Oleh : Ibrahim Muhammad
[ArtikelKeren] OPINI - Penulis tertarik sekaligus tergelitik membaca opini Machasin berjudul; PNS, Pintu Rezeki Paling Sempit, Riau Pos (17/9) lalu yang materinya sarat kritikan.
Beberapa poin yang cukup penting direnungkan antara lain, untuk mendapatkan pekerjaan sebagai PNS orang nekad membayar puluhan bahkan ratusan juta sementara gaji bulanan PNS nominalnya hanya sekitar tiga jutaan.
Karena itu, tulis Machasin, tak usah ngotot jadi PNS lantaran pintunya sempit, satu formasi diperebutkan ribuan calon pelamar.
Disebutkan juga, orangtua baru merasa berhasil kalau anaknya bekerja sebagai PNS, di luar itu dianggap pekerjaan kelas dua. Meski PNS hidupnya bagaikan robot yang terus menerus menjalankan aktivitas rutin, tapi kerjanya ringan, pakaiannya necis, masa depannya dan keluarganya dijamin pemerintah, status sosialnya terangkat, tak ada target produksi, gampang minjam uang ke bank.
Bahkan jika PNS tadi memegang suatu jabatan dan melakukan kegiatan dinas, dapat perlakuan istimewa sampai-sampai urusan tidur pun diistimewakan.
Namun sebaliknya, bangsa kita akan bangkit manakala banyak wirausaha baru, karena negeri kita perlu wirausaha sebanyak-banyaknya. Kiat mengatasi pengangguran adalah menanamkan jiwa wirausaha sejak dini, begitu kata kuncinya Machasin.
Habis? belum. Opini Machasin muncul lagi berjudul “Memercik Api Wirausaha dari Kampus” Riau Pos (1/10) dengan penekanan yang sama.
Berdasarkan data BPS pengangguran tingkat sarjana tercatat 1,22 juta atau 14,24 persen dari total angka pengangguran nasional.
Serjana menganggur lantaran mental yang tak kuat jadi wirausaha, sebaliknya mereka rela mengeluarkan uang ratusan juta demi masuk PNS, begitu Machasin menulis.
Siapapun tentu mengakui, tulisan Machasin itu sangat-sangat bagus, sarat idealisme dan bernuansa perubahan sekaligus kritik positif konstruktif.
Namun, sayang beribu kali sayang kapasitasnya laksana setetes air dalam gemuruh gelombang kehebohan berjuta-juta orang saat ini yang antre berkompetisi masuk PNS.
Menurut hemat penulis, sepanjang pemerintah dan DPR tidak merevisi UU tentang PNS pastilah ambisi para sarjana makin menggebu-gebu agar diterima sebagai PNS.
Bahkan secara radikal muncul paradigma, terlalu pandirlah dan terlalu bodoh sarjana yang menolak jadi PNS sekarang ini. Kendati mayoritas orangtua sarjana-sarjana yang dilahirkan kampus hari ini, bukanlah PNS, melainkan petani, pekebun, pedagang, nelayan, buruh pabrik tapi anak mereka tak sudi lagi mewarisi pekerjaan demikian lantaran ambisi mereka jadi PNS yang sangat menggebu-gebu.
Kenapa bisa begitu? Paling tidak ada sejumlah faktor paling signfikan. Bahwa anjuran untuk berwiraswasta saat ini tak lebih dari dendang penyenyak tidur.
Karena, tampil sebagai wiraswasta harus ditopang modal kuat. Jika modal pas-pasan lalu memilih wiraswasta kakilima atau pengrajin kecil-kecilan risikonya kalau tak diburu Satpol PP tentulah digiling lumat konglomerat pemodal. Bagaimana kalau memang ada sertifikat tanah yang dapat diagunkan ke bank?
Bila memiliki tanah yang dapat diagunkan ke bank, risikonya tak pula kecil. Cobalah datangi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Lelang (KPKNL) lalu tengok di situ daftar panjang tanah yang disita negara gara-gara si-peminjam bangkrut.
Kemudian menerobos ruang pekerjaan sektor swasta juga tak mudah. Bila ijazah dan skill hanya pas-pasan, silahkan jadi buruh yang penghasilannya takkan maju-maju walau berpuluh tahun bekerja.
Tak bisa disangkal, jelaslah ruang pekerjaan yang keren dan elegant tentulah jadi karyawan swasta, tapi pintu masuknya jangan dikira gampang.
Harus aktif berbahasa Inggeris dan Mandarin, menguasai seluk beluk laptop, memiliki SIM dan usia tak lebih dari 25 tahun, syarat lain,berpengalaman kerja minimal tiga tahun. Namun jangan dianggap pekerjaan tersebut tak rawan dari gempa dan taufan.
Sebab, Anda sewaktu-sewaktu bisa dipecat akibat faktor X, atau terpaksa berhenti gara-gara perusahaan tutup. Entah sudah berapa banyak perusahaan tekstil, perbankan, penerbangan, industri manufaktur, kontraktor yang tutup dalam 10 tahun terakhir. Nah, jika perusahaan bisa terancam bangkrut, negara takkan pernah dan takkan mungkin bangkrut.
Tak dapat tidak, masuk PNS adalah pilihan paling mantap karena banyak keuntungannya. Yakni berbeda dengan persepsi Machasin yang menyebutkan pintu rejeki PNS itu sangat sempit, faktanya pintu korupsi PNS itu sangat-sangat luas. Korupsi terkecil seperti mempersulit warga mengurus surat-surat.
PNS yang terlibat korupsi hukumannya amat ringan, mungkin cuma dimutasi paling tinggi diproses hukum dan setelah itu si-PNS aktif lagi bekerja.
Padahal, jika bekerja selaku pegawai swasta lalu ketahuan korupsi, langsung dipecat dan diborgol polisi serta wajib mengembalikan uang korupsi itu. Tak sedikit pegawai swasta yang akhirnya harus kehilangan rumah, pekerjaan, bahkan cerai dari isteri gara-gara nekad korupsi!
Lebih aneh lagi, seorang wiraswasta takkan mungkin berperan sebagai PNS, sebaliknya PNS sah-sah saja berperan sebagai wiraswasta. Tak percaya?
Cobalah telisik cermat di mana gerangan PNS usai apel pagi? Kalau hanya minum kopi di warung, itu sih kecil.
Cukup banyak PNS itu yang justeru mengurusi usahanya, mulai dari resto kecil-kecilan hingga ruko dan urusan aneka proyek. Membuktikannya tentu tidak sulit. Tanya saja pada tetangga, kenalan, kerabat dan koneksi si PNS.
Adapun tampil mewah dan mentereng, sudah jadi kodrat setiap insan. Namun, bagi wirausaha sungguh tak mudah mencapainya.
Berpuluh tahun mereka ke sawah atau mendorong gerobak, jangankan beli mobil untuk beli ban mobil saja tak sanggup. Tapi PNS? kendaraan plat merah selalu menunggu, paling tidak menanti dulu lima tahun sampai lelang kendaraan plat merah diumumkan.
Soal rumah? Jangankan membangun rumah mewah, acapkali terjadi wirausaha diusir pemilik rumah lantaran menunggak uang sewa.
Dalam pada itu terkait jam kerja PNS cuma masuk kantor hanya sekitar 200 hari saja setelah dipotong Sabtu, Ahad, tanggal merah, dinas luar, sakit demam dan sebagainya.
Padahal wiraswasta bekerja 360 hari dalam setahun, solusi terbaik adalah revisi UU tentang PNS masa kerja PNS jangan lagi seumur hidup, tapi batasi 10 tahun saja (kecuali posisi profesional seperti guru, dosen dan dokter) dan tanpa pensiun.
Sehingga tercapai unsur pemerataan, artinya banyak pengangguran sarjana yang akan dapat pekerjaan sekaligus bisa pula menikmati pundi-pundi APBN/APBD.
Kalau PNS korupsi jangan dimasukkan penjara tapi kembalikan uang hasil korupsi itu dua kali lipat, sebagai efek jera. Bila hal itu diberlakukan, insya Allah pasti banyak yang berpikir seribu kali dulu untuk melamar jadi PNS.
Sekaligus pula bisa tercapai harapan Machasin serta harapan banyak orang di negeri ini, agar para sarjana sebagai intelektual dan ilmuan tidak lagi terfokus menjadi PNS, melainkan mereka memperkuat sektor swasta dan bisnis dengan ilmu pengetahuan yang mereka miliki.***
Ibrahim Muhammad
Peminat masalah sosial
[ArtikelKeren] OPINI - Penulis tertarik sekaligus tergelitik membaca opini Machasin berjudul; PNS, Pintu Rezeki Paling Sempit, Riau Pos (17/9) lalu yang materinya sarat kritikan.
Beberapa poin yang cukup penting direnungkan antara lain, untuk mendapatkan pekerjaan sebagai PNS orang nekad membayar puluhan bahkan ratusan juta sementara gaji bulanan PNS nominalnya hanya sekitar tiga jutaan.
Karena itu, tulis Machasin, tak usah ngotot jadi PNS lantaran pintunya sempit, satu formasi diperebutkan ribuan calon pelamar.
Disebutkan juga, orangtua baru merasa berhasil kalau anaknya bekerja sebagai PNS, di luar itu dianggap pekerjaan kelas dua. Meski PNS hidupnya bagaikan robot yang terus menerus menjalankan aktivitas rutin, tapi kerjanya ringan, pakaiannya necis, masa depannya dan keluarganya dijamin pemerintah, status sosialnya terangkat, tak ada target produksi, gampang minjam uang ke bank.
Bahkan jika PNS tadi memegang suatu jabatan dan melakukan kegiatan dinas, dapat perlakuan istimewa sampai-sampai urusan tidur pun diistimewakan.
Namun sebaliknya, bangsa kita akan bangkit manakala banyak wirausaha baru, karena negeri kita perlu wirausaha sebanyak-banyaknya. Kiat mengatasi pengangguran adalah menanamkan jiwa wirausaha sejak dini, begitu kata kuncinya Machasin.
Habis? belum. Opini Machasin muncul lagi berjudul “Memercik Api Wirausaha dari Kampus” Riau Pos (1/10) dengan penekanan yang sama.
Berdasarkan data BPS pengangguran tingkat sarjana tercatat 1,22 juta atau 14,24 persen dari total angka pengangguran nasional.
Serjana menganggur lantaran mental yang tak kuat jadi wirausaha, sebaliknya mereka rela mengeluarkan uang ratusan juta demi masuk PNS, begitu Machasin menulis.
Siapapun tentu mengakui, tulisan Machasin itu sangat-sangat bagus, sarat idealisme dan bernuansa perubahan sekaligus kritik positif konstruktif.
Namun, sayang beribu kali sayang kapasitasnya laksana setetes air dalam gemuruh gelombang kehebohan berjuta-juta orang saat ini yang antre berkompetisi masuk PNS.
Menurut hemat penulis, sepanjang pemerintah dan DPR tidak merevisi UU tentang PNS pastilah ambisi para sarjana makin menggebu-gebu agar diterima sebagai PNS.
Bahkan secara radikal muncul paradigma, terlalu pandirlah dan terlalu bodoh sarjana yang menolak jadi PNS sekarang ini. Kendati mayoritas orangtua sarjana-sarjana yang dilahirkan kampus hari ini, bukanlah PNS, melainkan petani, pekebun, pedagang, nelayan, buruh pabrik tapi anak mereka tak sudi lagi mewarisi pekerjaan demikian lantaran ambisi mereka jadi PNS yang sangat menggebu-gebu.
Kenapa bisa begitu? Paling tidak ada sejumlah faktor paling signfikan. Bahwa anjuran untuk berwiraswasta saat ini tak lebih dari dendang penyenyak tidur.
Karena, tampil sebagai wiraswasta harus ditopang modal kuat. Jika modal pas-pasan lalu memilih wiraswasta kakilima atau pengrajin kecil-kecilan risikonya kalau tak diburu Satpol PP tentulah digiling lumat konglomerat pemodal. Bagaimana kalau memang ada sertifikat tanah yang dapat diagunkan ke bank?
Bila memiliki tanah yang dapat diagunkan ke bank, risikonya tak pula kecil. Cobalah datangi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Lelang (KPKNL) lalu tengok di situ daftar panjang tanah yang disita negara gara-gara si-peminjam bangkrut.
Kemudian menerobos ruang pekerjaan sektor swasta juga tak mudah. Bila ijazah dan skill hanya pas-pasan, silahkan jadi buruh yang penghasilannya takkan maju-maju walau berpuluh tahun bekerja.
Tak bisa disangkal, jelaslah ruang pekerjaan yang keren dan elegant tentulah jadi karyawan swasta, tapi pintu masuknya jangan dikira gampang.
Harus aktif berbahasa Inggeris dan Mandarin, menguasai seluk beluk laptop, memiliki SIM dan usia tak lebih dari 25 tahun, syarat lain,berpengalaman kerja minimal tiga tahun. Namun jangan dianggap pekerjaan tersebut tak rawan dari gempa dan taufan.
Sebab, Anda sewaktu-sewaktu bisa dipecat akibat faktor X, atau terpaksa berhenti gara-gara perusahaan tutup. Entah sudah berapa banyak perusahaan tekstil, perbankan, penerbangan, industri manufaktur, kontraktor yang tutup dalam 10 tahun terakhir. Nah, jika perusahaan bisa terancam bangkrut, negara takkan pernah dan takkan mungkin bangkrut.
Tak dapat tidak, masuk PNS adalah pilihan paling mantap karena banyak keuntungannya. Yakni berbeda dengan persepsi Machasin yang menyebutkan pintu rejeki PNS itu sangat sempit, faktanya pintu korupsi PNS itu sangat-sangat luas. Korupsi terkecil seperti mempersulit warga mengurus surat-surat.
PNS yang terlibat korupsi hukumannya amat ringan, mungkin cuma dimutasi paling tinggi diproses hukum dan setelah itu si-PNS aktif lagi bekerja.
Padahal, jika bekerja selaku pegawai swasta lalu ketahuan korupsi, langsung dipecat dan diborgol polisi serta wajib mengembalikan uang korupsi itu. Tak sedikit pegawai swasta yang akhirnya harus kehilangan rumah, pekerjaan, bahkan cerai dari isteri gara-gara nekad korupsi!
Lebih aneh lagi, seorang wiraswasta takkan mungkin berperan sebagai PNS, sebaliknya PNS sah-sah saja berperan sebagai wiraswasta. Tak percaya?
Cobalah telisik cermat di mana gerangan PNS usai apel pagi? Kalau hanya minum kopi di warung, itu sih kecil.
Cukup banyak PNS itu yang justeru mengurusi usahanya, mulai dari resto kecil-kecilan hingga ruko dan urusan aneka proyek. Membuktikannya tentu tidak sulit. Tanya saja pada tetangga, kenalan, kerabat dan koneksi si PNS.
Adapun tampil mewah dan mentereng, sudah jadi kodrat setiap insan. Namun, bagi wirausaha sungguh tak mudah mencapainya.
Berpuluh tahun mereka ke sawah atau mendorong gerobak, jangankan beli mobil untuk beli ban mobil saja tak sanggup. Tapi PNS? kendaraan plat merah selalu menunggu, paling tidak menanti dulu lima tahun sampai lelang kendaraan plat merah diumumkan.
Soal rumah? Jangankan membangun rumah mewah, acapkali terjadi wirausaha diusir pemilik rumah lantaran menunggak uang sewa.
Dalam pada itu terkait jam kerja PNS cuma masuk kantor hanya sekitar 200 hari saja setelah dipotong Sabtu, Ahad, tanggal merah, dinas luar, sakit demam dan sebagainya.
Padahal wiraswasta bekerja 360 hari dalam setahun, solusi terbaik adalah revisi UU tentang PNS masa kerja PNS jangan lagi seumur hidup, tapi batasi 10 tahun saja (kecuali posisi profesional seperti guru, dosen dan dokter) dan tanpa pensiun.
Sehingga tercapai unsur pemerataan, artinya banyak pengangguran sarjana yang akan dapat pekerjaan sekaligus bisa pula menikmati pundi-pundi APBN/APBD.
Kalau PNS korupsi jangan dimasukkan penjara tapi kembalikan uang hasil korupsi itu dua kali lipat, sebagai efek jera. Bila hal itu diberlakukan, insya Allah pasti banyak yang berpikir seribu kali dulu untuk melamar jadi PNS.
Sekaligus pula bisa tercapai harapan Machasin serta harapan banyak orang di negeri ini, agar para sarjana sebagai intelektual dan ilmuan tidak lagi terfokus menjadi PNS, melainkan mereka memperkuat sektor swasta dan bisnis dengan ilmu pengetahuan yang mereka miliki.***
Ibrahim Muhammad
Peminat masalah sosial
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.