Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Rabu, 18 Desember 2013

Sikap Apatis Generasi Muda pada Pemilu

Rabu, Desember 18, 2013 By Unknown No comments

Oleh : Sari Anggraini


[ArtikelKeren] NEWS - Pemilihan anggota legislatif pada 9 April 2014 akan datang atau pemilihan presiden pada 9 Juli 2014 merupakan iven yang begitu hangat dibicarakan.

Setiap generasi memberikan beragam asumsi mengenai kesuksesan pemilu 2014 mendatang. Tanggapan positif dan negatif muncul mengenai proses persiapan, jalannya pelaksanaan hingga hasil akhir dari pemilu tersebut.

Setiap lapisan masyarakat baik dari kalangan akademisi maupun non akademisi berupaya menggunakan haknya untuk turut serta atau mengabaikan setiap imbauan untuk mengikuti rangkaian Pemilu yang cenderung banyak dan merepotkan.

Fenomena ini memberikan pengaruh yang cukup besar bagi generasi muda Indonesia. Setiap generasi ini memilih untuk ikut serta atau bersikap sebaliknya, menjadi seorang apatis sejati.

Memilih untuk menjadi seorang yang apatis bukanlah tanpa alasan yang nyata. Para generasi muda melakukan hal ini dikarenakan beragam alasan.

Pertama, sikap apatis yang lebih dikenal dengan Golput merupakan bentuk protes terhadap politisi dan partai politik yang dianggap tidak kunjung memberikan manfaat kepada mereka.

Jalan ini terbentuk karena akar demokrasi Indonesia belum cukup kokoh. Kedua, sikap ini menunjukkan perlawanan yang dinilai dapat langsung berpengaruh terhadap sistem politik yang mengekang hak-hak politik warga negara.

Ketiga, adanya sikap apatis sebagai wujud kejenuhan generasi muda untuk mengikuti pemilu yang memiliki rentetan kejadian yang membosankan dan berlangsung cukup lama.

Tumbuhnya sikap apatis generasi muda didukung secara tidak langsung dengan pola Pemilu yang memberikan kesempatan secara tidak langsung di mana menggunakan hak pilih bagi setiap warga negara adalah hak (voluntary voting) bukan suatu kewajiban (compulsory voting) sehingga tidak ada terbersit rasa takut atau bersalah apabila tidak menggunakan hak mereka tersebut.

Seperti tingkat paham individualisme yang berakar kuat pada pola pikir pemuda dan pemudi bangsa ini menyebabkan menggunakan hak pilih bukan prioritas utama dalam kehidupan mereka.

Hal ini dapat terlihat jelas para anggota generasi ini lebih memilih menggunakan waktu libur yang diberikan saat Pemilu untuk berpergian, tidur di rumah, bekerja atau berkumpul bersama teman sebaya dibandingkan menggunakan hak pilih mereka untuk kemaslahatan negara.

Adanya maladministrasi dari pihak pelaksana Pemilu dalam setiap kali Pemilu berlangsung menjadi alasan utama bagi generasi muda untuk berdalih bersikap apatis.

Kekacauan administrasi seperti banyaknya pemilih yang tidak tahu namanya terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), tidak mendapatkan kartu pemilih, tidak mendapatkan kartu undangan, dan alamat yang tercantum dalam DPT yang tidak sesuai dengan alamat pemilih sebenarnya merupakan ‘dalang’ cacatnya pelaksanaan dan hasil Pemilu di mana hak pilih yang semestinya bisa digunakan beralih menjadi tidak bisa digunakan.

Memilih untuk bersikap apatis boleh saja dilakukan bila sebuah negara kehilangan pola demokrasi akibat ditelan oleh kekuatan rezim yang otoriter.

Hal ini diperbolehkan karena hak pilih dari setiap warga negara tidak memiliki ‘harga’ sama sekali. Sikap apatis ini sudah dipatenkan kepada generasi muda sejak zaman Orde Baru (tahun 1970-an) di mana pemerintah saat itu mengorbitkan Golput sebagai pesaing demokrasi sehingga konteks itu menyebabkan Golput menjadi pilihan paling tepat untuk melawan penguasa otoriter.

Namun, kondisi ini tidak berlaku untuk saat sekarang terutama pada 2014 mendatang. Sikap apatis yang dituangkan para pemuda dalam menggunakan hak pilih menjadi begitu tidak relevan karena negara ini tidak dipimpin oleh rezim yang otoriter.

Selain itu, bangsa ini tidak memiliki institusi-institusi demokrasi yang telah mapan dan berjalan dengan baik di mana siapapun yang memerintah akan tetap mendengarkan dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi rakyatnya.

Pemerintah dengan kondisi seperti itu ‘secara alami’ akan bekerja mengutamakan kepentingan-kepentingan rakyat sehingga dengan kata lain bangsa ini sudah mendapatkan kesejahteraan.

Urgensitas para generasi muda yang menggunakan hak pilih secara positif bukan Golput pada Pemilu 2014 disebabkan 56 juta pemilh berasal dari individu berusia 17-30 tahun, dengan kata lain tidak ada toleransi terhadap sikap apatis sehingga pemerintahan yang dihasilkan adalah pemerintahan yang positif. Pemerintahan yang positif tersusun dari institusi-institusi yang sedang tidak dalam keadaan labil.

Buruknya kinerja partai pada pemerintahan sebelumnya tidak dapat dijadikan standar dalam mengambil kesimpulan bahwa tidak ada partai yang layak untuk dipilih.

Berpikir positif adalah sikap yang harus diadopsi oleh generasi muda dalam memandang fenomena kritisasi atas disfungsi partai karena pada kenyataannya partai telah berusaha memperbaiki dirinya untuk bersaing dalam pasar politik yang kompetitif.

Hal ini dijadikan pelajaran berharga bagi partai-partai yang ada untuk tidak menampilkan wajah agar tidak mengecewakan para pendukung yang akan memberikan suara mereka.

Dalam sistem politik yang demokratis, menggunakan hak pilih lebih efektif untuk melakukan perubahan dibandingkan mengambil posisi Golput.

Hal ini dapat dilakukan jika terdapat syarat utama yaitu menjatuhkan pilihan secara tepat. Pemilu juga dapat diartikan sebagai momentum harapan perubahan ataupun harapan kontinuitas penguasa.

Apabila pemilih tidak puas dengan kinerja pemerintah pada pemilu sebelumnya maka Pemilu selanjutnya dijadikan sebagai momentum harapan dengan memilih partai lainnya.

Begitupula sebaliknya, apabila pemilih merasa kepemimpinan pemerintah berhasil memenuhi harapan, maka harapan itu dapat dikukuhkan kembali dengan memilih partai-partai yang sedang berkuas kembali.

Peningkatan mengenai aksi apatis generasi muda merupakan hal sia-sia dan tidak mendatangkan perubahan di negeri yang menganut paham demokrasi.

Penggunaan hak pilih memberikan arti yang lebih besar dan bermakna karena pemerintah dipilih berdasarkan suara terbanyak dan bukan suara Golput.

Keabsahan dan legitimasi pemerintahan yang terbentuk tidak akan berkurang dengan tingginya angka Golput.

Maka dari itu, sikap apatis ini sebaiknya didegrasdasi secepatnya sehingga keluhan, umpatan, kritikan dan protes tidak akan muncul dari mulut pemilik sikap apatis yang merasa memiliki hak terhadap pengembangan pemerintahan.

Seharusnya para penganut sikap ini ‘sadar diri’ karena mereka sendiri yang memilih untuk kehilangan hak sejak awal. Lebih baik memilih daripada diam, bila bersikeras untuk bersikap diam lebih baik diam dari awal hingga akhir.

Maka dari itu janganlah menjadi generasi yang mubazir dengan menyia-nyiakan hak pilih dalam pemilu sehingga dengan memanfaatkan hak pilih merupakan upaya optimal dalam membuat perubahan yang diinginkan menjadi lebih nyata.***(ak27)



Sari Anggraini
Mahasiswa Pascasarjana Unand asal Riau, penerima Beasiswa BGF


0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN