Oleh :
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Dulu ketika harga minyak tanah dinaikkan menjadi Rp7.000 per liter pemerintah mengimbau agar rakyat (warga dan pengusaha UKM) menggunakan gas elpiji, karena harga elpiji lebih murah dibandingkan dengan harga minyak tanah.
Subsidi pemerintah untuk minyak tanah terlalu banyak, sehingga anggaran tersedot triliunan rupiah untuk subsidi minyak tanah.
Secara berangsur, akhirnya rakyat pun mau beralih dari minyak tanah ke elpiji, rakyat mendapat bantuan kompor gas dan peralatannya, yang katanya gratis, namun belakangan ternyata ada juga rakyat yang dimintai oleh oknum.
Pada awalnya rakyat menolak, karena banyak rumah rakyat yang hangus karena kompor gas meledak. Proses adaptasi kompor gas tak berlangsung lama, dalam hitungan bulan, rakyat pun tak lagi ”gaptek” kompor gas. Konversi gas pun berhasil, rakyat kini menggunakan kompor gas.
Namun apa yang terjadi berikutnya, ternyata gas elpiji pun mulai langka. Rakyat kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 Kg.
Disebabkan harga elpiji ukuran 12 Kg secara bertahap naik, sejak Oktober2009 seharga Rp5.850 namun kini pada awal Januari 2014 sudah menjadi Rp10.370, hampir 100 persen kenaikannya.
Masalahnya rakyat sudah terbiasa dengan penggunaan elpiji, tingkat ketergantungan rakyat sangat tinggi. Maka suka tidak suka, rakyat pun terpaksa menggunakan elpiji 12 Kg.
Memang ada subsidi khusus elpiji 3Kg, namun karena perbedaan harga antara elpiji 12 Kg dengan 3 Kg sangat jauh —perbedaanya sekitar Rp6.000—, tentunya semua akan menggunakan elpiji 3 Kg dan sangat mungkin jatah elpiji 3Kg diubahsuai menjadi jenis 12 Kg, sebab tidak sulit memindahkannya, selain itu tidak ada yang mengawasi.
Kasus ini sama dengan percobaan pemerintah ketika membedakan antara solar yang diperuntukkan untuk kenderaan perkebunan dan pertambangan dengan solar untuk truk biasa, sulit diawasinya.
Kebijakan Pertamina akan menindak agen nakal, dari dulu ungkapan itu sering disampaikan, namun dalam banyak kasus kebijakan seperti ini nyaris tidak ada agen yang ditindak.
Seharusnya punya aturan yang jelas, sehingga menjual gas tidak seperti menjual kacang, dimana konsumen bisa beralih dari gas 12 Kg ke 3 Kg tanpa ada yang mengawasi.
Yang dikhawatirkan, akan keluhkan pemerintah ke depan yakni anggaran subsidi untuk elpiji 3 Kg pun jebol, disebabkan semuanya akan beralih menggunakan elpiji 3 Kg, nah ini tentunya akan menjadi alasan pemerintah untuk menaikkan harga elpiji 3 Kg.
Lagi-lagi rakyat akan menjadi sasaran kenaikkan harga elpiji. Terus berlanjut kenaikkan harga dan rakyat jadi korban.
Dalam hukum jual beli, semakin tinggi permintaan dan produk terbatas, maka daya tawar harga semakin tinggi.
Begitu juga jika permintaan elpiji 3 Kg semakin banyak, maka harga pun otomatis akan naik, walau pihak Pertamina tidak menaikkan harga, tetapi karena permintaan tinggi, di tingkat pengecer harga akan melonjak, hal ini dikarenakan pasokan elpiji 3 Kg terbatas.
Indonesia disebut sebagai negara penghasil gas, makanya dilakukan konversi dari minyak tanah ke gas, namun agaknya sekarang gas itu sudah sama harganya dengan minyak tanah.
Cadangan gas alam di Indonesia sangat banyak, cadangan gas alam sebanyak 146,7 triliun kaki kubik.
Oleh karena itu Indonesia menjadi negara nomor 16 penghasil gas terbesar di dunia dan konsumsi gas Indonesia sendiri hanya 35 persen dari produksinya.
Tapi sayang, sampai saat ini 74persen minyak dan gas (migas) di Indonesia masih dikuasai perusahaan asing.***(ak27)
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Dulu ketika harga minyak tanah dinaikkan menjadi Rp7.000 per liter pemerintah mengimbau agar rakyat (warga dan pengusaha UKM) menggunakan gas elpiji, karena harga elpiji lebih murah dibandingkan dengan harga minyak tanah.
Subsidi pemerintah untuk minyak tanah terlalu banyak, sehingga anggaran tersedot triliunan rupiah untuk subsidi minyak tanah.
Secara berangsur, akhirnya rakyat pun mau beralih dari minyak tanah ke elpiji, rakyat mendapat bantuan kompor gas dan peralatannya, yang katanya gratis, namun belakangan ternyata ada juga rakyat yang dimintai oleh oknum.
Pada awalnya rakyat menolak, karena banyak rumah rakyat yang hangus karena kompor gas meledak. Proses adaptasi kompor gas tak berlangsung lama, dalam hitungan bulan, rakyat pun tak lagi ”gaptek” kompor gas. Konversi gas pun berhasil, rakyat kini menggunakan kompor gas.
Namun apa yang terjadi berikutnya, ternyata gas elpiji pun mulai langka. Rakyat kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 Kg.
Disebabkan harga elpiji ukuran 12 Kg secara bertahap naik, sejak Oktober2009 seharga Rp5.850 namun kini pada awal Januari 2014 sudah menjadi Rp10.370, hampir 100 persen kenaikannya.
Masalahnya rakyat sudah terbiasa dengan penggunaan elpiji, tingkat ketergantungan rakyat sangat tinggi. Maka suka tidak suka, rakyat pun terpaksa menggunakan elpiji 12 Kg.
Memang ada subsidi khusus elpiji 3Kg, namun karena perbedaan harga antara elpiji 12 Kg dengan 3 Kg sangat jauh —perbedaanya sekitar Rp6.000—, tentunya semua akan menggunakan elpiji 3 Kg dan sangat mungkin jatah elpiji 3Kg diubahsuai menjadi jenis 12 Kg, sebab tidak sulit memindahkannya, selain itu tidak ada yang mengawasi.
Kasus ini sama dengan percobaan pemerintah ketika membedakan antara solar yang diperuntukkan untuk kenderaan perkebunan dan pertambangan dengan solar untuk truk biasa, sulit diawasinya.
Kebijakan Pertamina akan menindak agen nakal, dari dulu ungkapan itu sering disampaikan, namun dalam banyak kasus kebijakan seperti ini nyaris tidak ada agen yang ditindak.
Seharusnya punya aturan yang jelas, sehingga menjual gas tidak seperti menjual kacang, dimana konsumen bisa beralih dari gas 12 Kg ke 3 Kg tanpa ada yang mengawasi.
Yang dikhawatirkan, akan keluhkan pemerintah ke depan yakni anggaran subsidi untuk elpiji 3 Kg pun jebol, disebabkan semuanya akan beralih menggunakan elpiji 3 Kg, nah ini tentunya akan menjadi alasan pemerintah untuk menaikkan harga elpiji 3 Kg.
Lagi-lagi rakyat akan menjadi sasaran kenaikkan harga elpiji. Terus berlanjut kenaikkan harga dan rakyat jadi korban.
Dalam hukum jual beli, semakin tinggi permintaan dan produk terbatas, maka daya tawar harga semakin tinggi.
Begitu juga jika permintaan elpiji 3 Kg semakin banyak, maka harga pun otomatis akan naik, walau pihak Pertamina tidak menaikkan harga, tetapi karena permintaan tinggi, di tingkat pengecer harga akan melonjak, hal ini dikarenakan pasokan elpiji 3 Kg terbatas.
Indonesia disebut sebagai negara penghasil gas, makanya dilakukan konversi dari minyak tanah ke gas, namun agaknya sekarang gas itu sudah sama harganya dengan minyak tanah.
Cadangan gas alam di Indonesia sangat banyak, cadangan gas alam sebanyak 146,7 triliun kaki kubik.
Oleh karena itu Indonesia menjadi negara nomor 16 penghasil gas terbesar di dunia dan konsumsi gas Indonesia sendiri hanya 35 persen dari produksinya.
Tapi sayang, sampai saat ini 74persen minyak dan gas (migas) di Indonesia masih dikuasai perusahaan asing.***(ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.