Seperti yang dikatakan salah satu masyarakat tionghoa di Kota Pakning, Prayongga, Rabu (29/1/2014), dia mengatakan lampion adalah sejenis lampu yang biasanya terbuat dari kertas dengan lilin di dalamnya. Lampion yang lebih rumit dapat terbuat dari rangka bambu dibalut dengan kertas tebal atau sutera bewarna (biasanya merah). Lampion biasanya tidak dapat bertahan lama dan mudah rusak.
"Namun saat ini, keberadaan lampion sudah lebih modern dan maju, sehingga didalamnya sudah bisa ditaruh lampu dan bertahan lama, karena terbuat dari plastik. Lampion merupakan ciri khas masyarakat tionghoa saat akan menyambut perayaan Imlek," ucap Parayongga yang juga akrab disapa kayong tersebut.
Lanjutnya, keberadaan lampion tidak dapat dipisahkan dari tradisi perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Lampion menjadi semacam atribut budaya yang menandai peralihan tahun dalam penanggalan Tionghoa. Imlek kurang terasa meriah tanpa kehadiran lampion yang menghiasi sudut-sudut jalan, kelenteng, dan rumah-rumah warga peranakan Tionghoa.
Ia menambahkan pendaran cahaya merah dari lampion memiliki makna filosofis tersendiri. Cahaya terang berwarna merah dari lampion menjadi simbol pengharapan bahwa di tahun yang akan datang diwarnai dengan keberuntungan, rezeki, dan kebahagiaan. Legenda klasik juga menggambarkan lampion sebagai pengusir kekuatan jahat angkara murka yang disimbolkan dengan raksasa bernama Nian. Memasang lampion di rumah juga dipercaya menghindarkan penghuninya dari ancaman kejahatan. (ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.