Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Rabu, 02 Oktober 2013

Quo Vadis Pancasila Sakti

Rabu, Oktober 02, 2013 By Unknown No comments

Oleh : Eka Azwin Lubis


 
[ArtikelKeren] OPINI - Tanggal 1 Oktober 1965 merupakan hari penuh sejarah dalam perjalanan hidup bangsa Indonesia karena kesaktian ideologi bangsa, Pancasila benar-benar teruji.

Ketika ada pihak yang coba mengubah dasar negara Pancasila, maka nyawapun siap dipertaruhkan oleh segenap bangsa Indonesia seperti yang dilakukan oleh para pahlawan revolusi yang gugur akibat komitmen mereka dalam mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

Namun dewasa ini, agaknya konsistensi bangsa Indonesia dalam menjaga dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, mulai mengalami degradasi Kita akan coba membahas sejauh mana nilai-nilai Pancasila yang masih terimplementasi secara utuh, dan sejauh mana nilai-nilai Pancasila yang hanya dipahami dan diamalkan secara parsial oleh bangsa Indonesia.

Nilai ketuhanan merupakan hakikat dalam butir pertama pancasila sebagai cerminan dari kehidupan bangsa Indonesia yang mengaku bertuhan dan percaya akan segala ketentuan Tuhan termasuk dalam menjalankan roda pemerintahan.

Indonesia merupakan negara yang masih tetap menjujung asas negara yang tidak bisa dipisahkan dengan agama, sehingga banyak aturan negara yang dibuat melalui tinjauan filosofis agama.

Tokoh-tokoh agama masih memiliki peran sentral dalam sistem negara ini sehingga kerap dilibatkan dalam mengambil kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah. Ini merupakan jawaban betapa negara ini tidak bisa lepas dari sisi-sisi rohani yang didasari nilai-nilai ketuhanan.

Pertanyaannya adalah apakah semua bangsa Indonesia masih konsisten untuk memegang teguh nilai-nilai ketuhanan secara mutlak sebagaimana yang diajarkan dalam agamanya masing-masing.

Jawabnya sungguh memprihatinkan karena nilai ketuhanan sudah terkoyak dalam kehidupan bangsa Indonesia. Satu contoh adalah bagaimana mungkin orang-orang yang mengaku bertuhan mampu memarjinalkan sesama manusia dikarenakan memiliki perbedaan agama atau perbedaan aliran agama.

Bukankah Tuhan memerintahkan setiap umatnya untuk saling menghargai dan tetap cinta kedamaian dalam menjalankan kehidupan yang plural ini.

Ironisnya hal tersebut belum tentu dilakukan oleh orang-orang di negara komunis yang jelas-jelas tidak mengadopsi nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan berbangsanya namun menjunjung tinggi makna persatuan dan persaudaraan meskipun memiliki latarbelakang yang berbeda.

Nilai kemanusiaan merupakan substansi dari butir kedua Pancasila yang menjadi acuan bagi bangsa Indonesia untuk senantiasa mengedepankan nilai-nilai kemanusian di tengah perbedaan yang ada.

Hakikat hidup manusia tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun karena itu merupakan hak fundamental yang harus dilindungi dan tidak boleh dihilangkan.

Persoalan kembali muncul manakala kita bertanya apakah nilai kemanusiaan masih tertanam kuat dalam sanubari setiap bangsa Indonesia.

Masih seputar dominasi mayoritas dan tirani minoritas yang akan menjadi jawaban bahwa nilai kemanusiaan itu sesungguhnya sudah dikoyak oleh bangsa Indonesia sendiri.

Dewasa ini kita masih terus dipertontonkan dengan fenomena penindasan kaum mayoritas terhadap kaum minoritas yang seyogyanya sama-sama diakui keberadaannya di Indonesia.

Pembantaian kaum-kaum minoritas yang memiliki perbedaan aliran adalah jawaban bahwa begitu mudahnya bangsa ini terprovokasi dan mengabaikan nilai kemanusiaan hanya karena perbedaan latarbelakang.

Bukankah pemahaman ajaran agama bersifat pribadi dan tidak boleh dikaitkan dengan perampasan hak-hak kemanusiaan setiap orang yang menganutnya.

Masuk pada butir ketiga Pancasila yang memiliki nilai persatuan. Memang benar bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang majemuk karena terdiri dari beragam suku bangsa, agama, budaya, hingga adat istiadat namun tetap dipersatukan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Untuk merawat nilai persatuan itu lahirlah semboyan hidup bangsa yang berbunyi Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan meskipun berbeda-beda, bangsa Indonesia tetap satu jua.

Akan tetapi apakah nilai persatuan ini masih berlaku bagi mereka yang hingga kini terus menggaungkan suara separatis dan ingin memisahkan diri dengan NKRI karena kecewa terhadap pemerintah yang enggan untuk memperhatikan nasib mereka.

Tidak adil jika kita berpikir tindakan separatis yang dengan jelas telah mengoyak nilai persatuan merupakan kesalahan dari pihak-pihak yang menggagas tindakan separatis secara mutlak.

Kita harus melihat apa yang menjadi alasan mereka bertindak demikian, pemerintah yang harusnya mengayomi setiap masyarakat Indonesia demi terawatnya nilai-nilai persatuan bangsa justru abai dengan perannya dan lebih disibukan untuk mengolah hak orang lain supaya menjadi haknya.

Tidak ada kata musyawarah dan mufakat dalam setiap pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan bangsa.

Suara mayoritas akan menjadi penentu pengambilan kebijakan meskipun harus melukai mereka yang memiliki suara minoritas. Ini adalah cermin bahwa nilai musyawarah dan mufakat telah luntur dalam jiwa rakyat Indonesia.

Setiap permasalahan yang ada di tengah kehidupan bangsa tidak lagi dimusyawarakan untuk mencari kesepakatan dalam penyelesaiannya.

Siapa yang punya modal besar dan pengaruh yang kuat akan mendapat keberpihakan dari masalah yang dihadapi, sementara mereka yang hidup serba pas-pasan harus menanggung beban untuk terus dipersalahkan meskipun benar dalam setiap persoalan yang ada.

Terakhir adalah nilai keadilan yang sudah tidak populer lagi di mata rakyat Indonesia.

”Jangan tanya apakah keadilan masih ada di negara ini”, itulah jawaban seorang ibu yang penulis mintai tanggapan mengenai samanya masa hukuman yang diterima seorang koruptor dengan seorang pencuri pisang.

Mahalnya keadilah bagi rakyat kecil membuat masyarakat jengah dengan apa yang kerap disuarakan oleh penguasa negeri bahwa keadilan sosial merupakan hak semua rakyat Indonesia.

Kita memang paham bahwa keadilan itu belum tentu sama rata, namun kita lebih mengerti bahwa keadilan itu adalah hak semua orang.

Jangan jual keadilan dalam rangka untuk mencari makan, sebab janji luhur yang tertuang dalam butir kelima pancasila tidak boleh dikhianati oleh siapapun yang suka menjual keadilan demi recehan.

Semoga amanat Pancasila yang mulai terkoyak dalam sanubari bangsa Indonesia, dapat kita rajut kembali dengan kesadaran masing-masing individu untuk menatap kehidupan bangsa yang Pancasilais.***



Eka Azwin Lubis
Staf Pusat Studi HAM Unimed

Sumber : riaupos.co

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN