Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Selasa, 21 Januari 2014

Kecepatan “Kereta Kencana” Kegiatan APBD

Selasa, Januari 21, 2014 By Unknown No comments

Oleh : Irving Kahar Arifin


[ArtikelKeren] OPINI - Kereta kencana yang ditarik oleh enam ekor kuda pacu, kecepatan nya ditentukan oleh kuda yang mana? Jawabannya adalah ditentukan oleh kuda yang terlemah dan paling lambat larinya.

Sekuat apapun kuda lainnya untuk melarikan kereta tersebut sudah dipastikan akan tetap lambat jika salah satu kudanya tidak mampu berlari mengikuti irama kuda lainnya yang berlari dengan kecepatan penuh secara bersamaan.

Fenomena tersebut sama halnya dengan apa yang terjadi pada pelaksanaan kegiatan guna merealisasikan program yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota.

Meski, APBD 2014 pada lima kabupaten —Kampar, Siak, Kuansing, Pelalawan dan Indragiri Hulu — telah disahkan tepat waktu sebelum Januari 2014, akan tetapi, proses pelaksanaan kegiatan yang dianggarkan di dalam APBD 2014 masih belum direalisasikan.

Hal ini seperti penulis sampaikan bahwa hampir sama dengan fenomena kereta kencana tadi, yaitu kecepatan pelaksanaan kegiatan yang dialokasikan pada APBD kabupaten/kota bukan ditentukan oleh kecepatan penyampaian pembahasan dan pengesahan APBD tersebut, melainkan ditentukan oleh faktor orang-orang yang memproses pelaksanaan kegiatan tersebut.

Pertanyaannya sekarang mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jika dicermati dari data yang ada, umumnya rata-rata di setiap kabupaten/kota mangalokasikan anggaran belanja untuk belanja langsung atau belanja modal hampir 60 persen dari APBD yang telah disahkan tersebut, dan umumnya belanja langsung atau belanja modal tersebut dilakukan melalui proses pengadaan barang dan jasa.

Dapat kita bayangkan berapa anggaran yang harus dilakukan melalui proses lelang tersebut, jika melihat dan mengetahui jumlah rekanan yang ada di Riau berdasarkan data dari Lembaga Pengadaan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) berjumlah 1.786 badan usaha temasuk usaha kecil dan non usaha kecil.

Dari data tersebut ternyata tidak semuanya yang aktif beroperasi, bandingkan dengan jumlah kegiatan (paket) yang diumumkan melalui Rencana Umum Pengadaan (RUP).

Berdasarkan ketentuan pada Peraturan Presiden (Perpres) No70/ 2012, kemampuan menangani paket untuk setiap rekanan adalah maksimal 1,2 N dimana N adalah jumlah paket yang terbanyak yang pernah dilaksanakan dalam satu tahun selama periode lima tahun terakhir.

Dengan asumsi tersebut di atas ternyata jika dibandingkan jumlah paket pekerjaan dengan jumlah badan usaha yang ada di Riau, artinya persaingan masih belum ketat.

Sementara itu, banyak isu-isu berkembang di lapangan yang menyatakan banyak rekanan lokal yang belum memperoleh “kue-kue” dari APBD tersebut.

Berkembangnya isu rekanan lokal yang belum mendapat pembagian jatah “kue” APBD tersebut terkadang diikuti dengan aksi teror, ancaman disertai demonstrasi yang mengharap kepedulian dan keberpihakan pemerintah daerah terhadap rekanan lokal .

Hal seperti ini tentunya juga turut memberikan dampak dan juga kontribusi terhadap perlambatan pelaksanaan kegiatan APBD, padahal di satu sisi ingin mempercepat pelaksanaan kegiatan yang telah dianggarkan.

Tentunya ini baik langsung maupun tak langsung merupakan pekerjaan rumah bagi ketua-ketua asosiasi dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).

Dalam Peraturan Presiden No 70/ 2012 tentang pengadaan barang dan jasa, pasal 73 ayat 1 menyatakan bahwa ULP dapat mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa setelah Rencana Kerja Anggaran (RKA) telah disetujui DPRD.

Jika disimak pasal tersebut sebenarnya juga sangat berpengaruh terhadap perlambatan proses pengadaan barang dan jasa, karena berbeda dengan Kepres sebelumnya di mana proses pengadaan dapat dilaksanakan sebelum pengesahan dan jika kegiatan tersebut tidak jadi dianggarkan pada APBD kabupaten/kota, maka proses pengadaan dapat dibatalkan.

Merujuk pada Perpres 54/ 2010 dan perubahannya Perpres 70/ 2012, pada pasal 130 ayat 1, Pemerintah Daerah wajib membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) paling lambat tahun 2014. ULP untuk daerah ditetapkan oleh kepala daerah dan dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit SKPD.

ULP tersebut terdiri dari kepala, sekretaris dan Kelompok Kerja (Pokja). Proses pemilihan dan penetapan penyedia barang/jasa dilakukan oleh Pokja ULP yang beranggotakan sekurang-kurangnya tiga orang atau lebih.

Jika ditelaah lebih jauh lagi, maka jalan atau tidaknya program pembangunan di kabupaten/kota tersebut tentunya ditentukan oleh Pokja ULP, mengapa begitu?

Karena proses kegiatan dan pembangunan tersebut diawali dari kinerja Pokja ULP tersebut. Jika Pokja ULP tidak sanggup melaksanakan pemilihan penyedia barang dan jasa maka proses pelaksanaan kegiatan tersebut sudah dipastikan tidak akan dapat direalisasikan.

Persyaratan sertifikat keahlian, penguasaan untuk memahami pekerjaan yang akan dievaluasi serta penguasan terhadap teknologi komputer untuk melaksanakan proses Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), merupakan persyaratan mutlak untuk jadi personil Pokja ULP.

Jika total APBD di 12 kabupaten /kota plus Provinsi Riau berkisar Rp30 triliun, dan 60 persen dari belanja daerah tersebut yang merupakan belanja langsung akan dilaksanakan dengan melalui proses pengadaan barang dan jasa sebesar Rp20 triliun, maka nilai sebesar angka Rp20 triliun tersebut seluruhnya digantungkan kepada Pokja ULP.

Namun, apakah hal tersebut bisa dilaksanakan dengan sukses atau dapat direalisasikan seluruhnya, seandainya dapat direalisasikan, berapa lama waktu diperlukan untuk melaksanakan proses pengadaannya, dan apakah sisa waktu untuk pelaksanaan fisiknya apakah dapat dilaksanakan sampai dengan akhir kontrak pelaksanaan?

Harus diakui, memang proses pengadaan dengan mengunakan LPSE merupakan solusi yang tepat, selain proses waktu pengadaanya menggunakan hari kalender, juga prosesnya dapat dilaksanakan pada hari-hari libur.

Apakah "kuda" ULP tersebut dapat mempercepat kereta kencana untuk merealisasikan program pembangunan di masing-masing daerah, ataukah ULP akan menciptakan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) pada tahun berjalan ditambah personil Pokja ULP yang merupakan kuda terlambat tersebut dapat memberikan harapan pada kereta kencana pembangunan di masing-masing daerah, atau jangan-jangan pemerintah pusat sengaja membuat aturan yang berdampak pada kegagalan keberlangsungan otonomi daerah, sehingga pada akhirnya dicap gagal. Tanya kenapa?***(ak27)



Irving Kahar Arifin
Kadis Binamarga Pengairan Kabupaten Siak


http://ak27protect.blogspot.com

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN