Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Senin, 16 September 2013

Hilangkan Dikotomi Daratan dan Pesisir

Senin, September 16, 2013 By Unknown No comments

Oleh : Amrizal


[ArtikelKeren] OPINI - Sebagai masyarakat Riau kita patut bersyukur, Pemilihan Gubernur Riau pada 4 September 2013 yang lalu berlangsung dengan tertib dan aman.

Kini setelah melihat rekapitulasi hasil Pilgubri dari sebagian besar KPU kabupaten/kota di Provinsi Riau akan terjadi dua putaran dikarenakan tidak ada pasangan calon yang memperoleh hasil di atas 30 persen.

Sebagai konsekuensi logis dari aturan hukum yang berlaku mengenai pilkada, maka tidak dapat tidak hal itu harus dilakukan demi membayar harga sebuah demokrasi.

Meskipun akibatnya perhelatan lima tahunan ini kembali harus menelan biaya yang tidak sedikit jumlahnya yang notabene sepenuhnya diambil dari dana APBD Provinsi Riau.

Berdasarkan hasil pengamatan sementara di lapangan, menjelang pelaksanaan Pilgubri putaran kedua ini telah beredar opini yang menyesatkan di kalangan masyarakat Riau pada umumnya bahwa pada Pilgubri sesi kedua kali ini akan terjadi “pertarungan” sengit antara Riau daratan dan Riau pesisir.

Entah siapa awalnya yang menciptakan opini ini, tapi yang jelas sudut pandang politik dikotomik itu sudah terbangun secara luas dan merata hampir di seluruh wilayah di Provinsi Riau.

Mulai dari kalangan akademisi, tokoh masyarakat sampai masyarakat awam sepertinya sepakat dengan cara pandang politik seperti itu.

Setelah melihat latar belakang dan sosok pasangan calon yang akan masuk pada putaran berikutnya, mereka beranggapan bahwa Calon Gubernur Riau 2013-2018 mendatang merupakan simbol yang merepresentasikan kawasan-kawasan tertentu.

Karena itu, tidak salah bila Pilgubri sesi kedua diasumsikan merupakan persaingan seru antara dua kawasan yang berbeda secara geografis.

Cara pandang dikotomik ini harus dihilangkan karena hal itu akan berpotensi menciptakan “perpecahan” di kalangan masyarakat Riau yang sejak awal sudah berikrar menjadi wilayah yang satu tidak kira apakah itu wilayah daratan maupun wilayah pesisir.

Paradigma politik seperti ini hampir bisa dipastikan akan membuat masyarakat terjebak pada isu-isu primordialisme dan sentimen kedaerahan masing-masing. Bila ini sampai terjadi berarti masyarakat Riau akan mundur jauh ke belakang.

Sudah sejak lama Riau terpolarisasi secara geo-politik seperti itu. Karena itu amat disayangkan sekali bila hal itu terulang kembali di tengah cita-cita masyarakat Riau untuk membangun paradigma politik modern dan terintegrasi.

Oleh karena itu, setiap orang Riau yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam Pilgubri putaran kedua nanti diharapkan ikut turun tangan untuk menetralisir isu murahan ini. Jangan lagi ada upaya yang sistematis dan terprogram untuk memasarkan gagasan politik primitif seperti itu. Kita sudah membayar mahal pesta demokrasi ini.

Alangkah ironis sekali bila hasilnya nanti ternyata membuat masyarakat Riau kembali terkotak-kotak sebagaimana di masa lalu. Perhelatan demokrasi lima tahunan ini harus dibangun dalam bingkai Riau yang satu, Riau yang berbudaya dan Riau yang agamis.

Pengkotak-kotakan wilayah secara geografis dalam rangka memenuhi tujuan-tujuan politik adalah suatu sikap dan perilaku orang Melayu yang tidak sehat dan kurang terpuji.

Siapapun yang terpilih nanti diharapkan dapat menaungi dan mengakomodir semua komponen dan wilayah yang ada di Provinsi Riau. Bukanlah merupakan semata-mata wakil dari kawasan tertentu saja.

Untuk itu, mari kita coba melihat persoalan politik ini secara objektif dan rasional. Mereka yang “bertarung” pada Pilgubri putaran kedua nantinya adalah putera-putera terbaik Provinsi Riau.

Mereka memberanikan diri untuk tampil memegang tampuk kekuasaan tertinggi di bumi Melayu ini artinya mereka sudah siap secara fisik dan mental untuk membangun Riau ke depan secara utuh dan terintegrasi. Karena itu dalam menentukan pilihan nantinya, lihatlah kapasitas pribadinya, pengalamannya, dan sejauhmana tingkat kemungkinan ia akan membuat Provinsi Riau lebih baik, maju dan terdepan pada masa yang akan depan.

Jangan lagi terjebak pada sikap sentimen kesukuan dan kedaerahan yang terlalu berlebih-lebihan. Primordialisme adalah sunatullah. Tapi bila terlalu ditonjolkan akan berbuah pada sektarianisme. Sektarianisme akan berujung pada sinisme sosial.

Paradigma politik yang cerdas dan modern harus dibangun. Isu-isu kedaerahan harus dikesampingkan. Yang harus “dijual” itu orangnya bukan asal daerahnya.

Yang harus dinilai itu programnya bukan duitnya. Yang harus dipegang itu “buktinya” bukan “cakapnya”. Wallah A’lam ***


Amrizal, Ketua Nahdlatul Ulama dan dosen STAI Bengkalis

Sumber : riaupos.co

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN