Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Sabtu, 25 Januari 2014

Revolusi Kebudayaan Melayu

Sabtu, Januari 25, 2014 By Unknown No comments

Oleh : Elviriadi


[ArtikelKeren] OPINI - Sudah menjadi sunnatullah kehidupan tercipta berpasangan, sekaligus kadang berlawanan. Ada jahat dan baik. Sparta dan Athena. Musa dan Fir’aun. Membangunkan jati diri kebudayaan dan meruntuhkan nilai kebudayaan –kesejarahan.

Jika ditarik ke belakang, Riau pun pernah punya gerakan membangun jati diri kebudayaan yang bernama Rusydiah Club, pernah juga tenggelam dalam ritualitas tanpa makna. Rusydiah, agaknya terambil dari kata Ibnu Rusyd, yang menghidupkan peradaban Qordoba (Spanyol) dan Baghdad dengan cahaya ilmu.

Di belahan lain, puak Melayu rantau Asia Tenggara terpesona dengan Tahafut al Falasifah dan Kitab Ihya Ulummudin yang concern pada metafisik dan kesyahduan zauq, seraya meninggalkan Iqbal, Abduh dan Jamualuddin Al Afgani.

Maka sejak 1819 Rusdyah Club berkumandang hingga awal abad 20, sayup-sayup Riau kontemporer terdesak arus globalisasi yang bersendikan nafsu kapitalisme, yang membonceng serta budaya pengidolaan harta benda.

Lama-lama fenomena kapitalisme ini menjadi semacam ideologi yang diikuti bersama, bahkan mungkin menjangkiti kalangan pekerja kebudayaan.

Proses pembentukan gerakan “menyembah duit” semacam ini diringkas Tan Malaka dengan istilah Madilog ( Materialisme, Dialektika, Logika).

Materi dan harta benda yang mengepung, merasuki, menyusup di pikiran, menggusur nilai kezuhudan dan kesederhaan orang Melayu.

Ia menggumpal menjadi dialektika, perlawanan pemikiran di alam minda, timbangan akal budi, halal dan haram, dan akhirnya bermuara jua kepada “logika” .

Ya, logika yang memenangkan materialisme sebagai panglima hidup, gaya baru manusia Melayu. Cita rasa borjuasi Melayu. Maka, terdengarlah kisah leluasa penguasa menggusur halaman bermain markas sastra budaya di tanah ni.

Di antara dua kutub itulah, sesungguhnya “ruang hidup” kebudayaan Melayu Riau masih terbuka. Ketika kebudayaan Melayu diberi makna transformasi, bertenaga kembali, untuk memelopori peradaban masa depan negeri dengan satu kata kunci; idealisme suci.

Idealisme suci itulah mata air yang terus memancar, dian yang tak kunjung padam, karya tanpa pamrih, autodidak mencapai tunak, dan rela berkorban untuk menghidup-hidupkan kembali tradisi yang hilang.

Hanya dengan idealisme yang berenergi itu jua, dinamika pewacanaan masa depan Melayu, yang hendak kita jadikan kapal induk dari semua ide, arus informasi, dan kekuataan-kekuatan diskursus, sehingga mencungkil nilai-nilai keagungan, kebenaran dan pengetahuan ke-Rusydiah Club-an itu dijulang kembali.

Adapun orientasi juang jangka pendek ala kaum Gila Madilog, baik yang bermastautin dalam iklan pembodohan politik, pemerintahan penuh dusta, budayawan yang terjangkiti kuman hedonistis, cukuplah kita berikan resep Sigmund Freud, neurosis ambang bawah sadar (lihat 4 jilid buku Freud The Interpretation of Dream).

Atau need to power ala Friedrich Nietzsche; mereka berhasrat benar pada kuasa, karena mengagumi kekuasaan itu sebagai tanda psikis disorder ejaculation, kaum terjajah Belanda dan Jepang.

Dengan demikian, kerja kebudayaan atau kesusasteraan, mau tidak mau melangkah melampaui “mitos”. Mitos sastra untuk sastra, seni untuk seni, puisi untuk puisi.

Tetapi seiring dengan imbauan transformasi tadi, maka sastra dan tradisi berdialog para pemikir kebudayaan harus dapat mempenetrasi publik.

Memancarkan pencerahannya secara masif, keluar dari dunia di atas awan bin menara gading. Lalu memerobos kabut masyarakat awam yang terus dirundung pembodohan para gila Madilog ataupun hegemoni politik.

Lebih dari itu, gerakan ini harus dapat memberikan penyadaran sejarah. Pengumuman sejarah, manifesto sejarah. Membangun rasionalitas masyarakat sebagaimana Eropa tersentak dengan renaissance dan aufklarung.

Bahwa Riau adalah anak kandung tradisi yang membesarkannya, melambungkan nama Riau Lingga, sebagai pusat ilmu pengetahuan yang mengagumkan dunia di kala dulu.

Dan, menyumbangkan lingua franca sebagai bahasa Indonesia, bahasa yang kinipun terancam oleh intrusi bahasa pinggiran yang rancu.

Memberi ruang hidup kebudayaan Melayu melalui diskursus itu berarti memfungsikan kembali kiprah kebudayaan dan kesusasteraan sebagai energi perubahan total.

Apakah Riau perlu perubahan? Saya hampir sampai pada kesimpulan, bahwa Riau hari ini, jika melihat pengaruh sang rival beratnya; budaya pragmatis materialistis yang kian menggila itu, seakan memukul mundur Riau ke The Dark Middle Age di Eropa Abad ke 8 Masehi dahulu.

Abad-abad gelap yang menghanguskan rasionalitas masyarakat Eropa di bawah kediktatoran gereja, demokrasi bertabur uang, dan pemimpin Melayu yang dangkal kualitas kemelayuannya.

Riau memerlukan Martin Luther King Melayu, atau Hang Jebat from Meranti bin Merana, yang menggugat stagnasi lembaga kebudayaan, perguruan tinggi, komunitas ilmiah, dan mereka yang mengaku berada di shaf pekerja kultural.

Sudah lama kita kehilangan pikiran-pikiran segar, pemikiran futurologis, dan perdebatan konseptual yang mengairahkan. Jika demikian tantangan besar yang sedang dihadapi dalam row of material penggerakan visi Melayu hari esok, maka secepat dan semendesak mungkin, harus ada tesis peradaban untuk Riau.

Sekurang-kurangnya hipotesis, untuk mengukur sudah sejauhmana dan apa yang sedang terjadi dalam kesinambungan tradisi visioner dari masa lalu ke masa kini.

Tesis peradaban itu baru dapat dikemukakan apabila diskursus yang bertungku dan bertumpu pada idealisme suci itu mampu menghidupkan tradisi.

Tradisi yang demikian, akan merumuskan secara jernih neo-interpretasi atas realitas gejala permukaan dan hakikat kebudayaan Melayu kekinian, termasuk sastra, kepengarangan dan kesenian.

Bila demikian, di tahun 2014 ini, gerak kebudayaan Riau dan nusantara ini tidak boleh lagi hanya mempertahankan identitas dan ritualitasnya, tanpa bergerak mencari tesis peradabannya hari ini. Jika kebudayaan —yang dijela penguasa melalui visi Riau 2020 itu— bertahan di atas singgasana “takuk lama”, maka siap-siaplah merayakan intervensi kubu gila Madilog, kaum kapitalis-penguasa yang memang menghegemoni apa saja yang eksis di tengah masyarakat.

Dengan demikian, berarti kebudayaan sebagai paradigma besar, telah mengambil kembali kedudukannya sebagai kapal induk perjalanan visi masyarakat dan bangsa.

Bukan parsialitas dan sub ordinitas yang setara dengan bidang politik, ekonomi, Hankam dan “anak buah” penguasa yang ditunggu sedekahnya tiap tahun melalui APBD. Dialog, diskusi sastra, pemaparan makalah, perecupan ide, perdebatan ilmiah, pertelegahan konsep masa depan, itulah syarat-syarat cultural untuk sampai kepada tesis peradaban untuk Riau.

Syarat-syarat cultural itu bila telah semakin terbangun, maka kedudukan pengetahuan, sastra dan kemajuan berpikir semakin “jelita”.

Kejelitaan dan pesona gerakan sosio budaya itu, akan bersanding dan bertanding dengan “agama” para gila Madilog.

Kompetisi itu tidak saja penting, tetapi diperlukan dan dirindukan bila kita dan Riau ini hendak kembali kepada kejayaan dan kecemerlangan tradisi yang pernah melegenda.

Itulah mungkin yang hendak di capai dalam visi Riau 2020 yang merisaukan itu.***(ak27)



Elviriadi, Dosen UIN Suska, Pembina Gerakan Masa Depan Indonesia (GMDI)


http://ak27protect.blogspot.com

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN