Oleh : Yurnalis Basri
Apakah kita telah berhasil membangun sistem politik yang sesuai dengan cita-cita demokrasi yang sebenarnya? Inilah yang menjadi titik fokus artikel ini.
Kami termasuk kelompok yang prihatin terhadap potret politik yang berlaku saat ini. Potret politik kita melahirkan idiom politik wanipiro atau serangan fajar yang memang sudah melegenda sejak Orde Baru.
Artinya alasan memilih bukan karena prestasi calon yang dipilih, melainkan karena sesuatu yang diberi.
Praktik politik transaksional dalam aktivitas politik kita begitu kentara, sehingga mengakibatkan tingginya ongkos politik yang harus dikeluarkan oleh caleg dan calon pejabat politik.
Apakah kita telah melakukan politik salah asuhan? Politik transaksional, tampaknya masih mewarnai dalam percaturan politik pemilu 2014.
Berapa ongkos politik yang harus dikeluarkan oleh seorang caleg? Angka pastinya memang tidak bisa dipastikan, namun tentulah sangat besar angkanya. Kalau hal ini memang benar, tentulah sesuatu yang ironi sekali dalam percaturan politik kita.
Pemilih Cerdas
Pemilih cerdas merupakan dua kata yang selalu dikampanyekan oleh kelompok masyarakat yang menginginkan pemilu bersih. Sering kita mendengar ungkapan “ambil uangnya, jangan pilih orangnya”.
Ajakan ini sebagai simbol perlawanan terhadap praktik politik uang. Dalam pengamatan kami, masyarakat sebagai pemilih, semakin lama memang semakin cerdas dalam menentukan pilihannya, meskipun alasan sebahagian warga masyarakat lainnya dalam pemilihan masih ditentukan oleh alasan pemberian.
Pada pemilu 2004, masih bisa sang politikus untuk mempolitisir masyarakat. Namun pada pemilu 2009, keadaan ini bisa berbalik, masyarakatlah yang mempolisir politikus.
Apakah praktik politik transaksional atau money politic akan berakhir? Francis Fukuyama sangat berkeyakinan putaran sejarah akan berakhir (the end of history).
Begitu pula dengan putaran sejarah praktik politik transaksional, wanipiro cepat atau lambat tentu akan berakhir seiring semakin cerdasnya pemilih.
Ada beberapa strategi untuk mempercepat berakhirnya praktik politik yang memperburuk kualitas citra demokrasi di negara kita, pertama adanya komitmen aktor politik membangun sistem politik bersih tanpa money politic.
Pada saat ini sedang berlangsung kampanye, marilah kita berikan pendidikan politik yang baik, cerdas, santun, beretika dan bermartabat kepada mayarakat, mengingat salah satu fungsi parpol adalah sebagai edukator politik.
Kedua, keberanian penyelenggara pemilu mendiskualifikasi caleg yang berani melakukan money politic.
Baru-baru ini untuk pertama kalinya kita menyaksikan keberanian KPU mendiskualifikasi parpol yang tidak melaporkan dana kampanye.
Kita tentunya menantikan keberanian KPU selanjutnya untuk mendiskualifikasi terhadap pelaku yang melakukan praktek transaksional atau money politic tersebut.
Ketiga, peran media mengekspos dan mempublikasikan caleg-caleg yang terlibat money politic. Media mempunyai posisi yang teramat strategis untuk memantau money politic.
Sama halnya seperti keberanian media mempublikasikan daftar hitam anggota DPR yang mangkir dalam rapat paripurna. Keempat, memperkuat legitimasi regulasi yang mengatur dan memberikan sanksi kepada pelaku money politic. Hal ini sangat penting sebagai upaya untuk menghentikan praktik money politic.
Kelima, pernyataan komitmen (pakta integritas) dari caleg bersedia didiskualifikasi apabila yang bersangkutan melakukan money politic.
Hal ini merupakan komitmen atau pernyataan pribadi bersedia menghukum dirinya sendiri apabila terbukti melakukan money politic.
Keenam, peran dan pressure kelompok di luar lingkaran politik, seperti fatwa MUI yang telah mengeluarkan fatwa haram bagi yang melakukan money politic.
Ketujuh, peningkatan pengawasan Bawaslu dan Panwaslu terhadap penyelenggaraan pemilu.
Apabila Bawaslu dan Panwalu menemukan praktik politik transaksional, wanipiro dan money politic, maka lembaga ini jangan ragu mengajukan rekomendasi diskualifikasi kepada KPU terhadap pelaku yang melakukan praktik politik yang tidak fair tersebut.
Kedelapan, memberikan gaji dan tunjangan yang proporsional kepada legislator dan pejabat politik nantinya, sehingga mereka fokus melaksanakan tugas-tugasnya dan terhindar dari godaan praktek-praktek korupsi.
Kesembilan, untuk jangka panjang, perlu diberikan pendidikan politik kepada anak-anak muda, seperti para siswa sebagai pemilih pemula atau mahasiswa tentang bahaya dan dampak dari money politic.
Pemilu 2014 merupakan momentum yang sangat strategis untuk melahirkan para legislator dan pejabat politik yang menjadi agensi tumpuan harapan masyarakat untuk meraih kesejahteraan rakyat sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Tentunya kita sangat merindukan para legislator dan pejabat politik yang bersih, terhindar dari praktik transaksional, dagang sapi, wanipiro dan money politic.
Meskipun pemilu 2014 belum bersih dari praktik politik yang tidak baik itu, namun kami berkeyakinan cepat atau lambat, praktik politik itu akan berakhir, sebagaimana yang diyakini oleh Francis Fukuyama putaran sejarah akan berakhir, seiring munculnya pemilih cerdas.***(ak27)
Yurnalis Basri
Kepala Kantor Kesbang dan Politik Kabupaten Siak
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.