Oleh :
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Sama seperti musim-musim hujan sebelumnya, kali ini musim hujan juga membawa dampak buruk, bukan hanya di Riau, tetapi juga di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam .
Pada saat seperti sekarang ini, cuaca sering membawa bencana.
Di penghujung tahun 2013, simak saja serangan angin topan Haiyan di Filipina yang menyebabkan ribuan warga meninggal dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal.
Ancaman cuara buruk bukan hanya terjadi Indonesia, juga terjadi di negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, atau Filipina yang semusim dengan Indonesia.
Hanya, masalahnya, bencana alam yang terjadi di Indonesia kadang penanganannya kurang baik, sehingga selalu meminta korban jiwa serta materi yang amat banyak dan kerugian yang sangat besar.
Seolah bencana yang menimpa Nusantara cenderung makin buruk dari waktu ke waktu. Akibat yang di-timbulkan juga sering lebih negatif dan memiliki implikasi luas terhadap jiwa manusia dan lingkungan.
Kalau demikian, adakah sesuatu yang terjadi secara amat luar biasa di Indonesia itu terkait dengan ancaman bencana yang akibat buruknya telah memeras tenaga, pikiran, materi, serta meminta amat banyak korban jiwa?
Barangkali yang mau dibeber terkait de-ngan begitu mudahnya bencana terjadi di Indonesia yang meminta banyak korban, antara lain, adalah keseriusan untuk menyadari dan memahami perubahan lingkungan yang tergolong buruk.
Ketika isu-isu internasional global terkait dengan global warming (pemanasan global) mencuat sebagai agenda kerja bersama antarbangsa, kita terkesan tak cukup serius menanggapinya dengan kerja-kerja nyata tentang penyelamatan lingkungan, ekosistem, serta temperatur bumi yang terus mengancam keselamatan bersama.
Simak saja, misalnya, belum banyak re-gulasi politik atau kebijakan nasional yang secara nyata teruji untuk menyelamatkan bumi, ekologi, dan lingkungan sosial.
Memang ada kampanye nasional, tapi tidak teragendakan menjadi kerja-kerja penyadaran yang berimplikasi konkret bagi perubahan perilaku warga agar lebih ramah dan tidak ''kolonialis'' terhadap bumi beserta isinya di sekitar mereka.
Sudah tahu kalau merusak hutan berakibat pada gundulnya hutan yang membuat tanah mudah longsor, toh tidak banyak upaya untuk menghentikannya.
Perambahan hutan, eksploitasi isi hutan, serta pengubahan fungsi lahan terus berlangsung sistematis.
Karena itu, sebagai balasannya, air hujan yang jatuh dari langit di berbagai kawasan tak memiliki penyangga. Sebagai ongkos yang arus dibayar, si hujan dengan curah tinggi dan menjadi air bah itu harus mengiris lereng demi lereng perbukitan yang berbuah longsor.
Berikutnya, kekejaman manusia terhadap hutan dan lingkungan dibalas oleh bencana yang tidak kalah kejam. Yakni, setiap longsor harus meminta korban jiwa dalam jumlah amat besar.
Mungkin gejala itu dapat dipahami pula sebagai buta hati dan pikiran. Atau, begitu besarnya korban bencana tersebut mencerminkan kuda tuli.
Menurut pepatah, ''hanya kuda tuli yang terperosok pada jurang yang sama''. Tapi, apakah bangsa Indonesia memang seperti kuda tuli? Tidak tahulah.***(ak27)
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Sama seperti musim-musim hujan sebelumnya, kali ini musim hujan juga membawa dampak buruk, bukan hanya di Riau, tetapi juga di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam .
Pada saat seperti sekarang ini, cuaca sering membawa bencana.
Di penghujung tahun 2013, simak saja serangan angin topan Haiyan di Filipina yang menyebabkan ribuan warga meninggal dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal.
Ancaman cuara buruk bukan hanya terjadi Indonesia, juga terjadi di negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, atau Filipina yang semusim dengan Indonesia.
Hanya, masalahnya, bencana alam yang terjadi di Indonesia kadang penanganannya kurang baik, sehingga selalu meminta korban jiwa serta materi yang amat banyak dan kerugian yang sangat besar.
Seolah bencana yang menimpa Nusantara cenderung makin buruk dari waktu ke waktu. Akibat yang di-timbulkan juga sering lebih negatif dan memiliki implikasi luas terhadap jiwa manusia dan lingkungan.
Kalau demikian, adakah sesuatu yang terjadi secara amat luar biasa di Indonesia itu terkait dengan ancaman bencana yang akibat buruknya telah memeras tenaga, pikiran, materi, serta meminta amat banyak korban jiwa?
Barangkali yang mau dibeber terkait de-ngan begitu mudahnya bencana terjadi di Indonesia yang meminta banyak korban, antara lain, adalah keseriusan untuk menyadari dan memahami perubahan lingkungan yang tergolong buruk.
Ketika isu-isu internasional global terkait dengan global warming (pemanasan global) mencuat sebagai agenda kerja bersama antarbangsa, kita terkesan tak cukup serius menanggapinya dengan kerja-kerja nyata tentang penyelamatan lingkungan, ekosistem, serta temperatur bumi yang terus mengancam keselamatan bersama.
Simak saja, misalnya, belum banyak re-gulasi politik atau kebijakan nasional yang secara nyata teruji untuk menyelamatkan bumi, ekologi, dan lingkungan sosial.
Memang ada kampanye nasional, tapi tidak teragendakan menjadi kerja-kerja penyadaran yang berimplikasi konkret bagi perubahan perilaku warga agar lebih ramah dan tidak ''kolonialis'' terhadap bumi beserta isinya di sekitar mereka.
Sudah tahu kalau merusak hutan berakibat pada gundulnya hutan yang membuat tanah mudah longsor, toh tidak banyak upaya untuk menghentikannya.
Perambahan hutan, eksploitasi isi hutan, serta pengubahan fungsi lahan terus berlangsung sistematis.
Karena itu, sebagai balasannya, air hujan yang jatuh dari langit di berbagai kawasan tak memiliki penyangga. Sebagai ongkos yang arus dibayar, si hujan dengan curah tinggi dan menjadi air bah itu harus mengiris lereng demi lereng perbukitan yang berbuah longsor.
Berikutnya, kekejaman manusia terhadap hutan dan lingkungan dibalas oleh bencana yang tidak kalah kejam. Yakni, setiap longsor harus meminta korban jiwa dalam jumlah amat besar.
Mungkin gejala itu dapat dipahami pula sebagai buta hati dan pikiran. Atau, begitu besarnya korban bencana tersebut mencerminkan kuda tuli.
Menurut pepatah, ''hanya kuda tuli yang terperosok pada jurang yang sama''. Tapi, apakah bangsa Indonesia memang seperti kuda tuli? Tidak tahulah.***(ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.