Oleh : Lidus Yardi
[ArtikelKeren] OPINI - Musim haji sudah tiba. Umat Islam dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong menuju dan berkumpul di Kota Makkah.
Mereka mendapatkan nikmat Allah Ta’ala, bukan sekadar kemampuan tapi juga kemauan untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah agung yang menuntut persiapan jasmani (sehat), rohani (ikhlas), dan ekonomi (ongkos perjalanan).
Ibadah haji berpusat di Kota Makkah. Ini menggambarkan betapa pentingnya posisi Makkah bagi umat Islam dunia.
Ia adalah sebuah nama, lembah, kota, kiblat, tempat ibadah, poros bumi yang tanahnya disucikan, dijaga dan simbol keagungan Allah Ta’ala. Makkah merupakan pusat spiritualitas (the spirituality center) tertinggi umat Islam.
Tidak berlebihan, Philip K Hitti, Guru Besar Kesusasteraan Semitic Universitas Princeton Amerika Serikat menyebut Kota Makkah sebagai the religious capital atau kota spritualitas.
Di kota Makkah ibadah mendapat keutamaan yang berlipat ganda. Nilai spritualnya di sisi Allah Ta’ala berbeda dengan tempat lainnya di dunia.
Keutamaan Makkah
Ada beberapa alasan Makkah layak disebut kota dan pusat spiritualitas, di antaranya adalah: Pertama, ibadah salat di Makkah, tepatnya di Masjidil Haram sama nilainya dengan 100.000 (seratus ribu) kali salat di masjid lain (HR Baihaqi dari Jabir RA).
Dan seluruh umat Islam saat melaksanakan ibadah salat berkiblat ke Kakbah di Kota Makkah (lihat QS. Albaqarah: 144).
Kedua, tempat ibadah (Baitullah) yang pertama kali dibangun untuk manusia berada di Makkah. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya rumah yang pertama dibangun untuk (tempat ibadah) manusia ialah Baitullah (Kakbah) di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam” (QS Ali Imran: 96).
Prof Dr M Mutawalli asy-Sya’rawi dalam buku Anda Bertanya Islam Menjawab (2007) menjelaskan, Surat Ali Imran ayat 96 di atas mengindikasikan bahwa bukan manusia yang membangun Baitullah (Kakbah).
Kalimat “dibangun untuk manusia” berarti yang membangun selain manusia.
Maka keliru pendapat yang menyebut Nabi Ibrahim AS yang pertama kali membangun Kakbah. Sebab Ibrahim AS hanya meninggikan pondasi Kakbah yang telah ada sebelumnya (lihat QS Albaqarah: 127).
Ketiga, Makkah adalah Tanah Haram (suci) dan paling dicintai oleh Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Sesungguhnya Makkah itu diharamkan (disucikan) oleh Allah, bukan oleh manusia” (HR Bukhari).
Dari Abdillah bin Adi bin Hamra al-Zuhri bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Demi Allah. Sesungguhnya engkau (Makkah) adalah bumi (tempat) yang terbaik dan paling dicintai oleh Allah Ta’ala” (HR Ahmad).
Keempat, Makkah termasuk dari dua kota yang tidak akan dimasuki dan dihindari oleh Allah dari fitnah Dajjal. Dari Anas bin Malik RA, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Tidak ada satu tempatpun melainkan Dajjal akan memasukinya, kecuali Makkah dan Madinah. Karena tidak ada satu celah pun pada keduanya melainkan dijaga para malaikat” (HR Bukhari).
Kelima, Makkah adalah pusat daratan di muka bumi. Hal ini diisyaratkan dalam QS As Syura ayat 7. Allah Ta’ala berfirman: “Dan demikianlah Kami wahyukan Alquran kepadamu dalam Bahasa Arab, agar engkau memberi peringatan kepada penduduk ibu kota (ummul qura) dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya”.
Menurut QS As Syura ayat 7, Alquran sebagai kitab spiritual umat Islam diwahyukan sebagai peringatan untuk penduduk Kota Makkah dan negeri-negeri sekitarnya.
Menurut Ibnu Abbas RA, kalimat ummul qura dalam ayat tersebut adalah Makkah (sebagai pusat) dan waman haulahaa adalah bumi seluruhnya.
Pernyataan ini sesuai dengan penelitian modern. Seorang ilmuwan Mesir, Dr Husain Kamaluddin, ketika menggambar peta dunia untuk menunjukkan arah kiblat umat Islam, ternyata didapati posisi Makkah berada di tengah daratan di muka bumi.
Panggilan Haji
Alasan selanjutnya, dari Kota Makkah-lah panggilan haji bermula. Sebagaimana dikisahkan oleh Imam Qurthubi dari riwayat Ibnu Abbas, dalam kitab Al-Jami’ li Ahkami al-Quran, bahwa ketika Nabi Ibrahim AS selesai meninggikan (membangun kembali) Kakbah, Allah Ta’ala memerintahkannya untuk memproklamasikan panggilan haji. Ibrahim AS naik ke bukit (jabal) Abu Qubais dan menyeru: “Wahai manusia! Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kamu untuk berhaji ke rumah ini (Baitullah), niscaya Allah akan memberi pahala surga dan menjauhkan kamu dari neraka”.
Panggilan haji itu kemudian diabadikan oleh Allah Ta’ala melalui firman-Nya: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengenderai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS Al-Hajj: 27).
Panggilan haji telah ada dan diabadikan dalam Alquran dan Sunnah. Oleh sebab itu, tidak ada lagi istilah “belum ada panggilan”.
Banyak kisah yang menjadi inspirasi dari saudara-saudara kita yang secara logika, ditinjau dari pekerjaan dan jumlah gaji yang diterima, tidak mungkin mampu melaksanakan haji. Tapi mereka kemudian bisa berangkat menuju Makkah melaksanakan rukun Islam kelima.
Sebaliknya, dengan kedudukan dan jabatan yang dimiliki, gaji dan pendapatan yang berlebih, ternyata tidak menjamin seseorang mau memenuhi panggilan ibadah haji, bahkan sekadar berniat atau menyembelih hewan kurban meskipun sekali.
Banyak ummat Islam yang sanggup dan mampu untuk salat, misalnya, tetapi lebih banyak tidak mau melaksanakannya. Begitulah melaksanakan ibadah haji, ia merupakan persoalan kemauan bukan sekadar sanggup atau mampu.
Semoga Allah Ta’ala mudahkan kita menyusul saudara-saudara kita yang telah melaksanakan ibadah haji ke Makkah. Pusat dan kota spritualitas ummat Islam dunia. Wallahu A’lam.***
Lidus Yardi, Sekretaris Majelis Tabligh PD Muhammadiyah Kabupaten Kuansing
[ArtikelKeren] OPINI - Musim haji sudah tiba. Umat Islam dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong menuju dan berkumpul di Kota Makkah.
Mereka mendapatkan nikmat Allah Ta’ala, bukan sekadar kemampuan tapi juga kemauan untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah agung yang menuntut persiapan jasmani (sehat), rohani (ikhlas), dan ekonomi (ongkos perjalanan).
Ibadah haji berpusat di Kota Makkah. Ini menggambarkan betapa pentingnya posisi Makkah bagi umat Islam dunia.
Ia adalah sebuah nama, lembah, kota, kiblat, tempat ibadah, poros bumi yang tanahnya disucikan, dijaga dan simbol keagungan Allah Ta’ala. Makkah merupakan pusat spiritualitas (the spirituality center) tertinggi umat Islam.
Tidak berlebihan, Philip K Hitti, Guru Besar Kesusasteraan Semitic Universitas Princeton Amerika Serikat menyebut Kota Makkah sebagai the religious capital atau kota spritualitas.
Di kota Makkah ibadah mendapat keutamaan yang berlipat ganda. Nilai spritualnya di sisi Allah Ta’ala berbeda dengan tempat lainnya di dunia.
Keutamaan Makkah
Ada beberapa alasan Makkah layak disebut kota dan pusat spiritualitas, di antaranya adalah: Pertama, ibadah salat di Makkah, tepatnya di Masjidil Haram sama nilainya dengan 100.000 (seratus ribu) kali salat di masjid lain (HR Baihaqi dari Jabir RA).
Dan seluruh umat Islam saat melaksanakan ibadah salat berkiblat ke Kakbah di Kota Makkah (lihat QS. Albaqarah: 144).
Kedua, tempat ibadah (Baitullah) yang pertama kali dibangun untuk manusia berada di Makkah. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya rumah yang pertama dibangun untuk (tempat ibadah) manusia ialah Baitullah (Kakbah) di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam” (QS Ali Imran: 96).
Prof Dr M Mutawalli asy-Sya’rawi dalam buku Anda Bertanya Islam Menjawab (2007) menjelaskan, Surat Ali Imran ayat 96 di atas mengindikasikan bahwa bukan manusia yang membangun Baitullah (Kakbah).
Kalimat “dibangun untuk manusia” berarti yang membangun selain manusia.
Maka keliru pendapat yang menyebut Nabi Ibrahim AS yang pertama kali membangun Kakbah. Sebab Ibrahim AS hanya meninggikan pondasi Kakbah yang telah ada sebelumnya (lihat QS Albaqarah: 127).
Ketiga, Makkah adalah Tanah Haram (suci) dan paling dicintai oleh Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Sesungguhnya Makkah itu diharamkan (disucikan) oleh Allah, bukan oleh manusia” (HR Bukhari).
Dari Abdillah bin Adi bin Hamra al-Zuhri bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Demi Allah. Sesungguhnya engkau (Makkah) adalah bumi (tempat) yang terbaik dan paling dicintai oleh Allah Ta’ala” (HR Ahmad).
Keempat, Makkah termasuk dari dua kota yang tidak akan dimasuki dan dihindari oleh Allah dari fitnah Dajjal. Dari Anas bin Malik RA, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Tidak ada satu tempatpun melainkan Dajjal akan memasukinya, kecuali Makkah dan Madinah. Karena tidak ada satu celah pun pada keduanya melainkan dijaga para malaikat” (HR Bukhari).
Kelima, Makkah adalah pusat daratan di muka bumi. Hal ini diisyaratkan dalam QS As Syura ayat 7. Allah Ta’ala berfirman: “Dan demikianlah Kami wahyukan Alquran kepadamu dalam Bahasa Arab, agar engkau memberi peringatan kepada penduduk ibu kota (ummul qura) dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya”.
Menurut QS As Syura ayat 7, Alquran sebagai kitab spiritual umat Islam diwahyukan sebagai peringatan untuk penduduk Kota Makkah dan negeri-negeri sekitarnya.
Menurut Ibnu Abbas RA, kalimat ummul qura dalam ayat tersebut adalah Makkah (sebagai pusat) dan waman haulahaa adalah bumi seluruhnya.
Pernyataan ini sesuai dengan penelitian modern. Seorang ilmuwan Mesir, Dr Husain Kamaluddin, ketika menggambar peta dunia untuk menunjukkan arah kiblat umat Islam, ternyata didapati posisi Makkah berada di tengah daratan di muka bumi.
Panggilan Haji
Alasan selanjutnya, dari Kota Makkah-lah panggilan haji bermula. Sebagaimana dikisahkan oleh Imam Qurthubi dari riwayat Ibnu Abbas, dalam kitab Al-Jami’ li Ahkami al-Quran, bahwa ketika Nabi Ibrahim AS selesai meninggikan (membangun kembali) Kakbah, Allah Ta’ala memerintahkannya untuk memproklamasikan panggilan haji. Ibrahim AS naik ke bukit (jabal) Abu Qubais dan menyeru: “Wahai manusia! Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kamu untuk berhaji ke rumah ini (Baitullah), niscaya Allah akan memberi pahala surga dan menjauhkan kamu dari neraka”.
Panggilan haji itu kemudian diabadikan oleh Allah Ta’ala melalui firman-Nya: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengenderai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS Al-Hajj: 27).
Panggilan haji telah ada dan diabadikan dalam Alquran dan Sunnah. Oleh sebab itu, tidak ada lagi istilah “belum ada panggilan”.
Banyak kisah yang menjadi inspirasi dari saudara-saudara kita yang secara logika, ditinjau dari pekerjaan dan jumlah gaji yang diterima, tidak mungkin mampu melaksanakan haji. Tapi mereka kemudian bisa berangkat menuju Makkah melaksanakan rukun Islam kelima.
Sebaliknya, dengan kedudukan dan jabatan yang dimiliki, gaji dan pendapatan yang berlebih, ternyata tidak menjamin seseorang mau memenuhi panggilan ibadah haji, bahkan sekadar berniat atau menyembelih hewan kurban meskipun sekali.
Banyak ummat Islam yang sanggup dan mampu untuk salat, misalnya, tetapi lebih banyak tidak mau melaksanakannya. Begitulah melaksanakan ibadah haji, ia merupakan persoalan kemauan bukan sekadar sanggup atau mampu.
Semoga Allah Ta’ala mudahkan kita menyusul saudara-saudara kita yang telah melaksanakan ibadah haji ke Makkah. Pusat dan kota spritualitas ummat Islam dunia. Wallahu A’lam.***
Lidus Yardi, Sekretaris Majelis Tabligh PD Muhammadiyah Kabupaten Kuansing
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.