[ArtikelKeren] NEWS - Sebanyak 60 lebih naskah kuno Melayu yang berada di Museum Sang Nila Utama terpajang di sebuah lemari kaca dalam ruangan Kepala Museum, Yoserizal Zen.
Naskah yang terdiri dari naskah religi, kesehatan, peraturan perundang-undangan, bahasa dan sastra, serta ilmu tabib Melayu Riau dan juga pengasih itu tidak dipajangkan di ruang pameran induk.
Ini dikarenakan kondisinya yang memprihatinkan dan juga dikhawatirkan akan rusak apabila dipajang begitu saja tanpa ada perawatan dan pengamanan yang memadai.
Hal itu juga diakui, Kepala Museum Yoserizal Zen kepada Riau Pos, Kamis (6/2). Katanya sampai saat ini, museum tidak punya alat khusus untuk merawat dan menyimpan naskah-naskah tersebut.
Itulah sebabnya kesemua naskah di simpan di dalam lemari kaca dengan perawatan sederhana dan secara tardisional dengan diberi arang dan kopi.
"Akibat keprihatinan itulah, kita tidak memajang naskah di ruang pameran induk, alasannya takut rusak. Makanya dibawa ke sini. Terlebih lagi, kita tidak punya pengamanan yang bagus untuk menjaga koleksi yang ada di museum ini, semuanya serba terbatas,’’ kata Yoserizal sembari menambahkan pihak museum sebenarnya sudah mengajukan keperluan itu semua, namun belum terpenuhi.
Kata Yose, sebelumnya juga sudah pernah diajukan ruang penyimpanan yang layak dengan suhu yang sudah ditetapkan, ruang proses pengawetan yang ditetapkan.
"Memang kita perlu sekaligus, tapi kita tak punya. Sudah mengajukan berali-kali tapi belum dipenuhi. Jadi sekarang cuma bisa diantisipasi supaya tak disentuh orang,’’ jelasnya.
Ke semua naskah itu, dikatakan Yose, tinggal menunggu waktu saja untuk hancur seperti beberapa naskah lain yang sudah mulai menunjukkan ke arah itu.
Naskah dari daun lontar misalnya, tampak di dalam lemari kaca empat tingkat itu, sisi ke dua ujungnya mulai melapuk. Kata Yose, tingkat keasaman di Riau ini bisa menghancurkan tengkorak manusia apalagi kertas atau daun-daunan dan kulit kayu seperti bahan-bahan naskah tersebut.
Kondisi seperti ini juga menurut Yose diakibatkan kurangnya sumber daya manusia di Riau. Tidak adanya filolog, orang yang paham tentang naskah dan manuskrip.
Orang yang tahu tidak hanya tentang arti dan makna yang terkandung di dalam sebuah naskah akan tetapi juga tahu tentang bagaimana merawat naskah tersebut.
Namun demikian, upaya-upaya lain juga tetap dilakukan pihak museum. Misalnya dengan melakukan proses komputerisasi.
Artinya kesemua naskah yang ada setelah dipotret, dimasukkan ke dalam CD dalam bentuk file.
Musibah Kebudayaan
Manuskrip Melayu Riau penting terutama isi dan makna yang terkandung yang selama ini juga telah dilakukan berbagai upaya oleh Museum untuk dilakukan proses transletrasi atau penterjemahan.
Sehingga dengan demikian dapat pula memberikan pemahaman kepada setiap pengunjung yang datang terkait dengan naskah-naskah tersebut.
Tetapi kemudian, satu hal yang menjadi musibah apabila banyak naskah-naskah Riau yang dimiliki, dibeli oleh kolektor dan dijual ke luar negeri. ‘’Ini seringkali dan banyak sekali terjadi. Inilah yang namanya musibah kebudayaan itu,’’ kata Yoserizal.
Selama ini, kata Yose banyak sekali didengar bahkan ditemui naskah-naskah yang ada di kampung, kemudian dikumpul oleh kolektor dan dijual keluar negeri.
Naskah yang terdiri dari ilmu bahasa, kesehatan, dan lain sebagainya. Dicontohkan Yose, naskah tabib Melayu Riau berisikan bagaimana mendeteksi penyakit yang apabila diketahui penyakitnya maka ada ramuan di dalamnya tertera. (ak27)
Naskah yang terdiri dari naskah religi, kesehatan, peraturan perundang-undangan, bahasa dan sastra, serta ilmu tabib Melayu Riau dan juga pengasih itu tidak dipajangkan di ruang pameran induk.
Ini dikarenakan kondisinya yang memprihatinkan dan juga dikhawatirkan akan rusak apabila dipajang begitu saja tanpa ada perawatan dan pengamanan yang memadai.
Hal itu juga diakui, Kepala Museum Yoserizal Zen kepada Riau Pos, Kamis (6/2). Katanya sampai saat ini, museum tidak punya alat khusus untuk merawat dan menyimpan naskah-naskah tersebut.
Itulah sebabnya kesemua naskah di simpan di dalam lemari kaca dengan perawatan sederhana dan secara tardisional dengan diberi arang dan kopi.
"Akibat keprihatinan itulah, kita tidak memajang naskah di ruang pameran induk, alasannya takut rusak. Makanya dibawa ke sini. Terlebih lagi, kita tidak punya pengamanan yang bagus untuk menjaga koleksi yang ada di museum ini, semuanya serba terbatas,’’ kata Yoserizal sembari menambahkan pihak museum sebenarnya sudah mengajukan keperluan itu semua, namun belum terpenuhi.
Kata Yose, sebelumnya juga sudah pernah diajukan ruang penyimpanan yang layak dengan suhu yang sudah ditetapkan, ruang proses pengawetan yang ditetapkan.
"Memang kita perlu sekaligus, tapi kita tak punya. Sudah mengajukan berali-kali tapi belum dipenuhi. Jadi sekarang cuma bisa diantisipasi supaya tak disentuh orang,’’ jelasnya.
Ke semua naskah itu, dikatakan Yose, tinggal menunggu waktu saja untuk hancur seperti beberapa naskah lain yang sudah mulai menunjukkan ke arah itu.
Naskah dari daun lontar misalnya, tampak di dalam lemari kaca empat tingkat itu, sisi ke dua ujungnya mulai melapuk. Kata Yose, tingkat keasaman di Riau ini bisa menghancurkan tengkorak manusia apalagi kertas atau daun-daunan dan kulit kayu seperti bahan-bahan naskah tersebut.
Kondisi seperti ini juga menurut Yose diakibatkan kurangnya sumber daya manusia di Riau. Tidak adanya filolog, orang yang paham tentang naskah dan manuskrip.
Orang yang tahu tidak hanya tentang arti dan makna yang terkandung di dalam sebuah naskah akan tetapi juga tahu tentang bagaimana merawat naskah tersebut.
Namun demikian, upaya-upaya lain juga tetap dilakukan pihak museum. Misalnya dengan melakukan proses komputerisasi.
Artinya kesemua naskah yang ada setelah dipotret, dimasukkan ke dalam CD dalam bentuk file.
Musibah Kebudayaan
Manuskrip Melayu Riau penting terutama isi dan makna yang terkandung yang selama ini juga telah dilakukan berbagai upaya oleh Museum untuk dilakukan proses transletrasi atau penterjemahan.
Sehingga dengan demikian dapat pula memberikan pemahaman kepada setiap pengunjung yang datang terkait dengan naskah-naskah tersebut.
Tetapi kemudian, satu hal yang menjadi musibah apabila banyak naskah-naskah Riau yang dimiliki, dibeli oleh kolektor dan dijual ke luar negeri. ‘’Ini seringkali dan banyak sekali terjadi. Inilah yang namanya musibah kebudayaan itu,’’ kata Yoserizal.
Selama ini, kata Yose banyak sekali didengar bahkan ditemui naskah-naskah yang ada di kampung, kemudian dikumpul oleh kolektor dan dijual keluar negeri.
Naskah yang terdiri dari ilmu bahasa, kesehatan, dan lain sebagainya. Dicontohkan Yose, naskah tabib Melayu Riau berisikan bagaimana mendeteksi penyakit yang apabila diketahui penyakitnya maka ada ramuan di dalamnya tertera. (ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.