Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Rabu, 02 April 2014

Pemiskinan Petani Riau

Rabu, April 02, 2014 By Unknown No comments

Oleh : Edyanus Herman Halim


[ArtikelKeren] OPINI - Penduduk Riau umumnya bekerja sebagai petani. Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Riau tahun 2013 mencapai 581.520 ribu.

Mereka yang mengusahakan tanaman pangan 109.380 rumah tangga, holtikultura 88.510 rumah tangga, perkebunan 517.170 rumah tangga, peternakan 124.950 rumah tangga dan sisanya sebanyak 55.112 rumah tangga mengusahakan perikanan dan kehutanan.

Berdasarkan data yang dilansir BPS Riau jumlah petani yang memang bekerja di sektor pertanian hanya sebanyak 684.570 orang dan sebahagian besar adalah bekerja di subsektor perkebunan yakni 573.050 orang.

Data ini memberikan sinyal bahwa tidak semua rumah tangga yang mengusahakan pertanian adalah bekerja sebagai petani atau pekebun.

Artinya, hanya 29,43 persen yang betul-betul sebagai pekerja pertanian, khusunya perkebunan. Mungkin mereka-mereka adalah para cukong atau justru para pejabat negara yang menjelma menjadi petani berdasi dan menguasai lahan untuk dieksploitasi demi mengeruk keuntungan.

Fenomena ini menyeruakkan bahwa dalam dunia pertanian Riau terjadi aglomerasi yang tinggi sehingga mampu mengendalikan segala aspek bisnis yang berkaitan dengan petani.

Jika diasumsikan semua rumah tangga tersebut memang merupakan rumah tangga petani dan tidak memiliki pekerjaan di luar itu serta memiliki empat orang anggota keluarga maka jumlah jiwanya akan mencapai 2.326.080 jiwa.

Keadaan ini menunjukkan beban tanggungan yang cukup tinggi bagi setiap pekerja pertanian.

Satu orang pekerja pertania akan menanggung beban sebanyak 3-4 orang.

Untuk dapat hidup layak maka seorang pekerja pertanian harus mampu menghasilkan uang sekitar Rp 90.400 per hari atau Rp2.712.000 setiap bulannya.

Bila kurang dari itu maka rumah tangga petani tadi akan terperangkap dalam kategori rumah tangga miskin bila didekati dari sudut pandang pendapatannya.

Pada satu sisi, nilai tambah yang dihasilkan para pekerja petanian ini relatif besar yakni mencapai Rp96,15 triliun atau 18,41 persen dari total nilai tambah ekonomi yang dihasilkan Riau tahun 2013.

Jika di rata-rata untuk seorang pekerja pertanian maka berarti mereka mampu menciptakan nilai tambah sebesar Rp140.445.311 per orang per tahun.

Setiap bulan setiap petani mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi sebesar Rp11.703.775,97. Berdasarkan perkiraan ini maka sangat mudah sebenarnya mensejahterakan petani bila tidak terjadi aglomerasi ekonomi pada para pemodal.

Hanya memberikan pendapatan layak berdasarkan standar PBB sebesar 2 dolar AS per hari maka pengelolaan usaha pertanian masih menyisakan kontribusi margin sebesar 99,23 persen.

Artinya, melalui likuiditas nilai tambah yang diperoleh dari usaha sektor pertanian masih sangat memungkinkan dilakukan upaya-upaya memberantas kemiskinan secara massif.

Usia para pekerja pertanian berkisar antara 35-44 tahun yakni sebanyak 32,66 persen. Pekerja pertanian masih berada pada usia yang relatif muda.

Mereka yang berusia antara 25-35 tahun di pedesaan juga banyak yang terlibat dalam usaha ini. Pekerja usia muda masih memiliki kemungkinan untuk ditingkatkan profesionalitasnya.

Untuk meningkatkan produktivitas daerah dengan sendirinya tidak harus mengubah struktur perekonomian dari sektor primer ke sektor sekunder atau tersier.

Akselerasi pekerja ke sektor industri justru cenderung menyesakkan wilayah-wilayah perkotaan. Bahkan pada akhirnya mereka yang bermigrasi ke kota malah menambah beban wilayah perkotaan dan menimbulkan persoalan-persoalan sosial tertentu.

Pemberdayaan pekerja muda pertanian untuk mampu menghasilkan komoditas-komoditas unggulan, baik pangan dan buah-buahan atau pun sayur-sayuran merupakan isu strategis yang semestinya menjadi perhatian pemerintah Riau.

Data penduduk miskin Riau tahun 2013 menunjukkan adanya kenaikan di wilayah pedesaan. Sampai September 2013 penduduk miskin Riau di wilayah pedesaan masih sebnyak 359.820 jiwa.

Jika dibandingkan dengan mereka yang bekerja sebagai petani yang pada umumnya memang berada atau tinggal di pedesaan maka jumlah ini mencapai 52,56 persen.

Berarti lebih separoh dari pekerja petani Riau masuk dalam kategori penduduk miskin yang pendapatannya tidak mencapai standar 2 dolar AS per hari.

Ironisme ini menunjukkan adanya pemiskinan pada masyarakat petani meskipun nilai tambah ekonomi yang dapat dihasilkan oleh sektor ini sangat besar.

Dominansi perkebunan dalam struktur pertanian Riau sangat kentara sehingga proses pemiskinan yang terjadi pada masyarakat petani menjadi jelas bergelimang pada mereka-mereka yang bekerja sebagai petani perkebunan.

Jumlahnya untuk 2013 mencapai 573.050 jiwa dan bila 52,56 persen di antaranya miskin maka bisnis perkebunan di Riau telah memeras keringat dan darah petani yang jumlahnya tidak kurang dari 301.195 orang.

Sungguh ironis jika selama ini usaha perkebunan, khususnya sawit dianggap memberikan kontribusi yang positif dalam mengurangi masyarakat miskin di Riau.

Namun, data ini menyiratkan pula bahwa dengan menarik sebahagian kecil saja keuntungan yag dinikmati para pemodal perkebunan dan industri hilirnya, mungkin hanya sekitar satu persen dari kontribusi margin yang mereka telan saat ini, maka jumlah masyarakat petani miskin di sub-sektor perkebunan langsung dapat dientaskan.

Ini berarti dari total penduduk miskin Riau sebesar 522.300 jiwa tahun 2013 bisa dikurangi sampai hanya sebanyak 272.855 jiwa sehingga prosentase penduduk miskin Riau hanya akan tinggal 4,22 persen saja.

Sungguh sebuah upaya yang spektakuler dan memberi multiplier effect yang besar.

Rakyat Riau memang sedang menunggu gebrakan-gebrakan nyata dari pemerintah untuk bisa mengubah keadaan. Kemiskinan yang menggelembung di pedesaan dan pada umumnya terjadi pada masyarakat petani memerlukan sentuhan-sentuhan khusus dengan keberanian mengambil kebijakan yang mungkin kurang populer bagi para investor atau pemodal.

Isu utama membangun desa memang harus diletakkan pada perbaikan kesejahteraan petani.

Selain untuk meningkatkan daya beli masyarakat pedesaan kebijakan ini akan bersentuhan langsung dengan pengelolaan kualitas sumberdaya manusia dan daya saing daerah.

Masyarakat miskin nan menumpuk di desa dapat dientaskan dengan eskalasi mata pencaharian mereka sebagai petani. Nilai tambah sektor pertanian justru akan semakin tinggi dan ketergantungan pada produk-produk impor akan menurun.

Strategi yang dapat ditempuh untuk mencapai itu antara lain dengan memelihara fungsi lahan pada subsektor yang saling berimbang, meningkatkan penguasaan teknologi produksi pertanian, mengembangkan keterampilan pascapanen, memperluas akses pasar dalam wilayah dengan produk yang mampu menjadi substitusi impor, dan memperkuat kelembagaan di tingkat petani pedesaan.

Lebih penting dari itu adalah perbaikan infrastruktur yang berkaitan dengan pengelolaan ekonomi desa. Bila tidak maka membangun desa hanya akan menjadi ajang tebar pesona politik belaka.***(ak27)



Edyanus Herman Halim
Dosen Fakultas Ekonomi Unri


http://ak27protect.blogspot.com

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN