profesional yang memiliki keterampilan dan kompetensi kerja serta berdaya saing tinggi dalam pasar kerja.
Warning ini hendaknya jadi renungan semua pihak terutama penyelenggara negara. Selama ini ternyata kebijakan peningkatan SDM Indonesia masih berkutat pada wajib belajar enam tahun hingga sembilan tahun.
Padahal hal ini di lapangan tidak mampu meningkatkan kompetensi kerja SDM. Kita wajar cemas sambil terus menyiapkan antisipasi dari semua ini. Apalagi era dibukanya pasar barang dan jasa tingkat ASEAN, yang disebut dengan ASEAN Economic Community (AEC) 2015, maka keluar-masuknya tenaga kerja antarnegara ASEAN tidak terbendung lagi. Tenaga kerja dari negara-negara terkait akan saling berkompetisi merebut kue ekonomi di tiap negara.
Tenaga kerja lokal atau tempatan makin terancam kedudukannya bila tidak berupaya meningkatkan keahlian dan keterampilan diri.
Soalnya tenaga kerja dari negara AEC yang memiliki kompetensi kerja yang lebih tinggi dari anggota lainnya, tentunya akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam AEC. Ini yang harus diwaspadai SDM Indonesia setahun ke depan.
Adalah benar bahwa pendidikan setinggi apa pun, apabila tidak disertai kompetensi yang tinggi, maka akan kalah bersaing oleh tenaga kerja yang terampil.
Sekalipun tenaga kerja terlatih tersebut hanya memiliki ijazah jenjang pendidikan lebih rendah. Oleh karena itu memang diperlukan lembaga pelatihan dan peningkatan kualitas kurikulum pelatihan yang lebih penting daripada lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan yang belum siap kerja.
Persoalannya seberapa banyak lembaga pendidikan yang mampu mencetak alumni siap kerja. Tugas dinas pendidikan ke depan harusnya menyiapkan tunas-tunas muda Indonesia yang tidak hanya menguasai teori namun juga memiliki skil dan keahlian.
Untuk apa kurikulum terus diperbaharui ternyata hasilnya di lapangan nol koma nol. Lulusan sekolah lanjutan atas serba tanggung. Mau kerja tidak ada keahlian. Mau kuliah biaya tidak ada. Ini harus dipikirkan.
Tenaga kerja yang lebih terlatih akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi di dalam dunia kerja dan dunia usaha. Saat ini harus diakui bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia masih didominasi lulusan SD.
Berdasarkan data BPS Februari 2013, dari jumlah angkatan kerja sebanyak 121,19 juta sebagian besar didominasi lulusan SD kebawah sebanyak 56, 67 juta (46,7 persen), SMP 22,1 juta (18.25 persen), SLTA 11,03 juta (9,10 persen) Diploma 3,41 juta (2,81 persen) dan lulusan universitas 8,36 juta (6,90 persen). Sinyal darurat telah berbunyi. Penyelenggara negara harus bertindak cepat sebelum semuanya terlambat.***
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.