Oleh :
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Peristiwa penangkapan Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu (2/10) sekitar pukul 22.00 di rumah di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra, mengagetkan banyak pihak.
KPK menyita uang senilai Rp3 miliar berbentuk dolar Singapura, dolar AS dan rupiah yang diduga sebagai uang suap kasus sengketa Pilkada yang ditangani MK saat ini.
Selama ini orang percaya ketua MK orang bersih. Bahkan atasan langsungnya, mantan ketua MK sebelumnya Mahfud MD, merasa tidak percaya dengan penangkapan itu.
Sebab, menurut Mahfud, Akil termasuk orang yang bersih.
Dulu memang MK pernah dikabarkan tidak bersih lagi karena bisa disuap. Tapi setelah didalami KPK, dinyatakan bersih dan tuduhan itu tidak terbukti.
Nah, kerena itu, Mahfud pun menganggap Akil, hakim MK lainnya bersih. Ternyata ujian integritas terhadap Akil Mochtar gagal dilaluinya.
Apalagi godaan menjadi hakim MK memang sangat besar. Bahkan hakim MK biasanya -kata Mahfud- pernah diiming-imingi suap dengan jumlah yang sangat besar. Biasanya sampai Rp2-Rp3 miliar nilai iming-imingnya.
Dari ‘’gempa’’ yang melanda MK ini, ada dua sisi yang dapat kita lihat. Sisi pertama, runtuhnya benteng para pencari keadilan. Tidak ada kata yang dapat digoreskan lagi menggambarkan kekecewaan publik ketika seorang ketua MK ternyata masih silau juga dengan uang.
Peristiwa ini jelas menggembirakan para terdakwa kasus korupsi karena punya dalih baru. Dalihnya begini: sedangkan ketua MK saja korupsi apalagi orang biasa.
Di sisi lain, peristiwa ini sangat menyedihkan negeri ini. Jika seorang pengadil sekelas ketua MK saja sanggup berbuat itu apalagi pengadil-pengadil di bawahnya.
Memang bukan semua hakim yang seperti itu. Namun benar kata penggiat anti korupsi bahwa korupsi di negeri ini bak gunung es.
Hanya permukaannya saja yang nampak kecil. Ternyata di bawahnya korupsi jauh lebih besar.
Korupsi diam-diam menjadi budaya. Topeng hipokrit (kemunafikan) terus dikenakan banyak pejabat negeri ini. Bak musang berbulu ayam.
Tampil bak malaikat sembari menyembunyikan wajah setan. Orang mengira pejabat yang bersangkutan bersih juga ternyata aslinya bermental tikus busuk yang siap menjual keadilan demi rupiah.
Alangkah malangnya negeri ini ketika pejabat yang mengurusi keadilan ternyata mencintai rupiah lebih dari apapun termasuk keadilan itu sendiri.
Lama kelamaan kita dihinggapi rasa skeptis yang terus membesar terhadap pejabat apapun jabatannya. Melihat pejabat tiba-tiba di kepala kita muncul dua bayangan yakni malaikat sekaligus setan. Kita tak tahu yang kita hadapi setan atau malaikat.
Orang bisa mencapai gelar profesor ataupun doktor. Ternyata ujian integritas kejujuran ternyata lebih sulit dari pada ujian menjadi profesor doktor sekalipun.
Terbukti banyak orang hebat otaknya ternyata bodoh hatinya. Sisi kedua, optimisme melawan korupsi.
Bahkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono secara khusus mengucapkan terimakasih pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena telah melakukan tangkap tangan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Presiden mengaku dia senantiasa mengajak KPK dan lembaga penegak hukum yang lain, untuk terus melakukan pencegahan dan pemberantaasan terhadap korupsi.
Ia berharap KPK terus meningkatkan pemberantasan korupsi, agar pemerintahan menjadi bersih.
Publik juga mengapresiasi kerja KPK. Hasil tangkapan lembaga pimpinan Abraham Samad Cs ini sesuai dengan harapan masyarakat agar KPK bisa konsistem memberantas korupsi hingga ke penegak hukum sekalipun. Peristiwa ini membuat kita sedih sekaligus gembira.
Sedih karena korupsi terus terjadi tiada henti. Gembira karena KPK mampu menghadang dan menangkapi para tikus busuk berdasi di negeri ini.***
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Peristiwa penangkapan Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu (2/10) sekitar pukul 22.00 di rumah di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra, mengagetkan banyak pihak.
KPK menyita uang senilai Rp3 miliar berbentuk dolar Singapura, dolar AS dan rupiah yang diduga sebagai uang suap kasus sengketa Pilkada yang ditangani MK saat ini.
Selama ini orang percaya ketua MK orang bersih. Bahkan atasan langsungnya, mantan ketua MK sebelumnya Mahfud MD, merasa tidak percaya dengan penangkapan itu.
Sebab, menurut Mahfud, Akil termasuk orang yang bersih.
Dulu memang MK pernah dikabarkan tidak bersih lagi karena bisa disuap. Tapi setelah didalami KPK, dinyatakan bersih dan tuduhan itu tidak terbukti.
Nah, kerena itu, Mahfud pun menganggap Akil, hakim MK lainnya bersih. Ternyata ujian integritas terhadap Akil Mochtar gagal dilaluinya.
Apalagi godaan menjadi hakim MK memang sangat besar. Bahkan hakim MK biasanya -kata Mahfud- pernah diiming-imingi suap dengan jumlah yang sangat besar. Biasanya sampai Rp2-Rp3 miliar nilai iming-imingnya.
Dari ‘’gempa’’ yang melanda MK ini, ada dua sisi yang dapat kita lihat. Sisi pertama, runtuhnya benteng para pencari keadilan. Tidak ada kata yang dapat digoreskan lagi menggambarkan kekecewaan publik ketika seorang ketua MK ternyata masih silau juga dengan uang.
Peristiwa ini jelas menggembirakan para terdakwa kasus korupsi karena punya dalih baru. Dalihnya begini: sedangkan ketua MK saja korupsi apalagi orang biasa.
Di sisi lain, peristiwa ini sangat menyedihkan negeri ini. Jika seorang pengadil sekelas ketua MK saja sanggup berbuat itu apalagi pengadil-pengadil di bawahnya.
Memang bukan semua hakim yang seperti itu. Namun benar kata penggiat anti korupsi bahwa korupsi di negeri ini bak gunung es.
Hanya permukaannya saja yang nampak kecil. Ternyata di bawahnya korupsi jauh lebih besar.
Korupsi diam-diam menjadi budaya. Topeng hipokrit (kemunafikan) terus dikenakan banyak pejabat negeri ini. Bak musang berbulu ayam.
Tampil bak malaikat sembari menyembunyikan wajah setan. Orang mengira pejabat yang bersangkutan bersih juga ternyata aslinya bermental tikus busuk yang siap menjual keadilan demi rupiah.
Alangkah malangnya negeri ini ketika pejabat yang mengurusi keadilan ternyata mencintai rupiah lebih dari apapun termasuk keadilan itu sendiri.
Lama kelamaan kita dihinggapi rasa skeptis yang terus membesar terhadap pejabat apapun jabatannya. Melihat pejabat tiba-tiba di kepala kita muncul dua bayangan yakni malaikat sekaligus setan. Kita tak tahu yang kita hadapi setan atau malaikat.
Orang bisa mencapai gelar profesor ataupun doktor. Ternyata ujian integritas kejujuran ternyata lebih sulit dari pada ujian menjadi profesor doktor sekalipun.
Terbukti banyak orang hebat otaknya ternyata bodoh hatinya. Sisi kedua, optimisme melawan korupsi.
Bahkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono secara khusus mengucapkan terimakasih pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena telah melakukan tangkap tangan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Presiden mengaku dia senantiasa mengajak KPK dan lembaga penegak hukum yang lain, untuk terus melakukan pencegahan dan pemberantaasan terhadap korupsi.
Ia berharap KPK terus meningkatkan pemberantasan korupsi, agar pemerintahan menjadi bersih.
Publik juga mengapresiasi kerja KPK. Hasil tangkapan lembaga pimpinan Abraham Samad Cs ini sesuai dengan harapan masyarakat agar KPK bisa konsistem memberantas korupsi hingga ke penegak hukum sekalipun. Peristiwa ini membuat kita sedih sekaligus gembira.
Sedih karena korupsi terus terjadi tiada henti. Gembira karena KPK mampu menghadang dan menangkapi para tikus busuk berdasi di negeri ini.***
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.