Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Rabu, 13 November 2013

Karut Marut Tata Kelola Migas

Rabu, November 13, 2013 By Unknown No comments

Oleh : Yusri Usman


[ArtikelKeren] OPINI - Instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seputar percepatan produksi minyak dan gas bumi (Migas) nasional, rupanya hanya dianggap sebagai angin lalu oleh para petinggi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), khususnya Direktur Jenderal Migas (Dirjen Migas).

Inpres No 2/ 2012 yang dirilis pada 10 Januari 2012 itu sebenarnya sudah sangat jelas yaitu meminta agar segala birokrasi berbelit dan ruwet di seputar pengelolaan migas dipangkas habis, sehingga bisa mendukung pencapaian lifting minyak 1 juta barel per hari.

Saat ini produksi minyak nasional hanya sekitar 750 ribu - 800 ribu barel per hari dan dalam 15 tahun terakhir terus mengalami penurunan.

Pada 15 tahun lalu, Indonesia masih bisa memproduksi minyak hingga 1,6 juta barel per hari dan menjadi salah satu negara pengekspor minyak (OPEC).

Namun kini, produksi migas Indonesia memble, dan menjadikan negara ini masuk dalam kelompok negara-negara pengimpor minyak, karena produksi nasional jauh di bawah keperluan.

Dalam mata rantai pengelolaan migas di Indonesia, Dirjen Migas adalah garda terdepan. Dirjen Migas adalah pihak yang mendapat kuasa dari pemerintah untuk menyelenggarakan tender blok Migas.

Dari tender inilah akan ketemu kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang kelak akan melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas itu. Pekerjaan KKKS ini diatur dan diawasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas).

Dalam praktiknya, proses tender blok Migas itu berlangsung tidak fair dan tidak transparan. Dugaan adanya kongkalikong atau main mata untuk memenangkan perusahaan migas yang diingini pun mengemuka.

Dugaan ini bukan isapan jempol semata. Beberapa kasus tender blok Migas bisa menjadi rujukan betapa dugaan permainan itu amat gamblang. Setidaknya ada empat contoh besar terkait dugaan adanya permainan tender blok Migas itu.

Yang pertama penunjukan Mandiri Oil sebagai pengelola Blok Sembilang di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Sembilang adalah blok Migas di perairan lepas pantai Kepri.

Blok ini sebelumnya dikelola oleh ConocoPhilips dan habis kontrak pada 2010. Dirjen Migas kemudian menunjuk PT Mandiri Oil melalui proses joint study sebagai operator blok tersebut pada 14 September 2010 silam.

Namun sudah tiga tahun ini, tidak ada aktivfitas apapun di blok tersebut. Ini jelas mempengaruhi lifting minyak nasional dan berpotensi merugikan negara.

Padahal, sejak 2007 silam, PT BUMD Kepri sudah mengajukan diri untuk proses joint study itu. BUMD Kepri sudah menggandeng Bhakti Investama yang memiliki kemampuan finansial dan teknis.

Permohonan sejak 2007 itu dicuekin dan Dirjen Migas malah menunjuk Mandiri Oil tanpa adanya transparansi di dalamnya. Dalam pertemuan antara BUMD Kepri dengan Dirjen Migas yang menanyakan seputar keputusan itu —saya juga ikut dalam pertemuan itu—hanya dijelaskan tentang first come first serve.

Lalu apa artinya upaya BUMD Kepri yang sudah sejak 2007 mengajukan diri. Bukankah justru BUMD Riau yang datang lebih dulu. Pada Oktober lalu kasus Blok Sembilang ini sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Yang kedua kasus Blok Marlen Natuna. Proses lelang melalui penawaran langsung dengan pola joint study telah dilaksanakan pada 27 November 2012 yang diikuti dua perusahaan yaitu PT Cakra Nusa Darma dan PT Mitra Energy Limitied.

Namun hingga saat ini (sekitar 12 bulan) belum ada kejelasan siapa yang ditunjuk sebagai operatornya.

Yang ketiga adalah lelang reguler blok CBM (coal bed methane) di wilayah Sumatera yaitu blok CBM Air Ogan I, Air Ogan II, dan Melak-Mendung.

Lelang yang diikuti 15 perusahaan ini sudah dilakukan pada Februari 2012 silam, namun hingga kini (1 tahun 8 bulan) belum diumumkan pemenangnya.

Yang keempat adalah adalah lelang 7 blok Migas (West Asri, Bengara II, Masalima, NE Sepanjang, Seringapatam I, Seringapatam II dan Wanapiri).

Proses lelang yang diikuti 10 perusahaan ini sudah dilakukan pada 19 Februari 2013. Namun hingga kini (sekitar 8 bulan), belum ada pengumuman, padahal dalam dokumen lelang disebutkan bahwa pengumuman akan dirilis pada 19 Maret 2013.

Ketidakjelasan tender Blok Migas seperti saya contohkan itu sama saja dengan menciptakan ketidakpastian hukum bagi calon investor peserta lelang.

Ini juga merugikan investor yang dananya terlalu lama diblokir di bank untuk menerbitkan bid bond signature bonus. Selain itu pastinya juga menghambat program pemerintah untuk mendongkrak lifting minyak dan berpotensi merugikan negara.

Suatu hal yang sangat mengelitik akal sehat kita sikap pejabat migas dalam proses akan berakhirnya pengelolaan blok Mahakam 2017 yang lebih berpihak kepada perusahan Total daripada Pertamina, bahkan blok Masela yang akan berakhir kontrak PSC tahun 2028 dan menurut Peraturan Pemerintah No 35/ 2004 di pasal 28 disebutkan bahwa baru bisa diperpanjang 10 tahun sebelum berkahirnya kontrak PSC, selambat-selambatnya dua tahun, malah Dirjen Migas Ir Edy Hermantoro menyatakan akan mencari celah hukumnya agar dalam waktu dekat blok Masela dapat diperpanjang sampai 2058, sementara itu Blok Siak yang akan berakhir 27 November 2013 menurut Wamen ESDM dan Direktur Hulu Ditjen Migas baru akan dievaluasi dan dicari aturan hukumnya untuk proses perpanjangan kontrak PSC apakah tetap diberikan kepada Chevron atau Pertamina,ini adalah kebijakan aneh bin ajaib.

Hasil Tender di SKK Migas Cacat Hukum

Tak hanya di Dirjen Migas, carut marut tata kelola migas juga terjadi di SKK Migas. Sebagaimana diketahui, pada 13 November 2012 lalu Mahkamah Konstitusi (MK) sudah membuat putusan tentang pembubaran badan hukum BP Migas yang diatur dalam UU No 22/ 2001 tentang Migas, karena bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

Untuk menjamin kelangsungan kegiatan hulu migas, menurut MK perlu diatur pengalihan tugas dan fungsi pengendalian dan pengawasan kegiatan hulu migas itu.

Pemerintah merespon putusan MK itu dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 95/ 2012 pada 13 November 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan dan Fungsi Kegiatan Minyak dan Gas Bumi.

Selanjutnya Presiden mengeluarkan Perpres No 9/ 2013 pada 10 Januari 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas.

Adapun bentuk organisasinya Presiden meminta Menteri ESDM menetapkan peraturan menteri ESDM tentang organisasi dan tata kerja satuan kerja khusus pelaksanaan kegiatan hulu Migas. Hingga kemudian terbentuklah SKK Migas.

Namun setelah saya membaca dan mengevaluasi, ada ketidakberesan yang berlangsung di SKK Migas selama ini. SKK Migas telah melakukan kegiatan ilegal. Kenapa?

Sebab selama ini SKK Migas masih menggunakan sebagian Pedoman Tata Kerja (PTK) yang merupakan produk BP Migas. Sedangkan BP Migas sudah bubar pasca putusan MK.

Dalam peraturan yang diterbitkan Menteri ESDM yang menjadi payung hukum keberadaan SKK Migas juga tak ada ketentuan yang tetap memberlakukan PTK BP Migas.

Sehingga penggunaan PTK BP Migas dalam kegiatan operasional SKK Migas adalah tanpa dasar hukum. Ini juga berarti, aktivitas SKK Migas yang berdasarkan PTK Migas adalah ilegal.

Fakta tentang penggunaan PTK BP Migas sebagai dasar operasional SKK Migas itu antara lain terlihat jelas di website SKK Migas pada bagian regulasi (SOP) dan info lelang.

Sebagai contoh, untuk lelang periode 25 Oktober hingga November 2013. Ada empat PTK yang disebutkan dan digunakan sebagai dasar lelang, tiga di antaranya adalah PTK BP Migas.

PTK BP Migas yang dipakai oleh SKK Migas itu adalah PTK Rantai Suplai Kontraktor Kerjasama Nomor 007 Revisi-II/PTK/2011 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, infonya belakangan sudah direvisi pada Apri tahun 2013l; PTK Rantai Suplai KKKS buku II Nomor 007-Revisi I/PTK/IX/2009 tentang Pedoman Pengalolaan Aset dan PTK Pengelolaan Rantai Suplai KKKS nomor 007/PTK/IV/2004 tentang Pedoman Kepabeanan.

Contoh yang saya sebutkan itu menunjukkan kesembronoan Pimpinan SKK Migas dalam menjalankan tugasnya. Mereka patut dipertanyakan kompetensi dan integritasnya dalam melakukan tugas operasional yang strategis dan menyangkut kekayaan negara.

Akibat kesembronoan Pimpinan SKK Migas itu,sebahagian kegiatan hulu migas di Indonesia secara hukum menjadi ilegal.

Dengan demikian, negara tak lagi memiliki kewajiban untuk membayar kontrak lelang pengadaan barang dan jasa di SKK Migas maupun di semua KKKS. Sebaliknya, tak ada kewajiban KKKS untuk memenuhi kewajibannya. ***



Yusri Usman
Pemerhati Kebijakan Energi Nasional


0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN