Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Rabu, 25 September 2013

Ketika Penglihatan Pemerintah Berkabut

Rabu, September 25, 2013 By Unknown No comments

Oleh : Yuli Isnadi



[ArtikelKeren] OPINI - Ada dua fakta yang cukup mengusik penulis beberapa waktu belakangan ini. Di satu sisi, masih ada 28 juta lebih orang miskin yang hidup di negeri yang menjanjikan kesejahteraan bagi siapa-siapa yang tinggal di wilayahnya. Di sisi lain, indera tidak pernah sepi dari fakta bahwa ada banyak persoalan krusial yang datang secara tiba-tiba dan selalu berulang. Kedua fakta ini sekilas memang tak punya hubungan. Akan tetapi, jika direnungkan sejenak, maka akan didapat sebuah kesimpulan.

Penulis yakin betul, belum berhasilnya pemerintah menghadirkan kesejahteraan bagi 28 juta orang lebih masyarakat miskin di negeri ini adalah karena mata pemerintah telah diliputi kabut sehingga gagal dalam menyelesaikan persoalan krusial dengan baik. Persoalan yang datang tiba-tiba namun berimplikasi sangat besar ini telah mendapatkan respon keliru. Alih-alih menyelesaikan, respon yang diberikan pemerintah itu justru membuat penderitaan masyarakat miskin berlarut dan bahkan bertambah.

Ketika persoalan krusial datang, pemerintah selalu saja keliru dalam mendefinisikan masalah yang sesungguhnya dihadapi sehingga terjebak pada isu sepele, bukan strategis. Harga beras dan kedelai yang tiba-tiba melonjak didefinisikan sebagai kelangkaan komoditas di pasaran, maka dilakukan impor. Padahal isu strategisnya adalah ketiadaan variasi konsumsi karbohidrat dan menyusutnya lahan pertanian nasional. Bencana asap didefinisikan dengan bagaimana cara mengatasinya, maka digelontorkanlah miliaran rupiah dari APBN/ APBD untuk mengatasinya. Padahal isu strategisnya adalah bagaimana membuat perusahaan asing berkomitmen dalam mengelola ekses negatif dari pengelolaan SDA yang dilakukannya.

Lonjakan harga minyak dunia didefinisikan sebagai ketidakkuatan anggaran dalam menyubsidi konsumsi BBM masyarakat, maka dicabutlah subsidi BBM. Padahal isu strategisnya adalah bagaimana merebut kembali sumur-sumur migas potensial dari asing agar keperluan nasional tercukupi dan bahkan untung lantaran harga jual minyak dunia yang melonjak. Hal yang sama juga terjadi pada komoditas daging, sapi, garam, jagung, gandum, dan lainnya. Karena pemerintah gagal menyelesaikan isu strategis, maka permasalahan-permasalahan krusial yang sama selalu terjadi berulang hingga kini.

Celakanya, ketika persoalan krusial kembali terjadi, masyarakat miskin adalah yang paling menderita. Sebagai contoh bencana asap. Asap pastinya tidak akan pernah mampu menembus kaca mobil masyarakat kaya, atau kalaupun berhasil maka sudah diubah mesin AC menjadi udara bersih dan sejuk, namun cukup efektif menjadikan masyarakat miskin yang hanya punya dua kaki sebagai moda transportasi sebagai penderita ISPA. Ketika kedelai langka, masyarakat kaya yang menjadikan tempe-tahu sebagai cemilan tidak akan terusik, namun bagi masyarakat miskin yang menjadikan keduanya sebagai lauk, itu seakan membenamkannya ke dalam lumpur penderitaan.

Kebijakan keliru sebagai implikasi dari pendefinisian persoalan krusial yang keliru juga menciptakan ketidakadilan distribusi kesejahteraan, di mana masyarakat miskin kembali menjadi yang paling menderita. Kebijakan impor pangan, pemotongan anggaran publik guna menanggulangi bencana asap, dicabutnya subsidi BBM, dan kebijakan sejenis lainnya tidak akan begitu mengusik kesejahteraan masyarakat kaya, tapi mampu menjerumuskan petani dan masyarakat lainnya ke lubang kemelaratan. Misalkan kebijakan impor pangan, keperluan pokok memang cepat kembali tersedia di pasaran, akan tetapi itu telah menghapus peluang peningkatan kesejahteraan bagi petani. Kebijakan penghapusan subsidi memang membuat BBM tetap tersedia di pasaran, tetapi itu membuat ekonomi masyarakat miskin kerap masuk angin ketika kehangatan BLSM habis.

Kekeliruan pemerintah dalam mendefinisikan persoalan krusial juga membebani perencanaan pembangunan tahunan pemerintah pusat dan daerah. Kekeliruan itu membuat angka kemiskinan tiba-tiba melonjak, sektor pertanian sekarat, pangan semakin bergantung pada asing, SDA dikuasai asing, anggaran terpotong untuk menyelesaikan persoalan krusial, dan banyak persoalan lainnya. Permasalahan krusial membuat cita-cita perencanaan pembangunan pemerintah pusat dan daerah— seperti APB-N/D, RPJM-N/D, Renstra dan seterusnya—dalam menyejahterakan masyarakat menjadi musykil mengingat kondisi Cçterîs pâribus yang semula diasumsikan pada saat penyusunan perencanaan pembangunan itu ternyata berubah total, alias berlipat kali lebih buruk.

Pendeknya, seumpama kata Dietz bahwa setiap pendefinisian memiliki keberpihakan, kekeliruan pemerintah dalam mendefinisikan persoalan krusial tanpa disadari telah memihak masyarakat kaya melalui mekanisme kesejahteraan pesugihan. Kenyamanan masyarakat kaya dapat dipertahankan dengan menjadikan kehidupan masyarakat miskin sebagai tumbalnya.

Ketidaktepatan pemerintah dalam mendefinisikan persoalan krusial mengirim pesan, mata pemerintah kabur sehingga tidak dapat menganalisis sebab-musabab persoalan krusial dengan cermat. Mata pemerintah tidak kuasa melakukan penyelidikan jauh ke hulu dan mendalam. Dengan mempercayai logika positivistik, pemerintah menyimplifikasi penyebab persoalan krusial. Banyak informasi penting terlewat dan tereduksi. Kebijakan yang bukan esensial kemudian lahir.

Maka dari itu pemerintah hendaknya sadar bahwa sudah saatnya memberi kepercayaan kepada mata masyarakat untuk merespon persoalan krusial. Mata masyarakat jauh lebih jernih dalam melihat sebab-musabab persoalan, mampu melacak informasi jauh ke hulu, cepat, dan mendalam. Masyarakat mendefinisikan apa, bagaimana, di mana, kapan, siapa, dan mengapa suatu persoalan krusial terjadi, lalu bagaimana solusi jitu mengatasinya. Sedangkan pemerintah cukup menyediakan informasi regulasi dan memberi legitimasi kebijakan terhadap definisi yang dibuat. Karena hanya dengan demikian persoalan krusial terselesaikan dan tidak berulang. Dengan demikian mudah-mudahan kualitas hidup masyarakat miskin dapat terangkat.***


Yuli Isnadi
Asisten Peneliti MAP FISIPOL UGM



Sumber : riaupos.co

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN