Oleh : Henny Manginsela
[ArtikelKeren] OPINI - Tahun 2013-2014 bisa dikatakan merupakan tahun yang penuh bencana. Bencana beruntun menimpa beberapa belahan dunia ini, mulai dari Amerika (badai salju), Eropa, Arab (konflik dan perang yang usai di beberapa negara Arab), Australia (kebakaran) dan belahan dunia lainnya, membuat kita bertanya-tanya ada apa?
Di Indonesia pun beragam bencana terus terjadi, mulai dari kabut asap, kekeringan, gempa bumi, erupsi Gunung Sinabung, banjir di Ibu Kota Jakarta, banjir di Manado dan masih banyak lagi.
Duka di negeriku belum berangsur, sedih lara kini meliputi. Sungguh suatu peristiwa yang luar biasa serta menimbulkan dampak yang amat besar, bukan saja dari fisik-material, bahkan juga psikis-spritual. Berbagai tanggapan muncul dan sekian banyak orang terguncang hati bahkan imannya.
Melirik senandung Ebiet G Ade: Atau alam mulai bosan dengan tingkah polah manusia. Bahkan ada yang berkata bahwa Tuhan telah murka dengan penduduk dunia yang rakus, ambisi dan yang membuat kedurhakaan.
Atau ada yang berkata; apakah bencana alam gempa dan tsunami di dunia ini adalah kehendak Tuhan? Kalau demikian di manakah letak rahmat dan kasih sayang-Nya?
Sebagai orang yang beragama yang percaya akan keesaan Allah SWT dan kasih sayang-Nya yang dilukiskan-Nya sendiri sebagai mengalahkan amarah-Nya sendiri maka semua ungkapan di atas tidaklah wajar terlintas dalam benak, terlebih bagi orang yang bersangka baik kepada Tuhan.
Kita harus yakin bahwa Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa adalah Rabbul ‘Alamin (Pemelihara Seluruh Alam) dan dalam konteks pemeliharaan-Nya terjadi dalam sekian banyak hal.
Hanya saja Alquran juga menegaskan manusia harus bisa menggelola bumi ini dan menggunakan segala hal yang telah dianugerahkan padanya, tetapi sesekali tidak boleh memberanikan diri untuk mengklaim kedaulatanya dengan menyatakan semua itu berada di bawah kendali kekuasaan-Nya.
Musibah dalam Perspektif Alquran
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Alquran untuk menunjukkan sesuatu yang tidak disenangi. Antara lain Mushibah, Bala’, ‘Azab, dan Fitnah pengertian dan cakupan maknaya berbeda-beda.
Kalimat Mushibah: dalam Mu’jam Al Muhfaras Li alfaz Al Qur’an oleh Moh. Fuad Al Baqi. Kalimat Mushibah ditemukan sebanyak 10 kali dalam Alquran di samping bentuk kata lain yang seakar dengannya, yang keseluruhanya berjumlah 76 kalimat. Ia pada mulanya berarti ”mengenai” atau ”menimpa”.
Memang bisa saja yang mengenai itu adalah yang menyenangkan, tetapi bila kata dalam Alquran menggunakan mushibah maka itu berarti sesuatu yang tidak menyenangkan yang menimpa manusia. Ada beberapa hal yang ditarik dari uraian Alquran tentang musibah.
Pertama, musibah terjadi karena ulah manusia antara lain karena dosanya (QS. Asyura:30), (QS.Al-Qashash: 81) dan (QS. An Nisa’: 79). Musibah tidak terjadi kecuali atas izin Allah SWT, Allah SWT berfirman: Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seorang kecuali dengan izin Allah SWT.
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah Swt niscaya dia memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu (QS.At Thagabun: 11). Ayat ini juga mengisaratkan bahwa manusia memiliki potensi yang dianugerahi Allah untuk mengatasi musibahnya.
Ini dipertegas juga dengan firman-Nya yang memuji orang-orang yang sabar ketika ditimpa musibah lalu mengucapkan Innalillahi wa inna ilahi rajiun (QS Al-Baqarah:155-157) bahwa petunjuk itu bukan saja petunjuk mengatasi kesedihan dan kesulitan, tetapi juga petunjuk menuju jalan kebahagian dunia dan akhirat.
Kedua, mushibah antara lain bertujuan menempa manusia dan karena itu terlarang berputus asa akibat jatuhnya musibah itu (walau hal tersebut adalah karena kesalahan tersendiri ) sebab bisa jadi ada kesalahan yang tidak sengaja atau karena kelengahan ( QS Al-Hadid: 22-23).
Sesuatu yang kita nilai buruk adanya gempa dan tsunami bukanlah sesuatu yang mudah dijelaskan, ia merupakan sesuatu yang amat musykil, khususnya jika ingin memuaskan semua nalar.
Selalu Ada Hikmah
Dalam peluncuran buku orang nomor satu di negeri ini yang berjudul Selalu Ada Pilihan sebuah buku yang penuh inovatif dan pencerahan.
Dalam tradisi sufisme (tasauf) muncul hikmah di balik setiap musibah jika kita ridha akan ketetapan Allah SWT, ridha dalam pengertian yang dikutip dalam kitab al Hikam karya Ibn ‘Athaillah bahwa pandangan hati terhadap ke-kadiman pilihan Allah SWT untuk hambanya karena dia telah memilih hambanya dengan pilihan yang paling baik.
Dalam sejumlah tahapan al-maqamat yang dijalani oleh seseorang yang mendekatkan diri kepada Allah SWT maqam ridha lebih tinggi dari maqam sabar, karena dalam pengertian sabar masih terkandung pengertian adanya sesuatu yang menimbulkan penderitaan.
Sedangkan bagi orang yang sudah berada di maqam ridha, sungguh ia tidak dapat lagi membedakan antara apa ya
ng dimaksud musibah dan apa yang disebut dengan kenikmatan. Semuanya itu diterimanya dengan rasa senang karena semuanya adalah hasil dari iradah Allah SWT.
Landasan pengamalam seorang sufi ketika sudah bertemu dengan maqam ridha ialah, Allah SWT berfirman: Jikalau mereka sungguh sungguh rida dengan apa yang diberikan Allah dan Rasulnya kepada mereka dan mereka berkata: Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian karunia-Nya dan demikian pula rasul-Nya dan sesungguhnya kami orang orang yang berharap kepada Allah (QS. At Taubah ayat 59).
Itu sebabnya yang merasakan Kemahabesaran dan Kemahabijaksanaan Tuhan meminjam istilah Komaruddin Hidayat dalam bukunya Berdamai dengan Kematian, bahwa blessing in disguise hikmah di balik musibah.
Bahwa di balik peristiwa sakit atau bahkan tragedi yang menimpa manusia (tsunami, gempa, erupsi, banjir, kabut asap, kekeringan, banjir bandang dan beragam ujian lainnya), seringkali muncul anugerah, selama kita mampu membaca dan menggalinya.
Apa yang terjadi dalam konteks politik Indonesia bisa menjadi contoh. Bencana Tsunami menyebabkan gerakan spratis Aceh Merdeka (GAM) bisa diredam dengan jalan ke arah perdamaian, pada masa itu perdamaian digagas oleh sejumlah tokoh antara lain Jusuf Kalla yang menjadi Wapres ketika itu. Aceh menjadi lebih baik.
Segala yang diciptakan Allah SWT dan segalanya baik, keburukan akibat keterbatasan pandangan, ia sebenarnya tidak buruk tetapi nalar manusia yang mengira demikian. Allah SWT mengingatkan:
Boleh jadi engkau tidak senang kepada sesuatu, padahal ia baik untuk kamu, dan boleh jadi juga engkau menyenangi sesuatu padahal itu buruk untuk kamu, Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui (QS.Al-Baqarah: 216). Jangan beranggapan bahwa peristiwa banjir, gunung meletus, gempa, dan tsunami yang terjadi di suatu daerah tidak membawa dampak positif bagi penduduk suatu daerah itu.
Begitu juga musibah yang menimpa seseorang, pasti ada hikmahnya. Ada dua hal yang akan terjadi saat bencana itu menimpa seseorang, pertama, jika dengan adanya bencana itu seseorang semakin dekat kepada Allah, maka bencana (seperti penyakit) itu menjadi berkah.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).
Namun jika bencana itu tidak membuat seseorang semakin dekat kepada Allah, maka bencana itu merupakan bala bagi mereka. Semoga kita menjadi orang golongan pertama, yakni dengan beragam bencana itu, keimanan kita semakin baik (taqarrub), bukan semakin jauh pada Allah SWT. Walahu ‘alam.***(ak27)
Henny Manginsela
Peminat Kajian Agama dan Sosial
Di Indonesia pun beragam bencana terus terjadi, mulai dari kabut asap, kekeringan, gempa bumi, erupsi Gunung Sinabung, banjir di Ibu Kota Jakarta, banjir di Manado dan masih banyak lagi.
Duka di negeriku belum berangsur, sedih lara kini meliputi. Sungguh suatu peristiwa yang luar biasa serta menimbulkan dampak yang amat besar, bukan saja dari fisik-material, bahkan juga psikis-spritual. Berbagai tanggapan muncul dan sekian banyak orang terguncang hati bahkan imannya.
Melirik senandung Ebiet G Ade: Atau alam mulai bosan dengan tingkah polah manusia. Bahkan ada yang berkata bahwa Tuhan telah murka dengan penduduk dunia yang rakus, ambisi dan yang membuat kedurhakaan.
Atau ada yang berkata; apakah bencana alam gempa dan tsunami di dunia ini adalah kehendak Tuhan? Kalau demikian di manakah letak rahmat dan kasih sayang-Nya?
Sebagai orang yang beragama yang percaya akan keesaan Allah SWT dan kasih sayang-Nya yang dilukiskan-Nya sendiri sebagai mengalahkan amarah-Nya sendiri maka semua ungkapan di atas tidaklah wajar terlintas dalam benak, terlebih bagi orang yang bersangka baik kepada Tuhan.
Kita harus yakin bahwa Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa adalah Rabbul ‘Alamin (Pemelihara Seluruh Alam) dan dalam konteks pemeliharaan-Nya terjadi dalam sekian banyak hal.
Hanya saja Alquran juga menegaskan manusia harus bisa menggelola bumi ini dan menggunakan segala hal yang telah dianugerahkan padanya, tetapi sesekali tidak boleh memberanikan diri untuk mengklaim kedaulatanya dengan menyatakan semua itu berada di bawah kendali kekuasaan-Nya.
Musibah dalam Perspektif Alquran
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Alquran untuk menunjukkan sesuatu yang tidak disenangi. Antara lain Mushibah, Bala’, ‘Azab, dan Fitnah pengertian dan cakupan maknaya berbeda-beda.
Kalimat Mushibah: dalam Mu’jam Al Muhfaras Li alfaz Al Qur’an oleh Moh. Fuad Al Baqi. Kalimat Mushibah ditemukan sebanyak 10 kali dalam Alquran di samping bentuk kata lain yang seakar dengannya, yang keseluruhanya berjumlah 76 kalimat. Ia pada mulanya berarti ”mengenai” atau ”menimpa”.
Memang bisa saja yang mengenai itu adalah yang menyenangkan, tetapi bila kata dalam Alquran menggunakan mushibah maka itu berarti sesuatu yang tidak menyenangkan yang menimpa manusia. Ada beberapa hal yang ditarik dari uraian Alquran tentang musibah.
Pertama, musibah terjadi karena ulah manusia antara lain karena dosanya (QS. Asyura:30), (QS.Al-Qashash: 81) dan (QS. An Nisa’: 79). Musibah tidak terjadi kecuali atas izin Allah SWT, Allah SWT berfirman: Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seorang kecuali dengan izin Allah SWT.
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah Swt niscaya dia memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu (QS.At Thagabun: 11). Ayat ini juga mengisaratkan bahwa manusia memiliki potensi yang dianugerahi Allah untuk mengatasi musibahnya.
Ini dipertegas juga dengan firman-Nya yang memuji orang-orang yang sabar ketika ditimpa musibah lalu mengucapkan Innalillahi wa inna ilahi rajiun (QS Al-Baqarah:155-157) bahwa petunjuk itu bukan saja petunjuk mengatasi kesedihan dan kesulitan, tetapi juga petunjuk menuju jalan kebahagian dunia dan akhirat.
Kedua, mushibah antara lain bertujuan menempa manusia dan karena itu terlarang berputus asa akibat jatuhnya musibah itu (walau hal tersebut adalah karena kesalahan tersendiri ) sebab bisa jadi ada kesalahan yang tidak sengaja atau karena kelengahan ( QS Al-Hadid: 22-23).
Sesuatu yang kita nilai buruk adanya gempa dan tsunami bukanlah sesuatu yang mudah dijelaskan, ia merupakan sesuatu yang amat musykil, khususnya jika ingin memuaskan semua nalar.
Selalu Ada Hikmah
Dalam peluncuran buku orang nomor satu di negeri ini yang berjudul Selalu Ada Pilihan sebuah buku yang penuh inovatif dan pencerahan.
Dalam tradisi sufisme (tasauf) muncul hikmah di balik setiap musibah jika kita ridha akan ketetapan Allah SWT, ridha dalam pengertian yang dikutip dalam kitab al Hikam karya Ibn ‘Athaillah bahwa pandangan hati terhadap ke-kadiman pilihan Allah SWT untuk hambanya karena dia telah memilih hambanya dengan pilihan yang paling baik.
Dalam sejumlah tahapan al-maqamat yang dijalani oleh seseorang yang mendekatkan diri kepada Allah SWT maqam ridha lebih tinggi dari maqam sabar, karena dalam pengertian sabar masih terkandung pengertian adanya sesuatu yang menimbulkan penderitaan.
Sedangkan bagi orang yang sudah berada di maqam ridha, sungguh ia tidak dapat lagi membedakan antara apa ya
ng dimaksud musibah dan apa yang disebut dengan kenikmatan. Semuanya itu diterimanya dengan rasa senang karena semuanya adalah hasil dari iradah Allah SWT.
Landasan pengamalam seorang sufi ketika sudah bertemu dengan maqam ridha ialah, Allah SWT berfirman: Jikalau mereka sungguh sungguh rida dengan apa yang diberikan Allah dan Rasulnya kepada mereka dan mereka berkata: Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian karunia-Nya dan demikian pula rasul-Nya dan sesungguhnya kami orang orang yang berharap kepada Allah (QS. At Taubah ayat 59).
Itu sebabnya yang merasakan Kemahabesaran dan Kemahabijaksanaan Tuhan meminjam istilah Komaruddin Hidayat dalam bukunya Berdamai dengan Kematian, bahwa blessing in disguise hikmah di balik musibah.
Bahwa di balik peristiwa sakit atau bahkan tragedi yang menimpa manusia (tsunami, gempa, erupsi, banjir, kabut asap, kekeringan, banjir bandang dan beragam ujian lainnya), seringkali muncul anugerah, selama kita mampu membaca dan menggalinya.
Apa yang terjadi dalam konteks politik Indonesia bisa menjadi contoh. Bencana Tsunami menyebabkan gerakan spratis Aceh Merdeka (GAM) bisa diredam dengan jalan ke arah perdamaian, pada masa itu perdamaian digagas oleh sejumlah tokoh antara lain Jusuf Kalla yang menjadi Wapres ketika itu. Aceh menjadi lebih baik.
Segala yang diciptakan Allah SWT dan segalanya baik, keburukan akibat keterbatasan pandangan, ia sebenarnya tidak buruk tetapi nalar manusia yang mengira demikian. Allah SWT mengingatkan:
Boleh jadi engkau tidak senang kepada sesuatu, padahal ia baik untuk kamu, dan boleh jadi juga engkau menyenangi sesuatu padahal itu buruk untuk kamu, Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui (QS.Al-Baqarah: 216). Jangan beranggapan bahwa peristiwa banjir, gunung meletus, gempa, dan tsunami yang terjadi di suatu daerah tidak membawa dampak positif bagi penduduk suatu daerah itu.
Begitu juga musibah yang menimpa seseorang, pasti ada hikmahnya. Ada dua hal yang akan terjadi saat bencana itu menimpa seseorang, pertama, jika dengan adanya bencana itu seseorang semakin dekat kepada Allah, maka bencana (seperti penyakit) itu menjadi berkah.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).
Namun jika bencana itu tidak membuat seseorang semakin dekat kepada Allah, maka bencana itu merupakan bala bagi mereka. Semoga kita menjadi orang golongan pertama, yakni dengan beragam bencana itu, keimanan kita semakin baik (taqarrub), bukan semakin jauh pada Allah SWT. Walahu ‘alam.***(ak27)
Henny Manginsela
Peminat Kajian Agama dan Sosial
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.