Oleh : Abdul Somad
[ArtikelKeren] OPINI - Suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang laki-laki yang sedang meletakkan salah satu kakinya di atas tubuh seekor kambing, sementara itu ia mengasah pisaunya, sedangkan mata kam-bing itu terbuka melihat pisau yang sedang diasah.
Rasulullah SAW berkata, "Mengapa engkau tidak mengasah pisaumu terlebih dahulu? Apakah engkau mau agar kambing ini mati berulang kali?". (HR. Ath-Thabrani dalam al-Mujam al-Kabir, dari Ibnu Abbas). Seekor kambing pun mendapatkan rahmat dari kedatangan Rasulullah SAW.
Di tengah masyarakat Arab jahiliah yang keras dan kasar bahkan kepada sesama manusia. Rasulullah SAW justru telah memperhatikan akhlak kepada binatang.
Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu.
Apabila kamu membunuh, maka bunuhlah dengan baik. Dan apabila kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Hendaklah salah seorang kamu menajamkan pisaunya dan membuat hewan sembelihannya tenang”.
Dari teks hadits diatas tersirat sebuah ajaran bersikap lembut dan santun, meskipun itu terhadap seekor binatang yang tidak berakal. Berdasarkan ini Islam melarang menyembelih hewan dengan kuku, tulang dan benda tumpul, karena menyebabkan hewan mati tersiksa.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam an-Nasa’i, Rasulullah SAW menyatakan, "Janganlah salah seorang kamu buang air kecil di lubang tanah".
Dalam kitab Syarh Sunan al-Nasâ’i disebutkan dua alasan mengapa tidak boleh buang air kecil di lubang tanah. Pertama, karena lubang tanah adalah tempat serangga dan binatang berbisa.
Kedua, lubang tanah sebagai tempat tinggal jin. Demikian rahmat yang dibawa Rasulullah SAW mencakup semua makhluk, yang nyata maupun yang tidak nyata, sekalipun itu serangga kecil yang mungkin tidak terlihat oleh mata.
Rahmat bagi Tumbuh-tumbuhan
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, “Jika terjadi hari kiamat (akan meninggal dunia), di tangan salah seorang kamu ada bibit kurma. Jika ia mampu kiamat tidak terjadi hingga ia menanamkannya, maka hendaklah ia menanamkannya”. (HR. Ahmad).
Dapat dibayangkan, seseorang yang akan meninggal dunia, namun di tangannya ada bibit kurma, Rasulullah SAW menganjurkannya agar menanam bibit kurma tersebut.
Untuk apa ia menanam bibit kurma itu, ia tidak mungkin dapat bernaung di bawah rindang pohonnya dan ia juga tidak mungkin dapat menikmati buahnya karena ia akan meninggal dunia.
Islam mengajarkan bahwa seorang muslim tidak berbuat untuk dirinya sendiri, akan tetapi berbuat untuk orang lain, untuk generasi yang akan datang, untuk kelestarian alam.
Andai sabda ini dinyatakan seseorang yang tinggal di iklim tropis, buminya subur, gemah ripah loh jenawi, tongkat dan batu jadi tanaman, tentu sabda ini tidak mengherankan. Akan tetapi, sabda ini dinyatakan seorang Nabi yang tinggal di gurun pasir yang panas dan kering kerontang.
Di tengah suasana yang tidak lazim, di tengah iklim yang tidak mendukung, Rasulullah SAW masih sempat menyampaikan pesan moral memperhatikan kelestarian alam dengan menanam tanaman. Sebaliknya, bagi orang-orang yang merusak tanaman, Rasulullah SAW memberikan ancaman, "Siapa yang memotong pohon Sidr (pohon rindang berdaun lebar tempat bernaung musafir), maka Allah SWT sungkurkan kepalanya dalam api neraka". (HR. Abu Daud).
Slogan reboisasi, penghijauan, gerakan menanam sejuta pohon, banyak pohon ban-yak rezeki, one man one tree, semua ini muncul sebagai reaksi terhadap pembantaian tanpa henti terhadap paru-paru alam.
Akan tetapi agama Islam dengan ajarannya yang universal sejak hampir lima belas abad silam telah mencanangkan penghijauan sebagai sebuah ajaran berbasis agama, sehingga penanaman tersebut tidak hanya sebagai wujud kepedulian terhadap alam, akan tetapi juga sebagai sarana ibadah karena melaksanakan seruan Rasulullah SAW.
Menjadi Rahmat bagi Musuh
Tiga belas tahun lamanya berada di bawah tekanan musuh, baik tekanan fisik maupun psikologis. Hijrah ke Madinah tidak mengakhiri penderitaan, sampai akhirnya kemenangan itu datang, pada tahun ke delapan Hijrah, Rasulullah SAW bersama sepuluh ribu pasukan memasuki Kota Makkah yang dikenal dengan peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah).
Terbayang di benak sang panglima perang Sa’ad bin 'Ubadah bahwa hari itu adalah hari pembalasan, maka ia katakana ketika ia melewati rumah Abu Sufyan, "Ini adalah hari pembalasan".
Akan tetapi, apakah kiranya jawaban Rasulullah SAW mendengar ucapan itu, beliau berkata, "Wahai Abu Sufyan, ini adalah hari kasih sayang. Hari ini Allah SWT memuliakan orang-orang Quraisy". (Imam al-Suyuthi, Jâmi’ al-Ahâdîts, Musnad Abdullah bin Abbas, juz. 36, hal. 209).
Padahal kita tahu bagaimana perlakuan kasar Abu Sufyan dan orang-orang Quraisy terhadap Rasulullah SAW.
Demikian Rasulullah Saw memperlakukan musuh-musuhnya. Berikut ini petikan khutbah Rasulullah Saw ketika akan melepas pasukan menuju Mu’tah.
"Berperanglah kamu dengan nama Allah. Perangilah musuh Allah dan musuh kamu di negeri Syam. Kamu akan mendapati di antara mereka orang-orang yang tinggal di tempat-tempat ibadah, mereka mengasingkan diri orang banyak. Maka janganlah kamu mengganggu mereka. Dan kamu akan mendapati orang-orang lain yang di kepala mereka ada sarang setan. Maka pecahkanlah dengan pedang-pedang. Janganlah kamu membunuh perempuan, jangan bunuh anak kecil menyusui, jangan bunuh orang tua renta, jangan potong pohon kayu, jangan tebang pohon kurma dan jangan hancurkan rumah". (HR. Al-Baihaqi).
Pesan-pesan moral Rasulullah SAW yang universal ini mesti dapat dinikmati alam semesta di zaman moderen ini. Warisan Rasulullah SAW tidak hanya dibaca dalam buku-buku sejarah dan buku ilmiah, akan tetapi dapat dilihat dalam sikap dan prilaku setiap muslim sebagai aktualisasi Islam dalam keseharian, hingga muncul sosok-sosok Alquran berjalan seperti yang pernah dilakukan Rasulullah SAW hampir lima belas abad silam.***(ak27)
Abdul Somad
Alumni Dar Al-Hadith Insitute, Kerajaan Maroko
[ArtikelKeren] OPINI - Suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang laki-laki yang sedang meletakkan salah satu kakinya di atas tubuh seekor kambing, sementara itu ia mengasah pisaunya, sedangkan mata kam-bing itu terbuka melihat pisau yang sedang diasah.
Rasulullah SAW berkata, "Mengapa engkau tidak mengasah pisaumu terlebih dahulu? Apakah engkau mau agar kambing ini mati berulang kali?". (HR. Ath-Thabrani dalam al-Mujam al-Kabir, dari Ibnu Abbas). Seekor kambing pun mendapatkan rahmat dari kedatangan Rasulullah SAW.
Di tengah masyarakat Arab jahiliah yang keras dan kasar bahkan kepada sesama manusia. Rasulullah SAW justru telah memperhatikan akhlak kepada binatang.
Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu.
Apabila kamu membunuh, maka bunuhlah dengan baik. Dan apabila kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Hendaklah salah seorang kamu menajamkan pisaunya dan membuat hewan sembelihannya tenang”.
Dari teks hadits diatas tersirat sebuah ajaran bersikap lembut dan santun, meskipun itu terhadap seekor binatang yang tidak berakal. Berdasarkan ini Islam melarang menyembelih hewan dengan kuku, tulang dan benda tumpul, karena menyebabkan hewan mati tersiksa.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam an-Nasa’i, Rasulullah SAW menyatakan, "Janganlah salah seorang kamu buang air kecil di lubang tanah".
Dalam kitab Syarh Sunan al-Nasâ’i disebutkan dua alasan mengapa tidak boleh buang air kecil di lubang tanah. Pertama, karena lubang tanah adalah tempat serangga dan binatang berbisa.
Kedua, lubang tanah sebagai tempat tinggal jin. Demikian rahmat yang dibawa Rasulullah SAW mencakup semua makhluk, yang nyata maupun yang tidak nyata, sekalipun itu serangga kecil yang mungkin tidak terlihat oleh mata.
Rahmat bagi Tumbuh-tumbuhan
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, “Jika terjadi hari kiamat (akan meninggal dunia), di tangan salah seorang kamu ada bibit kurma. Jika ia mampu kiamat tidak terjadi hingga ia menanamkannya, maka hendaklah ia menanamkannya”. (HR. Ahmad).
Dapat dibayangkan, seseorang yang akan meninggal dunia, namun di tangannya ada bibit kurma, Rasulullah SAW menganjurkannya agar menanam bibit kurma tersebut.
Untuk apa ia menanam bibit kurma itu, ia tidak mungkin dapat bernaung di bawah rindang pohonnya dan ia juga tidak mungkin dapat menikmati buahnya karena ia akan meninggal dunia.
Islam mengajarkan bahwa seorang muslim tidak berbuat untuk dirinya sendiri, akan tetapi berbuat untuk orang lain, untuk generasi yang akan datang, untuk kelestarian alam.
Andai sabda ini dinyatakan seseorang yang tinggal di iklim tropis, buminya subur, gemah ripah loh jenawi, tongkat dan batu jadi tanaman, tentu sabda ini tidak mengherankan. Akan tetapi, sabda ini dinyatakan seorang Nabi yang tinggal di gurun pasir yang panas dan kering kerontang.
Di tengah suasana yang tidak lazim, di tengah iklim yang tidak mendukung, Rasulullah SAW masih sempat menyampaikan pesan moral memperhatikan kelestarian alam dengan menanam tanaman. Sebaliknya, bagi orang-orang yang merusak tanaman, Rasulullah SAW memberikan ancaman, "Siapa yang memotong pohon Sidr (pohon rindang berdaun lebar tempat bernaung musafir), maka Allah SWT sungkurkan kepalanya dalam api neraka". (HR. Abu Daud).
Slogan reboisasi, penghijauan, gerakan menanam sejuta pohon, banyak pohon ban-yak rezeki, one man one tree, semua ini muncul sebagai reaksi terhadap pembantaian tanpa henti terhadap paru-paru alam.
Akan tetapi agama Islam dengan ajarannya yang universal sejak hampir lima belas abad silam telah mencanangkan penghijauan sebagai sebuah ajaran berbasis agama, sehingga penanaman tersebut tidak hanya sebagai wujud kepedulian terhadap alam, akan tetapi juga sebagai sarana ibadah karena melaksanakan seruan Rasulullah SAW.
Menjadi Rahmat bagi Musuh
Tiga belas tahun lamanya berada di bawah tekanan musuh, baik tekanan fisik maupun psikologis. Hijrah ke Madinah tidak mengakhiri penderitaan, sampai akhirnya kemenangan itu datang, pada tahun ke delapan Hijrah, Rasulullah SAW bersama sepuluh ribu pasukan memasuki Kota Makkah yang dikenal dengan peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah).
Terbayang di benak sang panglima perang Sa’ad bin 'Ubadah bahwa hari itu adalah hari pembalasan, maka ia katakana ketika ia melewati rumah Abu Sufyan, "Ini adalah hari pembalasan".
Akan tetapi, apakah kiranya jawaban Rasulullah SAW mendengar ucapan itu, beliau berkata, "Wahai Abu Sufyan, ini adalah hari kasih sayang. Hari ini Allah SWT memuliakan orang-orang Quraisy". (Imam al-Suyuthi, Jâmi’ al-Ahâdîts, Musnad Abdullah bin Abbas, juz. 36, hal. 209).
Padahal kita tahu bagaimana perlakuan kasar Abu Sufyan dan orang-orang Quraisy terhadap Rasulullah SAW.
Demikian Rasulullah Saw memperlakukan musuh-musuhnya. Berikut ini petikan khutbah Rasulullah Saw ketika akan melepas pasukan menuju Mu’tah.
"Berperanglah kamu dengan nama Allah. Perangilah musuh Allah dan musuh kamu di negeri Syam. Kamu akan mendapati di antara mereka orang-orang yang tinggal di tempat-tempat ibadah, mereka mengasingkan diri orang banyak. Maka janganlah kamu mengganggu mereka. Dan kamu akan mendapati orang-orang lain yang di kepala mereka ada sarang setan. Maka pecahkanlah dengan pedang-pedang. Janganlah kamu membunuh perempuan, jangan bunuh anak kecil menyusui, jangan bunuh orang tua renta, jangan potong pohon kayu, jangan tebang pohon kurma dan jangan hancurkan rumah". (HR. Al-Baihaqi).
Pesan-pesan moral Rasulullah SAW yang universal ini mesti dapat dinikmati alam semesta di zaman moderen ini. Warisan Rasulullah SAW tidak hanya dibaca dalam buku-buku sejarah dan buku ilmiah, akan tetapi dapat dilihat dalam sikap dan prilaku setiap muslim sebagai aktualisasi Islam dalam keseharian, hingga muncul sosok-sosok Alquran berjalan seperti yang pernah dilakukan Rasulullah SAW hampir lima belas abad silam.***(ak27)
Abdul Somad
Alumni Dar Al-Hadith Insitute, Kerajaan Maroko
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.