Oleh : Herdian Asmi
DPR, DPD dan DPRD bisok dilakukan, yakni 9 April 2014.
Pada saat ini semua pihak pemangku kepentingan, yaitu KPU, Bawaslu, Parpol, caleg, pemerintah, masyarakat dan pemilih sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan diri menyongsong pesta demokrasi lima tahunan ini.
Sebagai penyelenggara Pemilu KPU sedang disibukkan dengan distribusi logistik, bimtek, sosialisasi dan tugas-tugas lain yang menjadi tugas, kewenangan, kewajiban dan tanggung jawabnya.
Masyarakat dan pemilih tengah menimang-nimang partai dan caleg untuk dipilih di bilik suara serta menunggu calon terpilih yang akan menjadi wakil-wakilnya di lembaga perwakilan (DPR, DPD dan DPRD).
Sebagai pesta demokrasi dan manifestasi hak konstitusional warga negara, pemilu melibatkan banyak ”emosi “ masyarakat yang mengakibatkan suhu politik semakin tinggi, memerlukan anggaran yang besar, bukan saja anggaran negara tetapi juga pembiayaan yang dikeluarkan parpol dan caleg.
Negara memberikan jaminan ketersediaan anggaran yang diperlukan.
Dalam pemilu tidak ada jaminan bahwa caleg terpilih benar-benar sesuai kehendak dan hati nurani rakyat karena lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran pemilu. Lalu pertanyaannya apa perlunya memilih?
Hak Konstitusional Warga Negara
Istilah demokrasi menurut asal kata berarti rakyat yang berkuasa (government by the people).
Dari sisi etimologis meminjam istilah yang digunakan Abraham Lincoln “ democracy is government of the people, by the people and for people “ artinya demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.
Konsepsi demokrasi pada zaman modern mengalami pergeseran dan perkembangan dari konsepsi demokrasi langsung yang pernah diterapkan pada zaman Yunani kuno sebagai tolak pangkal sejarah demokrasi.
Karena pada demokrasi modern pelaksanaan demokrasi dilakukan melalui pemilu untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan (DPR, DPD dan DPRD), yang dikenal dengan demokrasi perwakilan yang akan memperjuangkan nasib rakyat, bangsa dan negara dalam lima tahun ke depan.
Peraturan perundang-undangan menegaskan bahwa, pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber dan jurdil).
Asas luber dan jurdil harus tercermin dalam setiap tahapan pemilu.
Sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, di negara demokrasi pemilu dianggap sebagai lambang, sekaligus tolok ukur dari demokrasi itu.
Hasil pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.
Karena itu jaminan diterapkannya asas luber dan jurdil dalam setiap tahapan pemilu merupakan suatu keharusan agar hasil pemilu dapat diterima semua pihak dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mendapatkan wakil-wakil rakyat yang kredibel.
UUD 1945 dalam Pasal 22 E telah memberikan jaminan konstitusional untuk terselenggaranya pemilu secara berkesinambungan lima tahun sekali.
Artinya Indonesia sebagai negara yang menganut demokrasi menempatkan hak rakyat untuk memilih wakil-wakilnya di lembaga perwakilan sebagai hak konstitusional yang wajib dipenuhi oleh negara.
UU No 8/ 2012 tentang pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD serta peraturan KPU No 9/ 2013 tentang penyusunan daftar pemilih untuk pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD menyebutkan warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
Dikecualikan dari itu adalah anggota TNI/Polri, orang yang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan nyata-nyata sedang tidak terganggu ingatan (jiwanya).
KPU telah melansir bahwa jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 185.822.507 orang pemilih yang tersebar di 545.729 TPS.
Jumlah pemilih sebanyak itulah yang akan diperebutkan oleh setiap parpol dan setiap caleg di dapilnya masing-masing untuk menentukan besaran perolehan suara sah masing-masing parpol dan caleg untuk menentukan apakah parpol dan caleg tersebut memperoleh kursi atau tidak.
Pemilu merupakan wujud demokrasi dalam pengertian prosedural untuk membentuk pemerintahan secara luas.
Anggaran Pemilu
Sebagai sebuah pesta demokrasi di sebuah negara yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, melibatkan personel dalam jumlah yang sangat besar, tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Teguh Dartanto dari Institut Ekonomi dan Sosial UI menyebutkan bahwa dana yang beredar selama pemilu diperkirakan mencapai Rp115 triliun.
Dari jumlah tersebut Rp25,12 triliun di antaranya bersumber dari APBN/APBD. Menurut keterangan Ketua KPU Husni Kamil Manik anggaran yang berasal dari APBN untuk KPU berjumlah Rp14, 4 triliun.
Semua biaya pemilu yang bersumber dari APBN/APBD tentu merupakan uang rakyat yang dikelola oleh negara.
Perputaran uang dalam jumlah yang sangat besar tersebut di satu sisi akan menggairahkan ekonomi masyarakat karena peserta pemilu memerlukan alat peraga kampanye dan sosialisasi serta keperluan logistik pemilu yang diadakan oleh KPU.
Di sisi lain tentu akan membebani anggaran negara yang tidak sedikit yang mau tidak mau harus dipenuhi oleh negara.
Perputaran uang dalam jumlah yang besar tersebut dan beban anggaran yang harus ditanggung oleh negara baik dalam bentuk APBN maupun APBD akan menjadi sia-sia apabila pemilih tidak datang atau banyak yang tidak datang ke TPS memberikan suaranya.
Setiap orang pemilih yang tidak datang ke TPS dan tidak memberikan suaranya serta setiap orang pemilih yang salah memberikan suaranya sehingga perlu penggantian surat suara, di situ sudah ada kerugian yang nyata karena surat suara yang tidak terpakai atau surat suara yang salah coblos ada nilai (harganya) yang harus ditanggung oleh negara.
Selain itu legitimasi caleg terpilih akan sangat ditentukan oleh besar kecilnya jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya yang mencerminkan besaran dukungan yang diperolehnya.
Meskipun besar kecilnya jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih tidak menentukan terpilih atau tidak terpilihnya seorang caleg.
Oleh karena pemilu merupakan wujud nyata pelaksanaan kedaulatan rakyat di negara demokrasi, maka pemilu yang memerlukan biaya yang sangat besar yang bersumber dari uang rakyat harus dilaksanakan secara demokratis berlandaskan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Dari sisi pelaksanaan demokrasi, bangsa Indonesia telah berhasil membentuk lembaga-lembaga demokrasi dan membuat mekanisme pelaksanaan demokrasi.
Tahap selanjutnya yang menjadi agenda bersama adalah meningkatkan kualitas demokrasi sehingga praktek demokrasi tidak hanya bersifat mekanis, tetapi secara substantif benar-benar mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat.
Pada sisi ini pemilu menjadi penting dan pemilih perlu menggunakan hak pilihnya dengan datang ke TPS, menggunakan hak konstitusionalnya untuk memilih dan memberikan suaranya dengan cerdas sesuai hati nuraninya.***
Herdian Asmi
Mantan Anggota KPU Kabupaten Inhil
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.