Oleh :
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Motto Pegadaian itu layak dipikirkan oleh petinggi negeri ini ketika pecahnya bentrok antara satpol PP Rokan Hulu (Rohul) dan Satpol PP Kampar di Desa Tanah Datar, Kunto Darussalam, Selasa sore kemarin.
Kejadian ini merupakan klimaks dari rangkaian panjang perebutan daerah antar dua saudara kandung yang sebelumnya bergabung dalam satu kabupaten.
Konflik lima desa tersebut, karena dipicu tidak jelasnya penyelesaian tapal batas kedua daerah serta perbedaan penafsiran hukum dan perundang-undangan. Keduanya merasa sama-sama benar.
Secara umum terbentuknya Kabupaten Rohul dimekarkan dari Kampar pada tahun 1999 sesuai Undang-undang RI No 53 Tahun 1999.
Pemekaran Kabupaten Rohul, terdiri dari enam kecamatan, termasuk Kunto Darussalam, di antara ada Lima Desa Intan Jaya, Tanah Datar, Muara Intan, Rimba Jaya dan Rimba Makmur, masuk Kecamatan Kunto Darussalam.
Pada tahun 2005 keluar peraturan Gubernur Riau No 30/2005 tanggal 19 Desember 2005 tentang batas wilayah administrasi pemerintahan kelima desa itu dinyatakan masuk wilayah Kampar.
Pemkab Rohul keberatan dengan Pergub itu dan melakukan permohonan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 3 Maret 2006, dengan alasan Keputusan Gubri itu bertentangan dengan pasal 14 ayat 10 UU No 53/ 1999 menyatakan batas wilayah secara pasti di lapangan ditetapkan Mendagri.
MA akhirnya mengabulkan keberatan Pemkab Rohul tersebut dan menyatakan Pergub No 30/ 2005 harus segera dicabut. Gubri kemudian mencabut Pergub tersebut lewat Pergub No 4/ 2006.
Meski demikian penyelesaian persoalan tapal batas diserahkan ke Kemendagri. Mendagri menginstruksikan Gubernur Riau melakukan percepatan penegasan tapal batas, sebelum Mendagri menetapkan tapal batas 2 kabupaten secara menyeluruh. Penyelesaian lima desa antar Rohul-Kampar ditetapkan Kemendagri No 135.6/824/SJ tanggal 2 Maret 2010.
Belakangan MA membatalkan keputusan Mendagri tersebut. Dari versi Kampar beranggapan, dengan batalnya surat Mendagri tersebut menyebabkan Pergub No 30/ 2005, yang menegaskan 5 desa masuk ke daerah Kampar berlaku kembali.
Sementara pihak Rohul berpandangan bahwa dengan batalnya surat Mendagri, menyebabkan 5 desa tersebut berstatus quo. Sehingga status 5 desa tersebut tetap berada di wilayah Kunto Darusalam Kabupaten Rohul, sebelum adanya penegasan tapal batas ditetapkan Gubernur Riau. Kini persoalan jadi berlarut-larut.
Di lima desa tersebut terdapat potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yakni ladang minyak Blok Langgak, dengan demikian ini tentu akan menjadi rebutan bagi kedua kabupaten sehingga mampu menambah PAD mereka.
Dalam bidang politik, jumlah dan potensi penduduk di lima desa cukup besar, sehingga akan dimanfaatkan untuk mendulang suara.
Dari beberapa kejadian, persoalan di desa itu akan memuncak ketika jelang pilkada, pileg dan pemilu. Ini jelas sangat merugikan masyarakat.
Saran publik juga layak didengar. Jika pemerintahan tak mampu menyelesaikan soal ini dengan cepat, maka biarkan rakyat memilih mau ikut ke mana mereka denga pola referendum. Setidaknya ini bisa membantu menyelesaikan masalah tanpa masalah.***(ak27)
Kejadian ini merupakan klimaks dari rangkaian panjang perebutan daerah antar dua saudara kandung yang sebelumnya bergabung dalam satu kabupaten.
Konflik lima desa tersebut, karena dipicu tidak jelasnya penyelesaian tapal batas kedua daerah serta perbedaan penafsiran hukum dan perundang-undangan. Keduanya merasa sama-sama benar.
Secara umum terbentuknya Kabupaten Rohul dimekarkan dari Kampar pada tahun 1999 sesuai Undang-undang RI No 53 Tahun 1999.
Pemekaran Kabupaten Rohul, terdiri dari enam kecamatan, termasuk Kunto Darussalam, di antara ada Lima Desa Intan Jaya, Tanah Datar, Muara Intan, Rimba Jaya dan Rimba Makmur, masuk Kecamatan Kunto Darussalam.
Pada tahun 2005 keluar peraturan Gubernur Riau No 30/2005 tanggal 19 Desember 2005 tentang batas wilayah administrasi pemerintahan kelima desa itu dinyatakan masuk wilayah Kampar.
Pemkab Rohul keberatan dengan Pergub itu dan melakukan permohonan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 3 Maret 2006, dengan alasan Keputusan Gubri itu bertentangan dengan pasal 14 ayat 10 UU No 53/ 1999 menyatakan batas wilayah secara pasti di lapangan ditetapkan Mendagri.
MA akhirnya mengabulkan keberatan Pemkab Rohul tersebut dan menyatakan Pergub No 30/ 2005 harus segera dicabut. Gubri kemudian mencabut Pergub tersebut lewat Pergub No 4/ 2006.
Meski demikian penyelesaian persoalan tapal batas diserahkan ke Kemendagri. Mendagri menginstruksikan Gubernur Riau melakukan percepatan penegasan tapal batas, sebelum Mendagri menetapkan tapal batas 2 kabupaten secara menyeluruh. Penyelesaian lima desa antar Rohul-Kampar ditetapkan Kemendagri No 135.6/824/SJ tanggal 2 Maret 2010.
Belakangan MA membatalkan keputusan Mendagri tersebut. Dari versi Kampar beranggapan, dengan batalnya surat Mendagri tersebut menyebabkan Pergub No 30/ 2005, yang menegaskan 5 desa masuk ke daerah Kampar berlaku kembali.
Sementara pihak Rohul berpandangan bahwa dengan batalnya surat Mendagri, menyebabkan 5 desa tersebut berstatus quo. Sehingga status 5 desa tersebut tetap berada di wilayah Kunto Darusalam Kabupaten Rohul, sebelum adanya penegasan tapal batas ditetapkan Gubernur Riau. Kini persoalan jadi berlarut-larut.
Di lima desa tersebut terdapat potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yakni ladang minyak Blok Langgak, dengan demikian ini tentu akan menjadi rebutan bagi kedua kabupaten sehingga mampu menambah PAD mereka.
Dalam bidang politik, jumlah dan potensi penduduk di lima desa cukup besar, sehingga akan dimanfaatkan untuk mendulang suara.
Dari beberapa kejadian, persoalan di desa itu akan memuncak ketika jelang pilkada, pileg dan pemilu. Ini jelas sangat merugikan masyarakat.
Saran publik juga layak didengar. Jika pemerintahan tak mampu menyelesaikan soal ini dengan cepat, maka biarkan rakyat memilih mau ikut ke mana mereka denga pola referendum. Setidaknya ini bisa membantu menyelesaikan masalah tanpa masalah.***(ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.