Oleh : Aminuddin
[ArtikelKeren] OPINI - Suburnya praktik korupsi menjadi perhatian bagi kita semua. Semangat reformasi yang diusung oleh para aktivis, akademis, maupun para tokoh reformis lainnya seolah-olah hilang ditelan bumi.
Korupsi sudah menjajah keberbagai ranah pemerintahan mulai dari eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Seiring perjalanan waktu, kasus korupsi kian hari kian tumbuh subur, pelaku dan motifnya kian berkembang dan bermetamorfosis. Ada yang berbentuk penggelembungan anggaran, ada juga yang menggunakan kata sandi untuk memperhalus perilaku tidak terpujinya.
Infotainment memang tidak pernah luput lari gosip-gosip para artis yang sering kali muncul di layar televisi, mulai dari kasus para artis, dan skandal yang dilakukannya.
Namun, akhir-akhir ini, pemberitaan media mulai bergeser dengan pemberitaan kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh para elite politik. Keterlibatan politikus terhadap perempuan cantik di dalamnya. Terlebih lagi, pelaku korupsinya adalah artis yang terjun sebagai politikus.
Infotaiment akhir-akhir ini memang tidak salah untuk menayangkan berbagai pemberitaan dan kehidupan para selebritis, terutama berita selebritis yang terjun ke dunia politik. Maklum saja, banyak artis yang berbondong-bondong terjun ke dunia politik. Calon dari kalangan artis pada Pemilu 2009 sebesar 0,7 persen dari 8.762 jumlah caleg DPR RI.
Namun yang berhasil mendapat jatah kursi DPR sebanyak 18 orang, yang terbanyak dari Partai Demokrat yaitu sebanyak tujuh orang, Partai Golkar dan PDIP masing-masing tiga orang, PAN dan Gerindra masing-masing dua orang, dan PPP satu orang.
Meskipun persentasenya sangat kecil dibandingkan jumlah keselurahan anggota DPR RI, namun tingkat keberhasilan artis meraup banyaknya suara sangat signifikan dibandingkan dengan politisi non artis.
Bukti kuat tingginya tingkat keterpilihan artis adalah di daerah pemilihan (Dapil) yang ada di Jawa Barat. Beberapa Dapil di Jabar berhasil menghantarkan delapan orang artis ke kursi DPR RI. Bahkan ada satu Dapil di Jawa Barat yaitu Dapil Jabar II, berhasil mengantar tiga artis ke Senayan, disusul Dapil Jabar VIII sebanyak dua orang artis, dan Dapil Jabar IV VII dan IX masing-masing satu orang .
Namun yang menjadi perhatian bagi kita semua adalah pemberitaan media tentang korupsi seakan-akan menjadi sebuah gosip yang enak ditonton.
Pemberitaan media tentang korupsi merupakan kebebasan media untuk mengendalikan dan msyarakat yang dianggap perlu dan mempunyai nilai jual. Maka dari itu, kasus korupsi pun tidak kalah menariknya untuk dijadikan infotainment. Alhasil, tayangan tersebut mampu menjadi sumber pundi-pundi rupiah bagi pihak terkait.
Menelaah praktik korupsi di negeri ini. Pertama, saat ini berita tentang korupsi ditayangkan hampir seluruh stasiun televisi, bahkan merupakan program unggulan karena menempati rating yang cukup tinggi. Korupsi seolah-olah bagian dari gaya hidup (life style) para pejabat tinggi negara.
Bayangkan saja, ketika mereka tetangkap dan diadili, dan dijadikan tersangka, mereka malah senyam-senyum di depan kamera, melambaikan tangan seolah-olah tidak pernah punya dosa atas apa yang telah mereka lakukan. Parahnya lagi, masih saja ada orang yang menyalami seakan-akan memberi selamat.
Kedua, korupsi ibarat sudah menjadi pemandangan umum yang harus ditayangkan setiap harinya. Artinya, masyarakat selalu disuguhkan berita-berita yang tidak kunjung habis dalam berbagai motif dan kasusnya.
Bahkan, kasus korupsi dijadikan film untuk menarik perhatian dan meraup keuntungan sebesar-besarnya dari kasus tersebut.
Ironis memang, namun itulah faktanya. Infotainment yang menyuguhkan berita korupsi, hampir tidak ada hentinya. Pemberitaannya pun tidak pernah usang, dan bahkan media melakukan berbagai cara untuk memberitakan kasus korupsi, sesuai dengan selera dan cita rasa masing-masing stasiun televisi. Meskipun tidak sedikit stasiun televisi yang dikuasai oleh para pejabat, ketua umum partai politik, dan lain sejenisnya.
Jika hal ini sudah terjadi, maka timbul kekhawatiran dari diri kita masing-masing bahwa media sudah tidak lagi kritis terhadap berbagai penyimpangan-penyimpangan yang terjadi seperti sekarang ini.
Artinya, media hanya melibut kasus-kasus yang dilakukan oleh sekelompok orang atau lembaga. Akan tetapi tidak meliput kasus-kasus yang menimpa pemilik medianya itu sendiri. Dengan demikian, pemberitaan yang diperlukan masyarakat tidak lagi tersentuh oleh media.***
Aminuddin
Mahasiswa Program Studi Matematika UIN Sunan Kalijaga
[ArtikelKeren] OPINI - Suburnya praktik korupsi menjadi perhatian bagi kita semua. Semangat reformasi yang diusung oleh para aktivis, akademis, maupun para tokoh reformis lainnya seolah-olah hilang ditelan bumi.
Korupsi sudah menjajah keberbagai ranah pemerintahan mulai dari eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Seiring perjalanan waktu, kasus korupsi kian hari kian tumbuh subur, pelaku dan motifnya kian berkembang dan bermetamorfosis. Ada yang berbentuk penggelembungan anggaran, ada juga yang menggunakan kata sandi untuk memperhalus perilaku tidak terpujinya.
Infotainment memang tidak pernah luput lari gosip-gosip para artis yang sering kali muncul di layar televisi, mulai dari kasus para artis, dan skandal yang dilakukannya.
Namun, akhir-akhir ini, pemberitaan media mulai bergeser dengan pemberitaan kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh para elite politik. Keterlibatan politikus terhadap perempuan cantik di dalamnya. Terlebih lagi, pelaku korupsinya adalah artis yang terjun sebagai politikus.
Infotaiment akhir-akhir ini memang tidak salah untuk menayangkan berbagai pemberitaan dan kehidupan para selebritis, terutama berita selebritis yang terjun ke dunia politik. Maklum saja, banyak artis yang berbondong-bondong terjun ke dunia politik. Calon dari kalangan artis pada Pemilu 2009 sebesar 0,7 persen dari 8.762 jumlah caleg DPR RI.
Namun yang berhasil mendapat jatah kursi DPR sebanyak 18 orang, yang terbanyak dari Partai Demokrat yaitu sebanyak tujuh orang, Partai Golkar dan PDIP masing-masing tiga orang, PAN dan Gerindra masing-masing dua orang, dan PPP satu orang.
Meskipun persentasenya sangat kecil dibandingkan jumlah keselurahan anggota DPR RI, namun tingkat keberhasilan artis meraup banyaknya suara sangat signifikan dibandingkan dengan politisi non artis.
Bukti kuat tingginya tingkat keterpilihan artis adalah di daerah pemilihan (Dapil) yang ada di Jawa Barat. Beberapa Dapil di Jabar berhasil menghantarkan delapan orang artis ke kursi DPR RI. Bahkan ada satu Dapil di Jawa Barat yaitu Dapil Jabar II, berhasil mengantar tiga artis ke Senayan, disusul Dapil Jabar VIII sebanyak dua orang artis, dan Dapil Jabar IV VII dan IX masing-masing satu orang .
Namun yang menjadi perhatian bagi kita semua adalah pemberitaan media tentang korupsi seakan-akan menjadi sebuah gosip yang enak ditonton.
Pemberitaan media tentang korupsi merupakan kebebasan media untuk mengendalikan dan msyarakat yang dianggap perlu dan mempunyai nilai jual. Maka dari itu, kasus korupsi pun tidak kalah menariknya untuk dijadikan infotainment. Alhasil, tayangan tersebut mampu menjadi sumber pundi-pundi rupiah bagi pihak terkait.
Menelaah praktik korupsi di negeri ini. Pertama, saat ini berita tentang korupsi ditayangkan hampir seluruh stasiun televisi, bahkan merupakan program unggulan karena menempati rating yang cukup tinggi. Korupsi seolah-olah bagian dari gaya hidup (life style) para pejabat tinggi negara.
Bayangkan saja, ketika mereka tetangkap dan diadili, dan dijadikan tersangka, mereka malah senyam-senyum di depan kamera, melambaikan tangan seolah-olah tidak pernah punya dosa atas apa yang telah mereka lakukan. Parahnya lagi, masih saja ada orang yang menyalami seakan-akan memberi selamat.
Kedua, korupsi ibarat sudah menjadi pemandangan umum yang harus ditayangkan setiap harinya. Artinya, masyarakat selalu disuguhkan berita-berita yang tidak kunjung habis dalam berbagai motif dan kasusnya.
Bahkan, kasus korupsi dijadikan film untuk menarik perhatian dan meraup keuntungan sebesar-besarnya dari kasus tersebut.
Ironis memang, namun itulah faktanya. Infotainment yang menyuguhkan berita korupsi, hampir tidak ada hentinya. Pemberitaannya pun tidak pernah usang, dan bahkan media melakukan berbagai cara untuk memberitakan kasus korupsi, sesuai dengan selera dan cita rasa masing-masing stasiun televisi. Meskipun tidak sedikit stasiun televisi yang dikuasai oleh para pejabat, ketua umum partai politik, dan lain sejenisnya.
Jika hal ini sudah terjadi, maka timbul kekhawatiran dari diri kita masing-masing bahwa media sudah tidak lagi kritis terhadap berbagai penyimpangan-penyimpangan yang terjadi seperti sekarang ini.
Artinya, media hanya melibut kasus-kasus yang dilakukan oleh sekelompok orang atau lembaga. Akan tetapi tidak meliput kasus-kasus yang menimpa pemilik medianya itu sendiri. Dengan demikian, pemberitaan yang diperlukan masyarakat tidak lagi tersentuh oleh media.***
Aminuddin
Mahasiswa Program Studi Matematika UIN Sunan Kalijaga
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.