[ArtikelKeren] HEALTH CONCERNS - Pengetahuan tentang Air Susu Ibu mungkin bukan hal baru pada
sebagian orang. Namun kenyataan berbicara, tidak semua masyarakat
mengetahui cara pemberian dan manfaat ASI. Kalaupun tahu, mereka belum
tentu bisa menerapkannya karena tersandung keyakinan masyarakat.
Hal inilah yang dirasakan Junari (33), warga desa Cempi Jaya,
Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Terbatasnya pengetahuan membuatnya tidak memberikan ASI eksklusif penuh
pada anak pertamanya. Anak sulungnya juga tidak menjalani inisiasi
menyusui dini (IMD) usai dilahirkan pada 2004 silam.
"Dulu waktu anak pertama saya melahirkannya di dukun. Saya tak
mengerti IMD atau ASI. Waktu habis melahirkan ASI saya belum keluar,
anak saya diberi nasi," kata Junari yang memiliki 3 buah hati ini.
Pemberian nasi dikarenakan anggapan bayi menangis karena lapar,
sehingga harus secepatnya diberi makan. Alih-alih ASI, putra sulung yang
diberi nama Ardiansyah Putra, justru mendapat nasi.
Selain pemberian nasi, ASI pertama yang keluar dari payudara Junari
juga harus dibuang. Tindakan ini dilatari keyakinan ASI pertama kotor
dan amis, karena warnanya yang kekuningan. Akibatnya ASI pertama
dianggap berkualitas buruk dan harus terus dibuang hingga warnanya
putih, seperti susu umumnya.
Padahal, warna kekuningan diakibatkan kandungan kolostrum pada ASI.
Kolostrum inilah yang menjadi kandungan khas ASI dan tidak ditemui pada
asupan lain, seperti nasi atau susu formula. Kolostrum berguna dalam
pembentukan sistem daya tahan tubuh (imun) bayi, sehingga tidak mudah
sakit karena infeksi karena virus, bakteri, atau organisme lainnya.
"Dulu saya tidak tahu ASI berguna untuk pembentukan kekebalan tubuh
bayi. Saya menjalankan apa yang diyakini orang tua sebelum saya.
Sehingga anak pertama saya minum ASI sambil makan nasi," kata Junari.
Akibatnya, anak pertama Junari tidak mendapat ASI eksklusif utuh.
Namun hal berbeda diterapkannya pada kelahiran putri kedua yang
diberi nama Nurlaelatun. Putri yang lahir pada 2006 mendapat asupan ASI
eksklusif selama 6 bulan, tanpa konsumsi selingan apapun. Setelah itu
dilanjutkan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) sambil meneruskan
ASI hingga usia 2 tahun. Sebelumnya Nurlaelatun menjalani IMD untuk
merangsang produksi ASI ibunya.
Dari dua anaknya, Junari melihat perbedaan yang dikarenakan
konsumsi ASI saat bayi. "Anak saya yang kedua lebih sehat, sedangkan
abangnya selalu kelihatan lemas dan mudah sakit. Keduanya juga bertinggi
sama, padahal seharusnya anak pertama lebih tinggi dibanding anak
kedua," kata Januri.
Bayi merupakan sasaran kedua yang harus diperhatikan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat setelah masalah gizi dan kematian ibu. Bayi yang
tidak mendapat ASI tidak tumbuh dengan baik. Sayangnya, tidak semua ibu
mengetahui dan bisa menerapkan pemberian ASI setiap hari.
"Setelah ibu sekarang saatnya bayi. Ada 4 program utama terkait
pemenuhan gizi bayi yaitu IMD, ASI, MP-ASI, dan meneruskan ASI hingga 2
tahun. Program ini sendiri sampai 2015 dan melibatkan masyarakat" kata
Community Development Officer Plan Indonesia, Nur Hasanah.
Pemberian ASI merupakan hal paling penting dalam pemenuhan gizi
bayi di tahun pertama. Walau grafik kematian bayi menunjukan penurunan,
namun program ini harus terus dilakukan dan dipertahankan.
Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu, angka kematian bayi
pada 2011 tercatat 29 kasus dari 5.008 kelahiran hidup (KH). Tahun 2012
jumlahnya menjadi 54 kasus dari 4.896 KH, dengan angka kematian bayi
(AKB) 11,0 per 1000 KH. Sampai Oktober 2013 jumlah kematian bayi menjadi
20 kasus dari 4.238 KH, dengan AKB 4,7 per 1000 KH. (Healthday News)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.