Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Sabtu, 31 Agustus 2013

Bunda Tanah Melayu, Warisan Kebudayaan dan Kemauan Politik

Sabtu, Agustus 31, 2013 By Unknown No comments

Bunda Tanah Melayu, Warisan Kebudayaan dan Kemauan PolitikOleh : Rida K Liamsi


(Revitalisasi Kerajaan Riau-Lingga)

[ArtikelKeren] OPINI - Tulisan ini merupakan pokok pikiran dari makalah yang penulis sampaikan pada seminar tentang Revitalisasi Kerajaan Riau-Lingga, di Tanjungpinang, Kamis (29/8) lalu.

Penulis menilai ada beberapa pokok pikiran yang penting untuk direnungkan dan dijadikan pertimbangan kebijakan ke depan bagi Lingga dan Provinsi Kepulauan Riau. Beberapa poin penting itu, di antaranya:

Pertama, klaim bahwa sebagai ”Bunda Tanah Melayu” dalam visi dan misi masa depan Lingga dan juga Kepulauan Riau, bukan tidak beralasan.

Paling tidak kawasan ini yang berada pada pusaran jatuh bangunnya Selat Malaka, adalah bahagian dari jatuh bangun sebuah imperium besar, yaitu imperium Melayu. Lebih 500 tahun.

Dimulai dari Bintan, lalu ke Singapura, Malaka, Johor, sampai berakhir di Lingga. Sebuah mata rantai sejarah politik, ekonomi, sosial dan kebudayaaan yang panjang yang diakui telah melahirkan salah satu tamaddun besar di dunia, yaitu tamaddun Melayu, di mana Lingga dan Kepulauan Riau telah ikut memberi warna bagi tamaddun besar tersebut, dan mewarisi jejak-jejak kebesarannya.

Kedua, memang tidak terdapat cukup banyak bukti fisik dan tinggalan sejarah untuk menandai jejak sejarah itu di Lingga maupun Kepulauan Riau, karena selain tidak terawat dan telah punah digerus waktu, juga karena ditelantarkan.

Tapi catatan-catatan tertulis dalam bentuk kronik, hikayat, dan naskah-naskah dan tulisan kajian lainnya, telah menunjukkan Lingga dan Kepulauan Riau berada dalam pusaran itu, berperan dan menentukan warna tamaddun tersebut sejak abad 14, dan lebih banyak bukti tertulis yang dapat dikumpulkan, menjelang akhir imperium tersebut, awal abad 19.

Dalam Hikayat Hang Tuah misalnya, ketika Malaka berada dalam puncak kebesarannya, Laksamana termasyhur itu, dikatakan pernah singgah ke Lingga, sebuah wilayah yang dianggap sebagai bahagian dari Kerajaan Malaka. Juga dalam Sejarah Melayu.

Di zaman Kerajaan Johor, beberapa sultannya, telah menjadikan Lingga sebagai salah satu tujuan dan ibukota sementara ketika menyingkir dari serbuan para musuh mereka (Kerajaan Aceh, Portugis, dan lainnya ).

Juga ketika era Riau-Lingga berperan sebagai pusat kekuasaan sendiri, sebuah kerajaan, sebagai salah satu penerus Malaka. Buku Sejarah Riau misalnya, memuat banyak informasi di sana, meskipun harus dibaca dengan hati-hati dan kritis.

Ketiga, banyak kawasan di pusaran Selat Malaka, sebagai bahagian dari imperium Melayu itu, yang memiliki kesadaran sejarah dan budaya, yang telah menjaga, merawat, dan mendaya gunakan warisan Imperium Melayu untuk menjadi bahagian dari kekuatan dan kebesaran mereka kini, khususnya dalam bidang sosial ekonomi sehingga jejak sejarah dan kebesaran imperium itu masih terasa dan berguna. Malaysia adalah yang paling piawai dan cerdas.

Di negara bagian Malaka misalnya , mereka bukan saja berani memaklumatkan sebagai ”kota sejarah”, tetapi menjadikan semua warisan sejarah mereka yang diberikan oleh imperium dan tamaddun Melayu itu sebagai warisan yang terus berbicara dan berperan, dan tidak terbiar menjadi batu, artifak bisu, atau naskah-naskah kuno dalam perpustakaan.

Festival Sungai Malaka misalnya, adalah bahagian dari tradisi untuk mengenang dan merawat ingatan tentang warisan sejarah ini. Bahkan terhadap warisan dari sang penjajahnya, Portugis dan Belanda.

Mereka mengibarkan bendera pariwisata sebagai jalan terhormat untuk memberi tempat bagi melawan kelupaan kepada sejarah.

Keempat, mengapa Kepulauan Riau, khususnya Lingga, kawasan yang paling akhir sebagai pewaris imperium itu, tidak menunjukkan kecerdasan yang memadai untuk memaknai warisan sejarah besar itu dan menjadikan warisan tersebut terus bersuara, terus hidup, dan memberi sumbangan-sumbangan baru yang kelak akan terus dikenang?

Inilah tragedi Indonesia, karena kealpaan dan ketegaan membiarkan warisan peradaban besar terlupakan, berkecai-kecai, terjadi hampir di mana-mana di negeri yang kita cintai ini .

Kita telah menyepakati bahwa kebudayaan Indonesia itu adalah kebudayaan yang terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah.

Dan puncak-puncak kebudayaan itu tampak megah, dan indah, bila kekuasaan yang melindungi, membesarkan serta memberi maknanya, adalah kekuasaan dari salah satu puncak kebudayaan yang ada.

Kebudayaan itulah yang selalu kelihatan menjulang, besar dan berkembang, karena memiliki sumber daya untuk membesarkananya.

Sedangkan puncak-puncak kebudayaan lain akan senantiasa kelihatan redup, jauh, karena tidak ada access power untuk membesarkannya.

Bahkan untuk mempertahankkanya dari keruntuhan zaman pun hampir tak berdaya. Itulah tragedi sentralistis, karena kekuasaan di daerah-daerah tidak berdaya, tidak memiliki cukup sumber untuk menjadikan sejarah dan warisannya sebagai sesuatu yang mulia dan berharga untuk masa depan.

Beruntunglah kemudian muncul era otonomi dan desentralisasi. Era yang memberi kekuasaan kepada para penguasa daerah untuk memutuskan mau diapakan artifak, naskah kuno, makam tua, dan jejak tamaddun yang tersisa itu untuk kepentingan masa depan daerahnya.

Beruntunglah Lingga, beruntunglah Kepulauan Riau, beruntunglah Riau, kawasan-kawasan yang menjadi tempat sisa-sisa terakhir tamaddun itu, yang memasukkan kesadaran sejarah dan kebudayaan itu sebagai visi dan misi pembangunan hari depan mereka.

Sebuah kesadaran politik, sebuah keputusan politik yang arif. Meskipun berat dan memerlukan waktu yang panjang, tetapi ini adalah modal yang sangat besar. Itulah yang dilakukan Malaysia di awal kemerdekaan mereka, diawal pembangunan ekonomi dan kebudayaan mereka.

Mereka telah memutuskan kemelayuan dan seluruh warisan sejarah dan tamaddunnya, menjadi harta dan modal utama mereka sebagai bangsa dan negera.

Dan mereka lebih cepat dan konsisten menjaga kemelayuan dan tamaddunnya, karena sejak awal mereka adalah negara federal, di mana negara-negara bagian mereka memiliki otonomi penuh, dan kekuasaan besar untuk menghitamputihkan warisan sejarah dan kebudayaan mereka.

Maka tak heran, sebuah gedung warisan portugis pun dirawat dan dijaga sebagai artifak sejarah. Makam-makam dijadikan objek wisata. Diberi bumbu legenda dan sejarah, dan lain-lain gimmic marketing wisata.

Bagaimana di Lingga dan Kepri? Banyak gedung warisan Belanda sudah jadi taman dan ruko. Fotonya saja sulit dicari. Makam-makam tua para peletak jejak sejarah Kerajaan Riau-Lingga, misalnya, nyaris punah. Lihatlah makam Sultan Ibrahim, pembangun pusat Pemerintahan Johor di Ulu Riau.

Sebentar lagi akan masuk ke dalam tongkang dan dijual sebagai biji aluminium. Zalim terhadap sejarah, zalim terhadap tamaddun, zalim terhadap masa depan.

Tak ada masa depan tanpa masa lampau, dan dari masa lampaulah kita belajar. Mengabaikan masa lampau, adalah kebodohan dan kesombongan manusia yang harus terus menerus dilawan. Bangsa yang mengabaikan sejarah, adalah bangsa yang bebal.

Kelima, bagaimana masa depan warisan imperium Melayu yang ada di Kepulauan Riau, khususnya di Lingga, Bintan, Penyengat, Batam dan lainnya agar tetap terus memberi makna dan sumbangan bagi masa depan pembangunan di kawasan ini? Bagaimana semangat Riau-Lingga itu tetap hidup dan memberi sumbangan yang baru bagi perdaban Melayu ke depan, paling tidak di Kepulauan Riau?

Belajarlah dari Malaysia, belajarlah dari Malaka, belajarlah cara dan politik memelihara dan menyelamatkan warisan perdababan. Belajar membangun sebuah kebijakan sosial ekonomi, berbasis warisan sejarah dan kebudayaan. Belajar membangun sektor wisata dari mata rantai sejarah.

Hanya ada dua sektor penting pembangunan ekonomi dunia ke depan: Yakni pariwisata dan teknologi, karena kedua-duanya bersumber dari kreativitas, sumber kehidupan kemanusiaan yang tak pernah kering. Sumber daya yang menjadikan manusia beradab dan mewariskan kebudayaannya.

Semakin kreatif sebuah bangsa, semakin hebat dan cemerlang mereka. Kedua sektor ini adalah bahagian dari kreativitas yang tak mengenal krisis.

Kedua sektor ini tak mengenal habis dan terus menerus bisa diperbaharui. Yang diperlukan hanya: Kesadaran politik dan Kemauan Politik.

Dan Kepri dan Lingga sudah ada kedua-duanya karena sudah dituangkan dalam Perda dan menjadi visi dan misi. Tuhfat an Nafis, Gurindam XII, masjid dari telur dan lainnya, itu lahir dari kesadaran politik dan kemauan politik penguasa Riau Lingga ketika itu, dan kita mewarisi dengan bangga.

Warisan sejarah itu lahir dari proses kreativitas di sebuah pulau kecil yang tak diperhitungkan dalam bentangan nusantara yang berpuluh ribu pulau.

Apa yang kita hasilkan secara historis dan menumental dari sana sekarang? Mungkin sebuah Centre of Excelent (Pusat Keunggulan Intelektual), yang menjadi pusat kajian dan kreativitas intelektual untuk menghasilkan konsep-konsep, gagasan dan pikiran-pikiran cemerlang bagi masukan para penguasa dan kekuasaan di Kepulauan Riau, Lingga, Bintan, dan lainnya dalam menjalankan kebijakannya untuk mewariskan masa depan kebudayaan dan ekonomi yang cemerlang.

Paling tidak untuk mengenang kecerdasan para elit politik zaman Kerajaan Riau-Lingga dulu yang mendirikan Rusdiyah Club, sebagai simbol dari pusat keunggulan dan pemikiran Riau-Lingga ketika itu.

Dari lembaga inilah pemberontakan kultural Riau Lingga melawan Belanda dimulai dan digerakkan. Paling tidak, Centre of Excelent itu untuk mengenang Kepahlawanan Megat Sri Rama.

Kalau dia tidak mendurhaka dan membunuh Sultan Mahmud II, maka belum tentu ada Kerajaan Riau-Lingga itu, karena Kerajaan Johor belum tentu akan pindah ke Ulu Riau lagi, belum tentu akan pindah ke Lingga, belum tentu akan berakhir tragis di Pulau Penyengat.

Pendurhakaan Megat Sri Rama itu, bukan hanya soal membunuh sultan, tapi lebih dari itu adalah sebuah proses keputusan sejarah. Maka, belajarlah dari masa lampau, dan jangan zalim terhadap sejarah.***


Rida K Liamsi, Budayawan Melayu

Sumber : riaupos.co

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN