Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Rabu, 30 Oktober 2013

Bahasa Indonesia dan Sikap Kita

Rabu, Oktober 30, 2013 By Unknown No comments

Oleh : Musa Ismail



[ArtikelKeren] OPINI - Kita sering mendengar petuah berbunyi bahasa menunjukkan bangsa. Atau, kita tentu ingat larik sastra Raja Ali Haji jika hendak mengenal orang berbangsa, lihatlah pada budi bahasa.

Selain itu, kita mungin pula setuju jika dikatakan bahwa pada mulanya adalah kata. Ketiga ungkapan tersebut membuktikan beberapa hal.

Pertama, bahasa sangat penting dalam sistem sosial, baik dalam cakupan nasional maupun internasional. Kedua, bahasa juga berkaitan dengan sistem kejiwaan (psikologis).

Ketiga, bahasa merupakan salah satu sistem multikecerdasan yang mampu menyangga interaksi kepribadian.

Dalam sistem sosial, fungsi bahasa sangat luas. Dalam sistem inilah, fungsi bahasa mendapat perhatian khusus, terutama ketika berinteraksi.

Begitu pentingnya perhatian terhadap bahasa, secara historis dan agamis, manusia pertama diminta oleh Tuhan untuk menguasai diksi.

Hal ini tentu saja berkaitan dengan fungsi bahasa menurut Iskandarwassid dan Sunendar, yaitu sebagai alat-alat dasar individu, tanda-tanda dari identitas kebudayaan, dan alat untuk mengatur serta menafsirkan dunia sekitarnya (2009:80).

Bahasa Indonesia (BI), yang saat ini masih sebagai bahasa kedua, suatu saat akan menjadi bahasa pertama.

Kemungkinan ini sangat ilmiah jika kita kaitkan dengan pembinaan dan pengembangan BI terkini. Bahasa yang berasal dari Bahasa Melayu (Riau) ini sudah mengalami metamorfosa yang dahsyat jika dilihat dari pemakaian dan sifanya.

Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1992) dijelaskan bahwa BI akan terus dinamis pemakaiannya dan akan menjadi bahasa pertama.

Hal ini disebabkan pernikahan antarsuku, perpindahan penduduk ke perkotaan, generasi terkini yang mengutamakan BI dalam berkomunikasi, dan penerapan sebagai bahasa pendidikan.

Selain itu, keberadaan BI ini juga sudah menarik perhatian mancanegara. Ini terbukti dari sekitar 73 negara mempelajarinya dan 219 lembaga kursus BI yang beroperasi di luar negeri. Ini suatu kebanggan tersendiri sebagai peluang menjadi bahasa yang besar.

Bahkan, Australia dalam perencanaannya telah menjadikan BI sebagai bahwa yang wajib dipelajari selain bahasa Mandarin, Jepang, Korea, dan India.

Nah, bagaimana sikap kita terhadap BI? Sikap berkaitan dengan keilmuan dan perbuatan atau tindakan. Struktur sikap, menurut Iskandarwassid dan Sunendar, terdiri atas tiga komponen yang saling menyangga, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap.

Afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Middlebrook merumuskan komponen tersebut dengan istilah kepercayaan, perasaan, dan perilaku/tindakan (2009:111).

Sikap inilah yang akan membentuk budaya berbahasa kita. Berkaitan dengan aspek sikap, dapat kita tinjau dari dua sisi berlawanan, yaitu sisi positif dan sisi negatif.

Sisi positif, misalnya, peka terhadap kesalahan berbahasa dan berupaya memperbaikinya, selalu terbuka dengan kemungkinan berbahasa, berpedoman pada aturan dan nilai-nilai.

Sikap negatif seperti mengutamakan diksi asing daripada diksi Indonesia, menganggap mudah, atau tidak perlu mempelajari BI. Dalam perkembangannya, sikap negatif akan menjadi virus berbahaya terhadap pembinaan dan pengembangan BI.

Ada dua sikap yang semestinya kita perhatikan dalam berbahasa Indonesia, yaitu sikap kognitif dan sikap aplikatif terhadap BI. Sikap kognitif bertalian dengan motif, minat, dan kemauan mempelajari ilmu BI, baik formal maupun informal.

Kemampuan menguasai ilmu BI merupakan sikap positif bagi pembinaan dan pengembangan BI. Sikap aplikatif bertalian dengan pemakaian, penggunaan, atau penerapan BI yang sesuai dengan situasinya.

Sikap aplikatif ini sangat berkelindan dengan sikap kognitif meskipun tidak selalu demikian. Kedua sikap ini akan menjadi dua sisi yang bisa membina dan mengembangkan BI atau membinasakan dan menumbangkan BI. Aspek nasionalisme ikut berperan dalam hal ini.

Sikap berbahasa, terutama dalam pengertian psikis, sudah selayaknya memasyarakat melalui sistem pendidikan. Yang paling efektif, pengenalan sikap ini dilakukan oleh seluruh pendidik, bukan hanya guru mata pelajaran BI. Fenomena yang terjadi justru sebaliknya.

Secara empiris, hanya guru BI yanga peduli dengan sikap berbahasa ini. Menurut, Iskandarwassid dan Sunendar, hal inilah yang belum disadari oleh sebagian pendidik (2009:112).

Kita seharusnya menyadari bahwa Sumpah Pemuda (1928) berperan sangat penting bagi kedudukan Bahasa Indonesia. Dari peristiwa sejarah inilah, geliat bahasa persatuan berhasil mengumpulkan nasionalisme.

Bahkan, kedudukan bahasa Indonesia menjadi begitu terhormat: Kami putra dan putri Indonesia/menjunjung tinggi bahasa persatuan/bahasa Indonesia.

Di samping itu, peranan sastrawan pun patut menjadi teladan dalam hal memperkokoh eksistensi bahasa Indonesia, baik secara nasional maupun internasional.

Banyak sekali karya sastra tanah air yang mampu mengilhami perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kedaulatan.

Tanpa merendahkan angkatan sastrawan lain, Angkatan ’45 merupakan landasan penting dalam hal mempertajam pengembangan bahasa Indonesia. Melalui karya-karya Chairil Anwar, Bahasa Indonesia menjadi lebih kreatif, berdaya imajinasi, dan lebih merdeka.

Selain melalui aspek pendidikan, faktor kemasyarakatan pun sangat berpengaruh terhadap sikap berbahasa. Ada dua pelaku penting dalam faktor kemasyarakatan, yaitu pejabat (pemerintah maupun swasta) dan sesepuh masyarakat (selebritas, tokoh agama, tokoh adat).

Peranan pejabat dan sesepuh sangat memungkinkan bagi arah pembinaan dan pengembangan sikap berbahasa.

Sikap pejabat dan sesepuh yang sambalewa dan sewenang-wenang terhadap BI akan mengotori kejernihan dan kebesaran BI, baik secara nasional maupun di mata internasional.

Sikap berbahasa masyarakat luas/umum, meskipun tidak semua, tetapi lebih condong mencontoh sikap berbahasa pejabat dan sesepuh.

Jika sikap tersebut negatif, maka kita telah mengkhianati amanat Sumpah Pemuda, yaitu menjunjung tinggi Bahasa Indonesia, melebihi posisi simbol kehormatan kita (kepala).

Sikap menjunjung Bahasa Indonesia ini bukan cuma berbahasa lisan, tetapi juga berbahasa tulisan. Kenyataan di sekolah kita masih banyak guru kurang peduli dengan bahasa tulisan siswa. Bahkan, tidak sedikit pula yang tidak peduli dengan bahasa tulisan mereka sendiri.

Kita boleh mengecek tulisan-tulisan para guru. Kita bisa menanyakan apakah mereka memiliki Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD).

Jika memiliki, apakah para guru sudah memahaminya? Sebenarnya, kenyataan ini bukan hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di perkantoran. Sebagai lembaga pendidikan generasi, hal seperti ini sudah seharusnya terlaksana dengan komprehensif.

Sikap skeptis terhadap bahasa nasional sudah berlangsung sejak lama. Sikap ini sangat berbahaya jika terjadi di lingkungan pendidikan.

Apa yang terjadi saat ini merupakan bukti bahwa sekolah kurang memberikan andil penting dalam membangun sikap positif pemakai Bahasa Indonesia.

Pihak sekolah kurang berhasil membentuk kecintaan berbahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Bukti empiris, di pasar, pusat pertokoan/perbelanjaan, perhotelan, dan persuratkabaran masih banyak kita temukan sikap skeptis yang dimaksud.

Apa yang akan terjadi jika bangsa ini sudah tidak percaya lagi dengan kekuatan bahasanya sendiri. Ke mana akan tercampak jatidiri kita sebagai bangsa besar yang berbudaya?

Bahasa merupakan unsur kebudayaan. Kebudayaan akan berkembang, kokoh, kreatif, dan inovatif melalui bahasa. Bahasa Indonesia yang terbina dengan mantap tentu akan mampu menghidupkan unsur-unsur kebudayaan.

Tumbuh kembang unsur-unsur kebudayaan Indonesia akan semakin kuat melalui pemahaman pemakaian Bahasa Indonesia yang benar.

Sekolah sebagai organisasi pembentuk unsur-unsur kebudayaan itu sangat penting mengutamakan pemakaian Bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan.

Sebagai bangsa yang besar, kembali mencintai BI bukan merendahkan rasa gengsi, tetapi justru meninggikan derajat kebangsaan dan kepribadian.

Kebesaran dan kemampuan BI sangat bergantung pada sikap berbahasa kita. Bahasa ini akan menjalani fungs mulianya jika sikap berbahasa bangsa ini telah menunjukkan efektivitas dan efisiensinya. Ke mana akan kita bawa BI? Mari bercermin pada diri sendiri?***



Musa Ismail
Guru SMAN 3 Bengkalis.


Sumber : riaupos.co

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN