Oleh : Amrizal
[ArtikelKeren] OPINI - Tanggal 10 Zulhijjah merupakan hari yang sangat istimewa bagi umat Islam di mana mereka kembali akan berhari raya untuk kali keduanya yang diistilahkan dengan Idul Adha.
Idul Adha secara bahasa berarti Hari Raya Kurban. Dinamakan Hari Raya Kurban karena pada hari itu umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ritual kurban, yaitu menyembelih hewan yang dagingnya akan didistribusikan kepada orang-orang yang memerlukan.
Ibadah kurban termasuk ibadah yang sangat dikuatkan dalam Islam untuk dilaksanakan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS al-Kautsar ayat 1-2 yang artinya; Sesungguhnya kami telah menganugerahkan kepadamu (Muhammad) kenikmatan yang banyak, maka dirikanlah salat dan berkurbanlah.
Bahkan dalam hadits riwayat Ibn Majah Nabi Muhammad SAW bersabda: Siapa yang memiliki kemampuan dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.
Kalimat “janganlah mendekati tempat salat kami” merupakan redaksi yang bermuatan ancaman yang menunjukkan betapa tidak pantasnya sikap tersebut.
Secara umum, antusias dan kepedulian umat Islam untuk berkurban bisa dikatakan sudah cukup baik. Hampir di setiap rumah ibadah dan tempat-tempat lainnya dilaksanakan penyembelihan hewan kurban pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik. Bahkan ada yang mengelola pelaksanaan kurban dengan sistem tabungan atau arisan.
Namun, pada sisi lain sejauhmana nilai-nilai ibadah kurban itu mampu memberikan efek terhadap sikap dan prilaku umat Islam secara keseluruhan masih perlu dipertanyakan.
Kenyataan menunjukkan pesan-pesan moralitas ibadah kurban itu kurang ditangkap secara baik oleh sebagian besar umat Islam. Padahal Allah SWT mengingatkan dalam Q.S.Al-Hajj ayat 37: Tidak akan sampai kepada Allah SWT daging dan darah (hewan kurban itu) akan tetapi yang sampai kepada Allah SWT adalah ketakwaanmu.
Berdasarkan ayat ini bisa dipahami kemakbulan ibadah kurban itu tidaklah terletak pada hewan sembelihan itu sesungguhnya tapi pada sejauhmana ritual korban itu dilaksanakan atas dasar niat yang tulus dan mampu menumbuhkan nilai-nilai ketakwaan yang permanen pada diri si pelaksannya.
Oleh karena itu ibadah kurban tidak hanya mengandung makna ritual an sich, tapi juga mengandung pesan-pesan moralitas amat tinggi yang apabila ditangkap dengan baik oleh seorang mukmin, maka ia bisa mencapai tingkatan manusia yang terbaik (muhsinin).
Berdasarkan maknanya secara bahasa, Ibadah kurban pada hakikatnya merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri (ber-taqarrub) kepada Allah SWT yang medianya adalah hewan sembelihan.
Hewan sembelihan merupakan “simbol pengorbanan manusia”, yang diinginkan sebenarnya adalah bagaimana manusia harus mengorbankan; Pertama, sifat-sifat buruk (tercela) yang ada dalam dirinya, seperti sifat kikir, tamak, serakah, ambisi kekuasaan dan menindas orang lain.
Sifat seperti itu harus dibunuh dan dikorbankan demi untuk mencapai kedekatan kepada Allah. Kedua, segala bentuk kesenangan, kenikmatan atau perbuatan yang akan membuat manusia lalai dari Jalan Tuhan. Inilah merupakan bukti nyata seorang hamba yang mengakui bahwa Allah SWT sebagai Tuhannya.
Adalah sebuah kebohongan besar bila manusia meyakini bahwa Allah SWT sebagai Tuhan, sementara ia tidak bersedia sedikitpun mengorbankan apa yang dimilikinya untuk kepentingan Allah SWT.
Karena itu ,orang yang mau berkorban adalah orang yang kecintaannya kepada Allah SWT melebihi kecintaannya kepada selainnya. Inilah potret seorang mukmin terbaik:
Manusia tidak akan pernah sampai kepada jalan ketakwaan yang sesungguhnya bila kecintaannya kepada dunia segala isinya mengalahkan kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam sebuah riwayat oleh Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik dikatakan: Tidak beriman kamu sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih kamu cintai daripada siapapun selain mereka.
Kemudian dalam hadits yang lain dikatakan: Tidak beriman kamu sebelum aku (Rasulullah) lebih dicintai daripada keluargamu, hartamu, dan seluruh umat manusia.
Masih dalam pengertian yang sama Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-Taubah ayat 24, “Jika orang tua, anak-anak, saudara, istri-istri, dan kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kalian takutkan kerugiannya, dan rumah yang kalian tinggali lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalannya, maka bersiap-siaplah mereka menerima azab Allah, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasiq (durhaka).
Sampai di sini, ibadah kurban mendidik umat Islam agar mau mengorbankan sesuatu yang paling dicintainya untuk kepentingan Allah SWT dan Rasul-Nya serta manusia pada umumnya.
Sikap ini merupakan prasyarat utama bagi seseorang apabila ia ingin dinilai sebagai manusia yang terbaik (muhsinin) baik dalam pandangan Allah SWT maupun manusia. Sebaliknya ketidaksediaan seorang untuk berkorban akan membuat ia memiliki predikat manusia yang terburuk.
Bahkan dalam batas-batas tertentu bisa jadi akan mengundang sanksi Allah SWT atasnya baik di dalam kehidupan dunia maupun di akhirat kelak. Wallah a’lam.***
Amrizal, Ketua Nahdlatul Ulama Bengkalis
[ArtikelKeren] OPINI - Tanggal 10 Zulhijjah merupakan hari yang sangat istimewa bagi umat Islam di mana mereka kembali akan berhari raya untuk kali keduanya yang diistilahkan dengan Idul Adha.
Idul Adha secara bahasa berarti Hari Raya Kurban. Dinamakan Hari Raya Kurban karena pada hari itu umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ritual kurban, yaitu menyembelih hewan yang dagingnya akan didistribusikan kepada orang-orang yang memerlukan.
Ibadah kurban termasuk ibadah yang sangat dikuatkan dalam Islam untuk dilaksanakan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS al-Kautsar ayat 1-2 yang artinya; Sesungguhnya kami telah menganugerahkan kepadamu (Muhammad) kenikmatan yang banyak, maka dirikanlah salat dan berkurbanlah.
Bahkan dalam hadits riwayat Ibn Majah Nabi Muhammad SAW bersabda: Siapa yang memiliki kemampuan dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.
Kalimat “janganlah mendekati tempat salat kami” merupakan redaksi yang bermuatan ancaman yang menunjukkan betapa tidak pantasnya sikap tersebut.
Secara umum, antusias dan kepedulian umat Islam untuk berkurban bisa dikatakan sudah cukup baik. Hampir di setiap rumah ibadah dan tempat-tempat lainnya dilaksanakan penyembelihan hewan kurban pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik. Bahkan ada yang mengelola pelaksanaan kurban dengan sistem tabungan atau arisan.
Namun, pada sisi lain sejauhmana nilai-nilai ibadah kurban itu mampu memberikan efek terhadap sikap dan prilaku umat Islam secara keseluruhan masih perlu dipertanyakan.
Kenyataan menunjukkan pesan-pesan moralitas ibadah kurban itu kurang ditangkap secara baik oleh sebagian besar umat Islam. Padahal Allah SWT mengingatkan dalam Q.S.Al-Hajj ayat 37: Tidak akan sampai kepada Allah SWT daging dan darah (hewan kurban itu) akan tetapi yang sampai kepada Allah SWT adalah ketakwaanmu.
Berdasarkan ayat ini bisa dipahami kemakbulan ibadah kurban itu tidaklah terletak pada hewan sembelihan itu sesungguhnya tapi pada sejauhmana ritual korban itu dilaksanakan atas dasar niat yang tulus dan mampu menumbuhkan nilai-nilai ketakwaan yang permanen pada diri si pelaksannya.
Oleh karena itu ibadah kurban tidak hanya mengandung makna ritual an sich, tapi juga mengandung pesan-pesan moralitas amat tinggi yang apabila ditangkap dengan baik oleh seorang mukmin, maka ia bisa mencapai tingkatan manusia yang terbaik (muhsinin).
Berdasarkan maknanya secara bahasa, Ibadah kurban pada hakikatnya merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri (ber-taqarrub) kepada Allah SWT yang medianya adalah hewan sembelihan.
Hewan sembelihan merupakan “simbol pengorbanan manusia”, yang diinginkan sebenarnya adalah bagaimana manusia harus mengorbankan; Pertama, sifat-sifat buruk (tercela) yang ada dalam dirinya, seperti sifat kikir, tamak, serakah, ambisi kekuasaan dan menindas orang lain.
Sifat seperti itu harus dibunuh dan dikorbankan demi untuk mencapai kedekatan kepada Allah. Kedua, segala bentuk kesenangan, kenikmatan atau perbuatan yang akan membuat manusia lalai dari Jalan Tuhan. Inilah merupakan bukti nyata seorang hamba yang mengakui bahwa Allah SWT sebagai Tuhannya.
Adalah sebuah kebohongan besar bila manusia meyakini bahwa Allah SWT sebagai Tuhan, sementara ia tidak bersedia sedikitpun mengorbankan apa yang dimilikinya untuk kepentingan Allah SWT.
Karena itu ,orang yang mau berkorban adalah orang yang kecintaannya kepada Allah SWT melebihi kecintaannya kepada selainnya. Inilah potret seorang mukmin terbaik:
Manusia tidak akan pernah sampai kepada jalan ketakwaan yang sesungguhnya bila kecintaannya kepada dunia segala isinya mengalahkan kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam sebuah riwayat oleh Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik dikatakan: Tidak beriman kamu sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih kamu cintai daripada siapapun selain mereka.
Kemudian dalam hadits yang lain dikatakan: Tidak beriman kamu sebelum aku (Rasulullah) lebih dicintai daripada keluargamu, hartamu, dan seluruh umat manusia.
Masih dalam pengertian yang sama Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-Taubah ayat 24, “Jika orang tua, anak-anak, saudara, istri-istri, dan kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kalian takutkan kerugiannya, dan rumah yang kalian tinggali lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalannya, maka bersiap-siaplah mereka menerima azab Allah, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasiq (durhaka).
Sampai di sini, ibadah kurban mendidik umat Islam agar mau mengorbankan sesuatu yang paling dicintainya untuk kepentingan Allah SWT dan Rasul-Nya serta manusia pada umumnya.
Sikap ini merupakan prasyarat utama bagi seseorang apabila ia ingin dinilai sebagai manusia yang terbaik (muhsinin) baik dalam pandangan Allah SWT maupun manusia. Sebaliknya ketidaksediaan seorang untuk berkorban akan membuat ia memiliki predikat manusia yang terburuk.
Bahkan dalam batas-batas tertentu bisa jadi akan mengundang sanksi Allah SWT atasnya baik di dalam kehidupan dunia maupun di akhirat kelak. Wallah a’lam.***
Amrizal, Ketua Nahdlatul Ulama Bengkalis
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.