Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Rabu, 04 Desember 2013

Ironi Pekan Kondom Nasional

Rabu, Desember 04, 2013 By Unknown No comments

Oleh : Ullan Pralihanta


[ArtikelKeren] OPINI - Baru saja seluruh dunia memperingati hari AIDS sedunia tanggal 1 Desember yang lalu. Tidak terkecuali di Indonesia.

Bersamaan dengan itu, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama Kemenkes (dalam hal ini Menkes Nafsiah Mboi ikut menjadi bagian dalam kegiatan ini) serta pihak sponsor DKT ( produsen kondom lokal ) menaja sebuah kegiatan yang bertajuk Pekan Kondom Nasional (PKN).

Sedikit informasi, Pekan Kondom Nasional merupakan program edukasi kesehatan yang dirancang dan diadakan sebagai salah satu bentuk kampanye pencegahan penyebaran penyakit HIV/AIDS serta IMS ( Infeksi Menular Seksual).

Sebuah program yang tentu saja sangat mulia karena penggiat berniat untuk menyelamatkan banyak orang dari virus-virus penyakit berbahaya yang dapat ditularkan melalui hubungan seks yang berisiko.

Namun sayangnya, program ini tidak disambut positif oleh hampir sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama orma-ormas Islam yang menentang keras diadakannya kegiatan yang berhubungan dengan program PKN tersebut.

Alhasil, kegiatan yang semula direncanakan akan berlangsung dari tanggal 1-7 Desember yang akan datang, terpaksa dihentikan pada tanggal 3 Desember.

Lantas, mengapa kegiatan yang sebenarnya bermanfaat ini dipeributkan secara massal? Padahal sejatinya, konseptor kegiatan ini bukanlah orang-orang bodoh.

Tentulah konseptor/ penggiat kegiatan tidak berpikir asal-asalan untuk menaja program ini. Mengingat tidak sedikit pula dana yang harus dikeluarkan untuk menyukseskan program Pekan Kondom Nasional itu sendiri.

Ketika dana yang dikeluarkan sudah cukup banyak, tapi nyatanya tidak efektif diterima masyarakat, tentu saja hal itu menjadi masalah besar yang patut direnungkan.

Di sini penulis berpendapat bahwa ketidakberhasilan program Pekan Kondom Nasional ini diberlangsungkan bukan karena tujuan dari program tersebut. Melainkan dari “kemasan” kegiatan yang di beberapa sisi nampak tidak tepat sehingga menuai kritikan tajam dari banyak pihak. Jika ditinjau dari apa saja ketidaktepatan itu, maka berikut penjabarannya satu per satu berdasarkan “kacamata” penulis:

Pertama, program mulia ini dikemas dengan acara pembagian kondom gratis. Sebenarnya tidak ada yang salah dari sebuah benda yang dinamakan kondom.

Ia sama halnya dengan alat kontrasepsi lain seperti spiral dan pil KB. Hanya saja, masyarakat majemuk di Indonesia bukan masyarakat yang bersifat terbuka dalam segala hal.

Termasuk hal-hal yang berhubungan dengan seks, baik dalam aktivitasnya maupun benda-benda pendukung aktivitas tersebut.

Dengan adanya bunyi “bagi-bagi kondom” gratis maka penggiat program ini dianggap mempermudah aktivitas perzinahan. Jika tadinya takut berhubungan seks bebas, setelah adanya pembagian kondom gratis maka ada anggapan seks bebas itu aman-aman saja.

Di satu sisi, kondom memang bermanfaat untuk mencegah penularan HIV/AIDS dan virus IMS. Bahkan tingkat keberhasilannya mencapai 99,9 persen (1 persen lagi adalah kemungkinan gagal fungsi jika kondom bocor).

Namun sayangnya, membagi-bagikan kondom gratis terlihat sebagai kegiatan buruk di sebagian besar masyarakat. Hal ini bisa jadi karena penyampaian informasi yang tidak matang mengenai kegunaan kondom, hubungan kondom dengan HIV/AIDS, serta tujuan PKN itu sendiri.

Ketika informasi yang diserap tersebut belum matang, tentu justru akan memunculkan tafsir bahwa penggiat secara tidak langsung melegalkan zina.

Sebaiknya, melalui program PKN inilah penggiat harus lebih giat lagi “berkoar-koar” tentang tujuan PKN dan mengapa kondom ini menjadi benda utama yang wajib diperkenalkan dalam penyelenggaraan PKN.

Kedua, tempat pembagian kondom yang tidak tepat. Dalam salah satu acara PKN yang didesas-desuskan, program ini akan dilakukan di beberapa universitas-universitas ternama di beberapa kota.

Di sini penulis menilai bahwa tidak ada salahnya jika penggiat ingin menebar informasi seputar kesehatan reproduksi, bahaya HIV/AIDS, dan IMS ke kampus-kampus.

Sebab, meskipun berstatus seorang terpelajar, pelaku seks bebas bisa berasal dari kalangan mahasiswa, berdasarkan riset yang dikemukakan oleh Prof Charles Surjadi selaku Koordinator Kesehatan Reproduksi Jaringan Epidomologi Nasional, mengungkapkan 15 persen dari 2.224 mahasiswa di 15 universitas di Indonesia telah melakukan hubungan seks bebas.

Dua persennya telah melakukan aborsi. Hanya saja ketidaktepatan itu terjadi ketika penggiat juga meneruskannya dengan pembagian kondom gratis.

Penggiat boleh saja tidak terbatas ingin berkampanye tentang bahaya HIV/AIDS dan IMS ke segela tempat yang diyakini berisiko, namun untuk kegiatan pembagian kondom gratisnya tetap harus pilah-pilih tempat. Sebab dikuatirkan kondom menjadi alat yang akan disalahgunakan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.

Ketiga, salah satu media yang digunakan dinilai kurang etis. Media apakah itu? Media transportasi yang digunakan penggiat dalam melaksanakan program ini.

Sebuah bus besar bergambar Julia Perez dalam pose “syur” diyakini menjadi salah satu penyebab tercetusnya keberatan publik atas program ini.

Jika pembagian kondom gratis saja dianggap sebagai pelegalan zina, ditambah pula mempertontonkan gambar-gambar erotis.

Tentu saja, sulit bagi masyarakat memaklumi bahwa sesungguhnya tujuan program PKN itu baik. Andaikata panitia menggunakan media-media yang tampak santun, tentu kegiatan ini akan terlihat lebih bermutu.

Sehingga asumsi masyarakat terhadap program PKN tidak melulu berhubungan dengan seks. Tapi juga program yang sarat ilmu pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan jiwa.

Ini pembelajaran besar untuk KPAN, Menkes, dan DKT dalam mengusung sebuah program ke depannya. Sebab tidak semua niat baik bisa berjalan mulus.

Selalu ada ironi yang akhirnya membuat suatu tujuan tidak tersampaikan dengan baik. Semoga program ini tetap berjalan di tahun depan, dengan syarat program dikemas dalam acara-acara yang tetap mengedepankan nilai-nilai kepatutan.***(ak27/rp)



Ullan Pralihanta
Alumni Fakultas Hukum Universitas Riau


0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN