Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Jumat, 20 Desember 2013

Perbup Salat, Apa yang Salah?

Jumat, Desember 20, 2013 By Unknown No comments

Oleh : Nurzena


[ArtikelKeren] OPINI - Pemberitaan mengenai kebijakan Bupati Rokan Hulu H Achmad MSi yang mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) mengatur pegawai di lingkungan Pemkab Rohul melaksanakan salat berjamaah, beberapa hari terakhir sempat mencuat ke tingkat nasional.

Kebijakan ini bahkan sempat mengundang perhatian dari pemerintah pusat. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam pernyataannya di beberapa media terbitan lokal mengatakan bahwa Bupati Rokan Hulu harus diberikan teguran.

‘’Itu (masalah agama) sepenuhnya menjadi urusan absolut dari pemerintah pusat. Bukan kewenangan daerah (untuk mengaturnya). Karena itu saya akan minta (Penjabat) Gubernur Riau untuk memberikan teguran (kepada Bupati Rohul)’’. Riau Pos (17/12).

Sebagai pembaca setia harian ini, dan sebagai umat Islam, fenomena ini menarik bagi penulis. Banyak hal yang bisa didiskusikan dan juga mengundang keprihatinan untuk diangkat ke permukaan.

Pertanyaan besar penulis, kebijakan Bupati Rokan Hulu mengeluarkan Perbup ini sudah sejak beberapa tahun lalu, namun mengapa baru sekarang masalahnya mencuat ke permukaan?

Persoalan fundamental apa saja yang benar-benar dilanggar bupati sehingga Mendagri memandang perlu mengeluarkan pernyataan bernada perintah untuk memberikan teguran?

Pertanyaan lainnya, persoalan agama yang menjadi urusan absolut pemerintah pusat ini sebatas mana sehingga daerah tidak boleh membuat kebijakan mengenai agama, walaupun kebijakan itu dibuat oleh seorang kepala daerah?

Dalam pandangan penulis, apa yang dilakukan Bupati Rokan Hulu Drs H Achmad MSi dan mudah-mudahan ada kepala daerah lainnya yang melakukan, setakad ini tidak terlihat keluar dari apa yang diajarkan Islam dan tuntutan Rasulullah Muhammad SAW.

Hal ini berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, Perbup tersebut ditujukan hanya untuk pegawai yang beragama Islam.

Sehingga, tidak terlihat ada dimensi dasar yang telah dilanggar dalam Perbup tersebut. Kecuali, dalam Perbup tersebut, Bupati Rokan Hulu misalnya memerintahkan pegawai non-muslim untuk ikut hadir dan absensi di masjid, itu jelas salah dan melanggar.

Kedua, bukankah kewajiban salat itu melekat pada semua pribadi muslim dan muslimat khususnya yang dewasa dan berakal sehat, kecuali perempuan yang lagi berhalangan?

Sehingga, apa yang dilakukan bupati lebih pada penegasan saja agar semua pegawai melaksanakan salat di awal waktu sebagaimana yang diperintahkan.

Ketika ada yang bertanya, mengapa tidak dilakukan melalui imbauan saja. Dengan imbauan tersebut diharapkan pegawai akan ramai-ramai melaksanakan salat berjamaah awal waktu.

Realita selama ini, sesuatu yang bersifat imbauan biasanya tidak memiliki kekuatan dan daya dorong terhadap penerapannya. Sebab, imbauan tidak mengandung dimensi sanksi maupun hukuman.

Sehingga, hanya akan berlaku pada mereka-mereka yang telah memiliki kesadaran yang tinggi. Lihatlah imbauan menutup rumah makan di siang Ramadan, berapa banyak yang mematuhinya?.

Bukankah para ulama dan para dai serta daiyah kita dalam ceramah mereka di banyak kesempatan telah melakukan imbauan kepada jamaah, termasuk pentingnya salat di awal waktu?

Namun, bagaimana realisasi imbauan itu? Masjid-masjid masih tetap saja banyak yang sepi dari salat jamaah khususnya salat lima waktu.

Mengapa imbauan ulama, dai dan daiyah itu tidak terlaksana dengan baik, karena mereka tidak memiliki daya tekan dan daya dorong untuk memberikan sanksi dan hukuman terhadap apa yang telah disampaikannya.

Seorang kepala daerah, dengan kewenangan yang dimilikinya, bisa memberikan daya dorong dan daya tekan berupa sanksi tegas kepada pegawai yang tidak mengindahkan apa yang telah diinstruksikan.

Makanya, seorang pemimpin (umaro’) seharusnya juga ulama, sehingga punya kemampuan menyampaikan dan punya kekuatan memberikan ‘’paksaan’’ dalam pelaksanaan apa yang telah diinstruksikannya. Yang penting dari dimensi perintah salat yang disampaikan tersebut, yang memberi perintah dalam hal ini bupati harus memberi contoh melaksanakan salat berjamaah di masjid,

Islam memang mengenal istilah laa ikroha fiddin (tidak ada paksaan dalam agama). Namun, kalimat itu menurut penulis lebih ditujukan untuk orang yang belum beragama. Artinya, Islam tidak boleh memaksa seseorang yang belum beragama agar memeluk Islam.

Namun, ketika seseorang sudah memutuskan beragama Islam, dan menetapkan hati dan pikirannya dalam Islam, maka di saat itu seluruh ajaran Islam melekat pada dirinya untuk diamalkan. Salah satu ajaran yang melekat itu adalah kewajiban salat lima waktu sehari semalam.

Rasulullah dalam haditsnya mengatakan ‘’Perintahkan anak-anakmu untuk mengerjakan salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila usia 10 tahun tidak mengerjakan salat’’. (Hadits Abu Daud).

Dari hadits itu jelas betapa Islam itu tegas dalam perintah salat. Bahkan, dalam persoalan salat berjamaah, Rasulullah mengeluarkan ancaman lebih keras untuk kaum laki-laki dengan ancaman akan membakar rumah mereka apabila tidak salat berjamaah ke masjid.

Jika kita bandingkan apa yang dilakukan Bupati Rokan Hulu melalui Perbup tersebut, belum sebanding dengan ancaman yang disampaikan Rasulullah. Bukankah Rasulullah juga pemimpin?

Menurut pandangan penulis, apa yang dilakukan Bupati Rohul Drs H Achmad MSi harusnya dijadikan contoh untuk kepala daerah lainnya.

Bukan sebaliknya memberikan teguran kepada bupati, sehingga kebijakan yang selama ini sudah berjalan, akan kembali tanpa pengaturan.

Sebagai perbandingan, lihatlah di tempat lain yang tidak ada kebijakan serupa. Masjid yang berada tak jauh dari kantor bupati dan kantor wali kota terlihat sepi dari pegawai yang melaksanakan salat berjamaah di awal waktu, khususnya pada jam-jam kerja.

Di bagian akhir tulisan ini, penulis ingin tegaskan, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menunjukkan keberpihakan penulis kepada Bupati Rohul dengan Perbup Salatnya, tetapi lebih sebagai bentuk pengharapan munculnya lebih banyak pemimpin yang memahami dan peduli tegaknya syiar Islam di Indonesia.

Penulis berharap, para umaro’ (pemimpin) muslim, membuka mata zahir dan mata batinnya untuk mempertimbangkan berbagai kebijakan yang dilakukan, demi tegaknya Islam di Indonesia dan terwujudnya Indonesia sebagai negeri yang baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Amin.***(ak27)



Nurzena
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau


0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN