Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Kamis, 09 Januari 2014

Mengawasi Pembunuh Berdarah Dingin

Kamis, Januari 09, 2014 By Unknown No comments

Oleh : Ibrahim Muhammad


[ArtikelKeren] OPINI - Pertanyaan paling menggelitik di awal 2014 ini adalah apakah koruptor makin sedikit atau makin banyak ? Ketua KPK Abraham Samad dengan tegas menyatakan, para koruptor lebih tepat disebut sebagai “pembunuh berdarah dingin’’ lantaran mereka tak memiliki hati nurani mempertontonkan kemewahan glamouritas di tengah-tengah kesengsaraan rakyat.

Terus terang kita patut istighfar jika Abraham Samad menyamakan level koruptor dengan”pembunuh berdarah dingin” sebab di negeri ini mungkin Abraham Samad lah yang paling banyak bergaul dengan para koruptor, mendalami jiwa mereka serta menganalisa karakter mereka.

Seorang tentara yang membunuh ketika peperangan, seorang teroris yang membunuh dalam serangan radikalnya, belum tentu pembunuh berdarah dingin.

Sejumlah kisah peperangan dan pertempuran menceritakan bagaimana sejumlah tentara itu menangis dan meraung histeris setelah membunuh lawannya.

Kemudian kisah seorang sopir yang tobat mengendarai mobil sampai akhir hayatnya lantaran ia pernah menabrak seseorang hingga tewas.

Sedangkan para koruptor justru bukannya menangis tetapi tertawa-tawa lebih mirip selebritis infotainment sewaktu disorot televisi. Lalu, tawa itu bertambah meriah setelah mereka menjalani hukuman beberapa tahun kemudian membuka kembali pundi-pundi hasil korupsi yang jumlahnya masih miliaran rupiah.

Tak pernah kejadian seorang koruptor miskin dan sengsara setelah keluar dari penjara. Kalau jadi toke, banyak. Oleh karena rata-rata koruptor itu mengkorupsi dalam jumlah miliaran rupiah yang takkan habis sampai anak cucu. Muncul pertanyaan dapatkah koruptor diberantas?

Hanya waktu-lah yang bisa menjawabnya. Meski secara rasionalitas kita sudah memiliki amunisi cukup banyak. Seperti segerobak UU dan peraturan antikorupsi, lalu struktural pengawasan mulai inspektorat, BPK, BPKP, kemudian institusi penegak hukum mulai dari polisi, jaksa, hakim dan KPK selanjutnya masih ada pantuan media massa berikut LSM dan lembaga seperti ICW dan tak kurang pentingnya pembekalan terhadap sumber daya manusia seperti karakter, adat budaya, maupun agama dan moral melalui pendidikan maupun fit and proper test.

Koruptor adalah perampok terhormat. Sebagaimana halnya perampok, koruptor punya 1001 cara menjalankan aksinya. Kalau perampok bisa masuk lewat jendela, lewat atap, lewat pintu belakang, maka koruptor jauh lebih ganas dari itu, malah jauh lebih canggih.

Modus koruptor bisa dengan menggunakan tanda pangkat dan jabatan, bisa dengan menunjukkan posisi di Parpol atau Ormas, bisa dengan mengancam secara halus dalam rapat tertutup, bisa dengan mempersulit urusan publik, bisa dengan dalih studi banding, bisa dengan alasan perjalanan dinas, bisa dengan memanfaatkan kolega, bisa dengan kongkalikong dengan pengusaha, bisa dengan suara vokal macam calo terminal, bisa dengan membuat proyek-proyek yang tidak perlu dengan alasan pembangunan bahkan bisa dengan menambah satu saja angka nol dalam bilangan.

Kalau perampok lazimnya bertampang sangar, berpendidikan rendah dan bersikap brutal, koruptor tak begitu. Rata-rata koruptor berpendidikan tinggi, bicara sopan santun, kesannya terpelajar.

Siapa sangka Prof Dr Rudi Rudiandini tertangkap korupsi, Angelina Sondakh yang Putri Indonesia 2008 itu seorang koruptor? Atau, Djoko Susilo yang jenderal bintang dua Polri serta Hari Sabarno yang Menteri Dalam Negeri pun ikut terperosok kasus korupsi. Kemudian Gubernur Banten Atut yang berparas cantik dan dibanggakan sebagai gubernur wanita pertama Indonesia juga terindikasi korupsi?

Para koruptor ini nyaris tak meninggalkan jejak, dan kebal peluru! Buktinya tak pernah satupun koruptor yang mati tertembak polisi! Jika polisi punya target beberapa hari buat menciduk perampok sekaliber apapun, nah, polisi, jaksa dan KPK ternyata harus menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk membekuk sang koruptor. Malah, kalau perampok selalu dihukum berat hakim pengadilan, maka sebaliknya para koruptor justru dihukum ringan hakim tipikor.

Maka tak heran, sewaktu hakim MA memvonis Angelina Sondakh dengan hukuman lebih berat dari vonis PN dan PT praktis rakyat dan media bersorak surprise sekaligus bersyukur.

Selain itu menjerat koruptor sangat-sangat sulit, terkait perluya dua alat bukti sebagaimana ketentuan KUHAP. Menemukan dua alat bukti tadi adakalanya perlu waktu bertahun-tahun saking payahnya. Tapi perampok konvensional?

Di tengah-tengah himpitan ekonomi saat ini, wajar kalau koruptor orang yang paling dikutuk dan dibenci. Perampok cuma mampu merugikan seorang toke sawit, pemerkosa hanya merugikan seorang perawan, tapi koruptor?

Rakyat bangsa tak menikmati kucuran APBN/APBD secara patut dan layak. Apakah para koruptor perlu dihukum mati? Tak usah.

Potong Tangan. Insya Allah tekad bangsa Indonesia untuk membersihkan negeri ini dari para koruptor bisa terwujudkan mulai tahun 2014 ini dan seterusnya.***(ak27)



Ibrahim Muhammad
Peminat masalah sosial


http://ak27protect.blogspot.com

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN