Oleh : Hana Ummu Dzakiy
[ArtikelKeren] OPINI - Saat anak-anak remaja sudah bisa melakukan hubungan seksual dengan pacarnya di rumah mereka sendiri. Di kala gadis-gadis remaja sudah bisa melakukan aborsi.
Saat anak-anak dan remaja kecanduan nonton video porno di bilik-bilik kamar mereka. Salah satu pertanyaan besarnya adalah, “Di manakah ibu mereka?”
Jika ingin meramal masa depan suatu bangsa, lihatlah kaum ibunya. Ibu adalah tiang negara. Ungkapan sederhana, namun sarat makna. Begitulah, dari ibulah terlahir generasi.
Dari buaian ibu pula seharusnya terdidik generasi. Dari ibulah penerus negeri ini tergenerasi.
Generasi unggul terlahir dari ibu yang unggul. Maka negara yang ingin melahirkan generasi unggul harusnya memiliki grand design untuk mencetak ibu yang berkualitas tinggi. Lalu bagaimana realitas ibu di negeri ini?
Ibu yang Pergi
Pergi pagi, pulang petang. Bocah-bocah kecil ditinggalkan, ditemani nenek, dititip di tetangga atau lebih bergengsi: "di sekolahkan dini" di TPA (Tempat Penitipan Anak).
Fenomena yang akhir-akhir ini populer. Itulah nasib anak-anak kita-generasi masa depan-saat ini. Begitulah, karir ibu di sektor publik seringkali menyisakan masalah.
Kehidupan ekonomi yang semakin melilit, harga kebutuhan pokok yang melangit, mendorong kaum ibu melintas negara merantau ke negara orang. Negara pun senang.
Mengapresiasi mereka dengan sebutan ‘pahlawan devisa’. Ancaman penyiksaan bahkan pembunuhan tak lagi menakutkan. Bukankah itu hanya rutinitas pemberitaan?
ndai saja kesejahteraan sudah mereka dapatkan di negeri sendiri, tak perlu mereka mengadu nasib ke negeri orang. Berpisah dengan suami dan anak-anak. Bahkan beberapa dari mereka pulang dalam keadaan sudah meregang nyawa.
Banyak dari perempuan telah menyibukkan dirinya dalam karirnya. Wajar jika mereka tidak bisa menjaga tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Di Indonesia ada jutaan perempuan yang menjadi pekerja buruh industri, pertanian, dan sisanya masuk dalam sektor perdagangan.
Perempuan eksis dalam karir sebagai teknisi, dokter, guru dan profesi lainnya, sebagaimana juga terdapat jutaan buruh migran yang pergi ke Malaysia.
Mayoritas dari buruh migran ini tidak memperoleh hak-hak secara sempurna. Apalagi didapati para buruh migran ini banyak yang buta huruf sehingga seringkali mendapatkan penganiayaan, pelecehan seksual dan perlakuan yang tidak layak. Bahkan beberapa dari mereka disiksa dan dibunuh.
Dunia kerja telah memaksa perempuan melalaikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka, sehingga muncullah generasi yang menyimpang.
Perempuan melalaikan kewajiban terhadap suaminya, sehingga terjadilah konflik dan perceraian. Di Indonesia, angka perceraian itu melonjak tajam, terus meningkat.
Begitu pun, banyak pemuda-pemudi Indonesia mengkonsumsi narkoba dan melakukan perzinahan. Akhirnya anak-anak menjadi rusak, keluarga menjadi hancur sebagaiman hancurnya institusi-instusi lainnya.
Ibu Bergengsi
Islam memposisikan perempuan di tempat yang bergengsi, dan posisi inilah yang berhak dia peroleh sebagai manusia yang bermartabat.
Posisi itu adalah ummu wa robbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Islam itu mulia dan memuliaakan perempuan. Islam menempatkan perempuan sebagai pihak yang wajib dijaga kehormatannya. memberlakukan sanksi yang tegas terhadap segala upaya pelecehan dan eksploitasi terhadap perempuan.
Pada masa Khalifah al-Mu’tashim Billah, ketika seorang muslimah jilbabnya ditarik oleh salah seorang Romawi, ia segera menjerit dan meminta tolongan kepada Khalifah : Wa Islama wa mu’tashima, “Di mana Islam dan di mana Khalifah Mu’tashim?”. Ketika mendengar jeritan perempuan muslimah tersebut, Khalifah serta-merta bangkit dan memimpin sendiri pasukannya untuk membela kehormatan seorang muslimah yang dinodai oleh seorang pejabat kota tersebut (waktu itu masuk dalam wilayah kekaisaran Romawi).
Kepala Negara Daulah Khilafah Islamiyah ini mengerahkan ratusan ribu tentaranya ke Amuria-perbatasan antara Suriah dan Turki. Sesampainya di Amuria, beliau meminta agar orang Romawi pelaku kezaliman itu diserahkan untuk diadili.
Saat penguasa Romawi menolaknya, beliau pun segera menyerang kota, menghancurkan benteng pertahanannya dan menerobos pintu-pintunya hingga kota itu pun jatuh ke tangan kaum muslimin. Begitulah, demi membela seorang muslimah yang ditarik jilbabnya, dikerahkan pasukan yang sangat besar.
Islam juga menempatkan perempuan sebagai pihak yang wajib ditanggung nafkahnya. Bukan pemutar utama roda ekonomi. Problem ekonomi bukan tugas perempuan untuk menyelesaikannya.
Negaralah yang harus menuntaskannya. Berbagai penderitaan yang dialami perempuan, bukan karena mereka malas bekerja. Bukan juga karena mereka tidak masuk dalam lapangan pekerjaan untuk menghasilkan pundi-pundi uang.Tapi ada kesalahan pemerintah atas pengelolaan sumber daya alam.
Tugas ibu adalah menyiapkan generasi terbaik. Mencetak manusia unggul penopang masa depan bangsa. Adalah sebuah keharusan untuk mengembalikan kembali peran strategis ibu.
Karena itu peran utama kaum ibu adalah sebagai madrasatul ‘ula. Ibu membina anak-anak mereka, menanamkan kepada mereka kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Di ranah domestik inilah akan lahir cikal bakal generasi umat terbaik, yaitu hamba Allah yang kokoh dalam keimanan dan taat dalam perbuatan.
Wahai Ibu, Engkau adalah pendidik utama dan pertama bagi buah hatimu. Engkau adalah peletak dasar jiwa kepemimpinan pada anak, mempersiapkannya menjadi generasi pejuang. Di pundakmu, terproyeksi, seperti apa pemimpin masa depan bangsa ini.***(ak27)
Hana Ummu Dzakiy
Penulis Buku Antologi Indahnya Romantika Ibu Ideologis
[ArtikelKeren] OPINI - Saat anak-anak remaja sudah bisa melakukan hubungan seksual dengan pacarnya di rumah mereka sendiri. Di kala gadis-gadis remaja sudah bisa melakukan aborsi.
Saat anak-anak dan remaja kecanduan nonton video porno di bilik-bilik kamar mereka. Salah satu pertanyaan besarnya adalah, “Di manakah ibu mereka?”
Jika ingin meramal masa depan suatu bangsa, lihatlah kaum ibunya. Ibu adalah tiang negara. Ungkapan sederhana, namun sarat makna. Begitulah, dari ibulah terlahir generasi.
Dari buaian ibu pula seharusnya terdidik generasi. Dari ibulah penerus negeri ini tergenerasi.
Generasi unggul terlahir dari ibu yang unggul. Maka negara yang ingin melahirkan generasi unggul harusnya memiliki grand design untuk mencetak ibu yang berkualitas tinggi. Lalu bagaimana realitas ibu di negeri ini?
Ibu yang Pergi
Pergi pagi, pulang petang. Bocah-bocah kecil ditinggalkan, ditemani nenek, dititip di tetangga atau lebih bergengsi: "di sekolahkan dini" di TPA (Tempat Penitipan Anak).
Fenomena yang akhir-akhir ini populer. Itulah nasib anak-anak kita-generasi masa depan-saat ini. Begitulah, karir ibu di sektor publik seringkali menyisakan masalah.
Kehidupan ekonomi yang semakin melilit, harga kebutuhan pokok yang melangit, mendorong kaum ibu melintas negara merantau ke negara orang. Negara pun senang.
Mengapresiasi mereka dengan sebutan ‘pahlawan devisa’. Ancaman penyiksaan bahkan pembunuhan tak lagi menakutkan. Bukankah itu hanya rutinitas pemberitaan?
ndai saja kesejahteraan sudah mereka dapatkan di negeri sendiri, tak perlu mereka mengadu nasib ke negeri orang. Berpisah dengan suami dan anak-anak. Bahkan beberapa dari mereka pulang dalam keadaan sudah meregang nyawa.
Banyak dari perempuan telah menyibukkan dirinya dalam karirnya. Wajar jika mereka tidak bisa menjaga tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Di Indonesia ada jutaan perempuan yang menjadi pekerja buruh industri, pertanian, dan sisanya masuk dalam sektor perdagangan.
Perempuan eksis dalam karir sebagai teknisi, dokter, guru dan profesi lainnya, sebagaimana juga terdapat jutaan buruh migran yang pergi ke Malaysia.
Mayoritas dari buruh migran ini tidak memperoleh hak-hak secara sempurna. Apalagi didapati para buruh migran ini banyak yang buta huruf sehingga seringkali mendapatkan penganiayaan, pelecehan seksual dan perlakuan yang tidak layak. Bahkan beberapa dari mereka disiksa dan dibunuh.
Dunia kerja telah memaksa perempuan melalaikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka, sehingga muncullah generasi yang menyimpang.
Perempuan melalaikan kewajiban terhadap suaminya, sehingga terjadilah konflik dan perceraian. Di Indonesia, angka perceraian itu melonjak tajam, terus meningkat.
Begitu pun, banyak pemuda-pemudi Indonesia mengkonsumsi narkoba dan melakukan perzinahan. Akhirnya anak-anak menjadi rusak, keluarga menjadi hancur sebagaiman hancurnya institusi-instusi lainnya.
Ibu Bergengsi
Islam memposisikan perempuan di tempat yang bergengsi, dan posisi inilah yang berhak dia peroleh sebagai manusia yang bermartabat.
Posisi itu adalah ummu wa robbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Islam itu mulia dan memuliaakan perempuan. Islam menempatkan perempuan sebagai pihak yang wajib dijaga kehormatannya. memberlakukan sanksi yang tegas terhadap segala upaya pelecehan dan eksploitasi terhadap perempuan.
Pada masa Khalifah al-Mu’tashim Billah, ketika seorang muslimah jilbabnya ditarik oleh salah seorang Romawi, ia segera menjerit dan meminta tolongan kepada Khalifah : Wa Islama wa mu’tashima, “Di mana Islam dan di mana Khalifah Mu’tashim?”. Ketika mendengar jeritan perempuan muslimah tersebut, Khalifah serta-merta bangkit dan memimpin sendiri pasukannya untuk membela kehormatan seorang muslimah yang dinodai oleh seorang pejabat kota tersebut (waktu itu masuk dalam wilayah kekaisaran Romawi).
Kepala Negara Daulah Khilafah Islamiyah ini mengerahkan ratusan ribu tentaranya ke Amuria-perbatasan antara Suriah dan Turki. Sesampainya di Amuria, beliau meminta agar orang Romawi pelaku kezaliman itu diserahkan untuk diadili.
Saat penguasa Romawi menolaknya, beliau pun segera menyerang kota, menghancurkan benteng pertahanannya dan menerobos pintu-pintunya hingga kota itu pun jatuh ke tangan kaum muslimin. Begitulah, demi membela seorang muslimah yang ditarik jilbabnya, dikerahkan pasukan yang sangat besar.
Islam juga menempatkan perempuan sebagai pihak yang wajib ditanggung nafkahnya. Bukan pemutar utama roda ekonomi. Problem ekonomi bukan tugas perempuan untuk menyelesaikannya.
Negaralah yang harus menuntaskannya. Berbagai penderitaan yang dialami perempuan, bukan karena mereka malas bekerja. Bukan juga karena mereka tidak masuk dalam lapangan pekerjaan untuk menghasilkan pundi-pundi uang.Tapi ada kesalahan pemerintah atas pengelolaan sumber daya alam.
Tugas ibu adalah menyiapkan generasi terbaik. Mencetak manusia unggul penopang masa depan bangsa. Adalah sebuah keharusan untuk mengembalikan kembali peran strategis ibu.
Karena itu peran utama kaum ibu adalah sebagai madrasatul ‘ula. Ibu membina anak-anak mereka, menanamkan kepada mereka kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Di ranah domestik inilah akan lahir cikal bakal generasi umat terbaik, yaitu hamba Allah yang kokoh dalam keimanan dan taat dalam perbuatan.
Wahai Ibu, Engkau adalah pendidik utama dan pertama bagi buah hatimu. Engkau adalah peletak dasar jiwa kepemimpinan pada anak, mempersiapkannya menjadi generasi pejuang. Di pundakmu, terproyeksi, seperti apa pemimpin masa depan bangsa ini.***(ak27)
Hana Ummu Dzakiy
Penulis Buku Antologi Indahnya Romantika Ibu Ideologis
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.