Oleh :
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Kita, masyarakat Bumi Lancang Kuning kembali harus bersiap-siap menerima bencana yang sudah seperti musim rambutan dan durian.
Datangnya, pasti. Namun mirisnya, tidak bisa memprediksi dampaknya baik terhadap harta, benda maupun nyawa manusia.
Lampu merah, layak diberikan pada kondisi negeri ini. Seperti yang ditulis koran ini kemarin, bahwa banjir yang melanda Kota Pekanbaru saja sudah mencapai atap.
Koran ini sudah memaparkan beberapa fakta, bahwa ini diakibatkan oleh meluapnya Sungai Siak dan ditambah dengan kondisi pasang keling.
Melihat kondisi ini, tentu daerah yang dialiri Sungai Siak tinggal menunggu waktu untuk menerima dampaknya. Begitu juga dengan beberapa daerah yang dialiri Sungai Rokan, Sungai Kampar dan Sungai Indragiri.
Sebuah tipikal demokrafi yang mengharuskan daerah ini berpeluang terjadi banjir, jika terjadi musim hujan dengan debet air tinggi.
Setakat ini, beberapa masalah yang selalu muncul ketika banjir adalah: Pertama, persoalan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan catchment area (daerah tangkapan air).
Persoalan tidak seimbangnya faktor pengendali air ini, sangat erat hubungannya dengan tidak seimbangannya lahan hutan, yang ideal untuk mengendalikan dampak banjir. Dilihatlah kondisi hutan Riau saat ini.
Kedua, tanggul-tanggul sungai yang sudah dibuat untuk mengendalikan banjir, sudah tidak berfungsi maksimal seiring dengan bertambahnya waktu.
Jika suatu wilayah sudah terjadi banjir, padahal sudah terdapat sarana untuk pengendali banjir sebelumnya, namun masih banjir, maka dapat dipastikan sistem pengendali banjir perlu dikaji dan diperbaiki kembali.
Ketiga, korban dan pengungsi. Faktor utama untuk penanggulangan banjir adalah, perlakuan untuk pengungsi dan korban yang harus disegerakan.
Jika korban sedikit, tentu dengan cepat bisa diatasi, namun, jika terjadi korban banyak dan secara bersamaan, tentu ini perlu penanganan ekstra.
Keempat, apakah bulan depan atau tahun depan banjir lagi? Prediksi dan ramalan seperti ini terus dilontarkan oleh masyarakat dan pengamat. Namun kenyataanya, banjir tetap dinilai sebagai musibah.
Sebagai negara yang sangat dekat dengan negara maju, seperti Singapura, seharusnya, media massa sebagai corong informasi, tidak lagi menulis, korban ini belum mendapat bantuan, masyarakat mengungsi terlunta-lunta beberapa hari dan mencari-cari sebab, agar banjir yang terjadi ini memang karena musibah.
Artinya, masyarakat diminta memaklumi dan menerima dengan tabah, karena ini adalah cobaan dari Tuhan.
Seharusnya, era reaktif sudah ditinggalkan oleh para pihak yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap negeri ini. Era preventif yang didukung oleh data dan teknologi, haruslah mulai dikembangkan.
Sehingga dengan kondisi alam apapun yang terjadi di negeri ini, dengan cepat dapat dicegah dan paling tidak masyarakat siap, karena sudah mendapat informasi akurat, kapan harus bertindak dengan cepat dan tepat jika suatu waktu banjir terjadi di kawasan tempat tinggal mereka.
Tentu kita semua berharap, persoalan banjir ini akhirnya menjadi kebiasaan, sehingga lama-lama menjadi imun dalam diri dan pikiran kita. Sehingga jika banjir terjadi, membuat kita tak peduli dan apatis.***(ak27)
Datangnya, pasti. Namun mirisnya, tidak bisa memprediksi dampaknya baik terhadap harta, benda maupun nyawa manusia.
Lampu merah, layak diberikan pada kondisi negeri ini. Seperti yang ditulis koran ini kemarin, bahwa banjir yang melanda Kota Pekanbaru saja sudah mencapai atap.
Koran ini sudah memaparkan beberapa fakta, bahwa ini diakibatkan oleh meluapnya Sungai Siak dan ditambah dengan kondisi pasang keling.
Melihat kondisi ini, tentu daerah yang dialiri Sungai Siak tinggal menunggu waktu untuk menerima dampaknya. Begitu juga dengan beberapa daerah yang dialiri Sungai Rokan, Sungai Kampar dan Sungai Indragiri.
Sebuah tipikal demokrafi yang mengharuskan daerah ini berpeluang terjadi banjir, jika terjadi musim hujan dengan debet air tinggi.
Setakat ini, beberapa masalah yang selalu muncul ketika banjir adalah: Pertama, persoalan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan catchment area (daerah tangkapan air).
Persoalan tidak seimbangnya faktor pengendali air ini, sangat erat hubungannya dengan tidak seimbangannya lahan hutan, yang ideal untuk mengendalikan dampak banjir. Dilihatlah kondisi hutan Riau saat ini.
Kedua, tanggul-tanggul sungai yang sudah dibuat untuk mengendalikan banjir, sudah tidak berfungsi maksimal seiring dengan bertambahnya waktu.
Jika suatu wilayah sudah terjadi banjir, padahal sudah terdapat sarana untuk pengendali banjir sebelumnya, namun masih banjir, maka dapat dipastikan sistem pengendali banjir perlu dikaji dan diperbaiki kembali.
Ketiga, korban dan pengungsi. Faktor utama untuk penanggulangan banjir adalah, perlakuan untuk pengungsi dan korban yang harus disegerakan.
Jika korban sedikit, tentu dengan cepat bisa diatasi, namun, jika terjadi korban banyak dan secara bersamaan, tentu ini perlu penanganan ekstra.
Keempat, apakah bulan depan atau tahun depan banjir lagi? Prediksi dan ramalan seperti ini terus dilontarkan oleh masyarakat dan pengamat. Namun kenyataanya, banjir tetap dinilai sebagai musibah.
Sebagai negara yang sangat dekat dengan negara maju, seperti Singapura, seharusnya, media massa sebagai corong informasi, tidak lagi menulis, korban ini belum mendapat bantuan, masyarakat mengungsi terlunta-lunta beberapa hari dan mencari-cari sebab, agar banjir yang terjadi ini memang karena musibah.
Artinya, masyarakat diminta memaklumi dan menerima dengan tabah, karena ini adalah cobaan dari Tuhan.
Seharusnya, era reaktif sudah ditinggalkan oleh para pihak yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap negeri ini. Era preventif yang didukung oleh data dan teknologi, haruslah mulai dikembangkan.
Sehingga dengan kondisi alam apapun yang terjadi di negeri ini, dengan cepat dapat dicegah dan paling tidak masyarakat siap, karena sudah mendapat informasi akurat, kapan harus bertindak dengan cepat dan tepat jika suatu waktu banjir terjadi di kawasan tempat tinggal mereka.
Tentu kita semua berharap, persoalan banjir ini akhirnya menjadi kebiasaan, sehingga lama-lama menjadi imun dalam diri dan pikiran kita. Sehingga jika banjir terjadi, membuat kita tak peduli dan apatis.***(ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.