[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia, Prof Mahfud MD dan pakar hukum tata negera dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Prof I Gede Panca Astawa dalam sebuah wawancaranya menyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) berada pada posisi rawan, karena godaan yang dihadapi para hakim konstitusi sangat banyak, dalam menangani sengketa Pilkada. Dalam kondisi, MK tidak ada pengawasnya, maka bencana tinggal menunggu waktu.
‘’Meski ada KY yang mengawasi seluruh hakim, termasuk hakim agung MA dan hakim MK. Tapi kewenangan KY itu dipangkas sendiri oleh MK. Ketika sebuah institusi tidak ada yang mengawasi, ya tinggal menunggu waktu manusia-manusianya menyelewengkan kewenangan,’’ kata mantan Ketua MK ini.
Lebih tegas I Gede menyatakan bahwa selama ini terkesan bahwa sembilan hakim MK itu seperti ”wakil Tuhan” di dunia. Padahal mereka juga manusia, bukan malaikat, yang tak luput dari godaan-godaan.
Melihat kondisi MK ini, I Gede juga khawatir kondisi serupa terjadi pada KPK, karena saat ini tidak ada yang berwenang mengawasi KPK.
‘’Jadi tinggal tunggu waktu. Buktikan omongan saya. Karena KPK isinya juga manusia-manusia, yang diberi kewenangan besar tanpa ada yang mengawasi. Tinggal menunggu waktu bertindak sewenang-wenang,’’ katanya.
Tertangkapnya Akil Mochtar telah membuktikan bahwa pernyataan dua pakar tata negara ini, sudah terbukti. Paling tidak, langkah hukum —jangka pendek— segera dilakukan pemerintah, dan reformasi konstitusi —jangka panjang— harus segera dilakukan, termasuk soal KPK yang tidak ada lembaga resmi yang mengawasinya.
Dalam mengembalikan kepercayaan publik terhadap eksistensi MK saat ini, paling tidak ada beberapa tindakan yang patut diambil pemerintah. Pertama, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) harus segera diteken Presiden SBY.
Sebab, isinya yaitu Persyaratan Hakim Konstitusi, Proses Penjaringan dan Pemilihan Hakim Konstitusi, dan Pengawasan Hakim Konstitusi, jelas akan mengembalikan kredibilitas MK.
SBY menjelaskan, dalam menyusun Perppu tersebut, pihaknya melibatkan para menteri terkait, serta pakar hukum tata negara. Tujuannya, agar isi Perppu tersebut tepat dan sesuai undang-undang yang berlaku.
Kedua, pendapat pakar hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Maherndra patut untuk direspon, yaitu mengembalikan penanganan sengketa Pemilukada, kepada pengadilan tinggi yang bisa diselesaikan di masing-masing provinsi, sehingga hakim konstitusi kerjanya lebih sedikit dan fokus pada pengujian undang-undang saja.
Ketiga, momentum penyelesaian. Harus disadari bahwa tindakan pemerintah beriringan dengan momentum, karena rencana pengeluaran Perppu itu tidak muncul setelah Akil tertangkap, tapi jauh ketika MK memangkas kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi MK.
Tertangkapnya Akil, sudah dapat dikatakan bahwa kondisi dalam darurat, sehingga keluarnya Perppu sudah sangat mendesak dan Presiden tidak akan dikatakan melanggar UU Dasar 45.
Kita berharap, Perppu MK yang akan diteken Presiden SBY ini awal dari pembenahan institusi-intitusi resmi negara yang selama ini hanya diawasi oleh Tuhan.
Dan yang terpenting, pemerintah jangan kehilangan momentum untuk berbenah. Jika tidak sekarang, kapan lagi. Semoga.***
‘’Meski ada KY yang mengawasi seluruh hakim, termasuk hakim agung MA dan hakim MK. Tapi kewenangan KY itu dipangkas sendiri oleh MK. Ketika sebuah institusi tidak ada yang mengawasi, ya tinggal menunggu waktu manusia-manusianya menyelewengkan kewenangan,’’ kata mantan Ketua MK ini.
Lebih tegas I Gede menyatakan bahwa selama ini terkesan bahwa sembilan hakim MK itu seperti ”wakil Tuhan” di dunia. Padahal mereka juga manusia, bukan malaikat, yang tak luput dari godaan-godaan.
Melihat kondisi MK ini, I Gede juga khawatir kondisi serupa terjadi pada KPK, karena saat ini tidak ada yang berwenang mengawasi KPK.
‘’Jadi tinggal tunggu waktu. Buktikan omongan saya. Karena KPK isinya juga manusia-manusia, yang diberi kewenangan besar tanpa ada yang mengawasi. Tinggal menunggu waktu bertindak sewenang-wenang,’’ katanya.
Tertangkapnya Akil Mochtar telah membuktikan bahwa pernyataan dua pakar tata negara ini, sudah terbukti. Paling tidak, langkah hukum —jangka pendek— segera dilakukan pemerintah, dan reformasi konstitusi —jangka panjang— harus segera dilakukan, termasuk soal KPK yang tidak ada lembaga resmi yang mengawasinya.
Dalam mengembalikan kepercayaan publik terhadap eksistensi MK saat ini, paling tidak ada beberapa tindakan yang patut diambil pemerintah. Pertama, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) harus segera diteken Presiden SBY.
Sebab, isinya yaitu Persyaratan Hakim Konstitusi, Proses Penjaringan dan Pemilihan Hakim Konstitusi, dan Pengawasan Hakim Konstitusi, jelas akan mengembalikan kredibilitas MK.
SBY menjelaskan, dalam menyusun Perppu tersebut, pihaknya melibatkan para menteri terkait, serta pakar hukum tata negara. Tujuannya, agar isi Perppu tersebut tepat dan sesuai undang-undang yang berlaku.
Kedua, pendapat pakar hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Maherndra patut untuk direspon, yaitu mengembalikan penanganan sengketa Pemilukada, kepada pengadilan tinggi yang bisa diselesaikan di masing-masing provinsi, sehingga hakim konstitusi kerjanya lebih sedikit dan fokus pada pengujian undang-undang saja.
Ketiga, momentum penyelesaian. Harus disadari bahwa tindakan pemerintah beriringan dengan momentum, karena rencana pengeluaran Perppu itu tidak muncul setelah Akil tertangkap, tapi jauh ketika MK memangkas kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi MK.
Tertangkapnya Akil, sudah dapat dikatakan bahwa kondisi dalam darurat, sehingga keluarnya Perppu sudah sangat mendesak dan Presiden tidak akan dikatakan melanggar UU Dasar 45.
Kita berharap, Perppu MK yang akan diteken Presiden SBY ini awal dari pembenahan institusi-intitusi resmi negara yang selama ini hanya diawasi oleh Tuhan.
Dan yang terpenting, pemerintah jangan kehilangan momentum untuk berbenah. Jika tidak sekarang, kapan lagi. Semoga.***
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.