Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Kamis, 12 September 2013

Impor Kedelai, Sampai Kapan?

Kamis, September 12, 2013 By Unknown No comments

Oleh : Dhia Agustia

 
Impor Kedelai, Sampai Kapan?
[ArtikelKeren] OPINI - Kelangkaan pangan tidak henti-hentinya melanda Indonesia. Mulai dari bawang merah, bawang putih, cabe, beras, jagung hingga kedelai.

Ini berdampak pada melangitnya harga pangan di pasaran. Beberapa hari belakangan dikabarkan harga kedelai melonjak tajam.

Dari harga normal Rp7.700 per Kg naik hingga mencapai angka Rp8.900 sampai Rp 10.000 Kg. Di tengah tingginya harga kedelai itu, produsen tahu dan tempe terancam tidak mampu lagi berproduksi.

Gakoptindo (Gabungan Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia) menyatakan lonjakan harga kedelai itu membuat para pengrajin menjadi korban yang paling menderita. Saat ini tercatat ada 115 ribu pengrajin tahu tempe dengan 1,5 juta pegawai atau total 4,5 sampai 5 juta orang.

Di Indonesia, kedelai dikonsumsi oleh masyarakat kelas bawah, menengah, hingga kelas atas. Ini karena tingginya kadar protein nabati yang dikandungnya. 157,14 gram kedelai mampu menggantikan kebutuhan tubuh akan protein hewani yang tak terpenuhi. Kebutuhan kedelai di Indonesia diperkirakan 2,5 juta ton per tahun.

Sementara produksi kedelai dalam negeri pada tahun 2012 hanya berkisar 779.800 ton pertahun. Turun drastis dari produksi kedelai tahun 2010 yang mencapai 907.300 ton per tahun.

Rendahnya produksi kedelai dalam negeri tentu tidak akan mampu memenuhi besarnya kebutuhan masyarakat. Maka sebagai langkah instan untuk mengatasi masalah kelangkaan kedelai ini, dibukalah keran impor yang memunculkan masalah baru di tengah masyarakat. Harga kedelai menjadi tak terjangkau.

Impor Berkepanjangan
Krisis pangan terjadi setiap tahun di Indonesia tanpa ada solusi jangka panjang. Pemerintah lebih suka mengambil langkah-langkah instan yang cenderung menguntungkan kartel dan merugikan masyarakat.

Ketergantungan Indonesia terhadap impor kebutuhan pangan adalah salah satu indikator penyebab krisis pangan yang tak berkesudahan.

Hampir 75 persen kebutuhan pangan dalam negeri kita dipenuhi dari impor. Jagung 11 persen, daging sapi 23 persen, garam 50 persen dan kedelai 70 persen.

Bahkan sepanjang 2012, Indonesia mengimpor bahan pangan utama lebih dari 15 juta ton dengan menghabiskan devisa Rp82 triliun.

Krisis dan melangitnya harga pangan memiliki akar masalah yang kompleks. Ini bukan semata ulah spekulan atau terjadi karena adanya musibah seperti kekeringan, banjir, serangan hama, dan lain-lain, yang menyebabkan terjadinya kegagalan panen.

Makin sempitnya lahan pertanian dan kurangnya keberpihakan pemerintah terhadap para petani juga menjadi penyebab tingginya harga pangan karena rendahnya jumlah produksi pangan di negeri ini.

Sebagai negara agraris, mestinya krisis pangan dan ketergantungan yang berkepanjangan pada produk impor tidak terjadi di Indonesia.

Karena potensi pertanian di Indonesia merupakan yang terbaik di dunia jika dilihat dari luas dan tingkat kesuburan lahan yang dimilikinya.

Jika terus-terusan menjadi bangsa pengimpor, dipastikan akan memunculkan masalah baru bagi masyarakat dan petani lokal khususnya.

Daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangannya semakin rendah dan tidak meratanya distribusi pangan di tengah masyarakat ini akan mengakibatkan semakin tingginya angka kriminalitas.

Untuk mengatasi krisis ini, mestinya pemerintah lebih pro pada 60 juta petani lokal Indonesia dengan memberdayakannya. Bukan malah membuka kran impor yang sebesar-besarnya untuk mengeyangkan perut pengusaha.

Mengakhiri Krisis Pangan
Indonesia merupakan negara agraris dengan tanah yang terbentang luas dan memiliki ribuan pulau-pulau. Sebagai negara agraris, sangat tidak layak rasanya jika Indonesia masih mengandalkan impor dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Untuk itu perlu ada upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mengakhiri krisis pangan ini. Keberadaan puluhan juta petani lokal harusnya mulai diperhatikan.

Kelangkaan kedelai ini disinyalir karena banyaknya petani yang mulai berhenti menanam kedelai. Ini dikarenakan mahalnya harga benih dan pupuk di pasaran.

Sehingga pengeluaran untuk membudidayakan kedelai lebih besar dari keuntungan yang di dapat. Semestinya pemerintah menaikan anggaran subsidi benih dan pupuk dalam APBN agar petani mampu memenuhi kebutuhan pupuk dan benihnya dengan harga yang terjangkau. Intensifikasi pertanian juga mesti diterapkan.

Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan obat-obatan, penyebarluasan teknik-teknik modern di kalangan para petani, dan membantu pengadaan benih serta budidayanya, termasuk melakukan bioteknologi untuk bidang pertanian.

Salah satunya adalah bioteknologi transgenik, yakni dengan menghasilkan varietas yang lebih unggul.

Masalah perluasan lahan pertanian mestinya juga menjadi perhatian pemerintah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2010), terjadi penyusutan lahan pertanian sebesar 12.6 ribu hektare di pulau Jawa, sedangkan secara nasional lahan pertanian menyusut sebesar 27 ribu hektare.

Sementara pada tahun 2009, menurut Badan Ketahanan Pangan Nasional telah terjadi alih fungsi lahan pertanian hingga mencapai 110 ribu hektare.

Alih fungsi yang terjadi adalah perubahan lahan pertanian menjadi penambahan pemukiman (real estate), pembangunan jalan, kawasan industri, dan lain-lain.

Dalam Islam, negara memiliki kebijakan yang dapat mencegah proses alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. Hanya daerah yang kurang subur yang diperbolehkan menjadi area perumahan dan perindustrian.

Juga ada kebijakan tentang kebolehan memagari tanah kosong, larangan menelantarkan tanah lebih dari 3 tahun serta larangan sewa tanah pertanian yang membuat tanah dan petani tetap produktif.

Ini seperti sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya, atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya, maka hendaknya tanahnya diambil” (HR. Imam Bukhari)

Yang terakhir dalam mengatasi perdagangan produk pangan, mestinya pemerintah mengambil kebijakan yang berpihak pada rakyat bukan pada pasar.

Karena ketika terjadi krisis pangan, solusi pemerintah selalu berakhir pada impor bukannya mengupayakan agar produksi pangan dalam negeri meningkat dengan memberdayakan produktifitas petani lokal.

Selama solusi reaktif impor ini yang dipakai pemerintah, maka Indonesia tidak akan pernah keluar dari kemelut krisis pangan yang berkepanjangan.***


Dhia Agustia, Aktivis Muslimah HTI

Sumber : riaupos.co

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN