[ArtikelKeren] HEALTH CONCERNS - Individu dengan gangguan sindrom autisma (individu autistik) atau awam menyebutnya anak autis mengalami gangguan perilaku, komunikasi, dan interaksi. Namun dengan terapi yang tepat dan konsisten, gangguan ini perlahan dapat tertangani dengan baik. Individu autistik pun bisa diarahkan dan menjadi lebih produktif.
Inilah yang dilakukan sejumlah individu autistik di Rumah Autis Bekasi. Dengan pendampingan 26 terapis dan 15 guru, Rumah Autis yang memiliki program Bimbingan Latihan Keterampilan (BLK), selain terapi dan sekolah khusus, membantu individu autistik dari kalangan tak mampu, untuk lebih mandiri dengan membuat kerajinan tangan.
Kerajinan tangan berupa aksesori seperti kalung, gelang, selain sepatu dan kaos lukis, menjadi bentuk kreativitas bernilai ekonomi. Bukan hanya itu, yang terpenting dari kreativitas ini adalah membantu anak autistik melatih fokus dan emosi. Dampaknya, anak autistik lebih mampu mengendalikan dirinya dan bisa mengikuti pelajaran di sekolah lebih baik lagi.
"Anak-anak yang membuat kerajinan tangan ini berusia rata-rata 12 tahun. Umumnya mereka sudah bisa fokus, lebih tenang, dan bisa diarahkan. Membuat kerajinan juga menjadi terapi melatih emosi dan fokus," ungkap Rina Frigatiningsih, guru di Rumah Autis yang secara sukarela mengabdi sejak empat tahun silam.
Menurut Rina, dalam sehari, anak autistik mampu membuat satu aksesori berupa kalung yang kemudian dikumpulkan untuk dijual dalam pameran. Sebuah kalung manik dihargai sekitar Rp 15.000. Sementara gelang manik dijual mulai Rp 3.000.
Setiap individu autistik unik. Mereka memiliki gangguan perkembangan yang tak sama satu dengan lainnya. Begitu pun dengan efek terapi, hasilnya tak selalu sama satu dengan lainnya. Latihan keterampilan yang juga merupakan bentuk terapi memiliki efek berbeda pada anak autistik.
"Meski sama-sama sudah fokus, tenang, efek terapi dengan keterampilan ini tergantung masing-masing anak. Ada yang bisa mengerti dengan sekali arahan, ada yang harus berkali-kali," ungkap Rina saat ditemui Kompas Health dalam kegiatan kampanye peduli autis Harmoni Duniaku di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Meski hasil terapi tak sama, satu hal yang menurut Rina dialami oleh semua anak didiknya adalah mereka lebih mampu menerima pelajaran di sekolah.
Membuat kerajinan tangan bukan satu-satunya bukti keterampilan anak autistik dengan kelebihannya. Melukis juga menjadi kemampuan lain yang dimiliki individu autistik. Pada kegiatan Harmoni Duniaku, belasan lukisan karya anak autistik dari berbagai komunitas dipamerkan dan dijual sebagai bentuk penggalangan dana untuk menyokong biaya terapi dan kegiatan komunitas lainnya.
Kegiatan edukasi peduli autisma yang mendapat dukungan penuh dari PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) ini salah satunya memang bertujuan menggalang dana. Tujuannya, membantu kalangan tak mampu dengan anak autistik dalam menjalani terapi berbiaya tinggi.
"Autis pada kaum dhuafa belum banyak tersentuh. Kegiatan edukasi memang untuk semua tidak dibatasi hanya untuk kalangan menengah bawah. Namun untuk penanganan anak autistik, kegiatan ini menyasar kalangan menengah bawah," tutur Andi Saddawero, Direktur PPA, saat jumpa pers.
Andi mengatakan, anak autistik, terutama dari kalangan menengah bawah akan kesulitan beradaptasi jika tidak dibantu penanganannya. Dukungan dari berbagai pihak, terutama BUMN dengan program tanggung jawab sosialnya, menjadi penting untuk penanganan individu autistik kalangan tak mampu ini. (ak27)
Inilah yang dilakukan sejumlah individu autistik di Rumah Autis Bekasi. Dengan pendampingan 26 terapis dan 15 guru, Rumah Autis yang memiliki program Bimbingan Latihan Keterampilan (BLK), selain terapi dan sekolah khusus, membantu individu autistik dari kalangan tak mampu, untuk lebih mandiri dengan membuat kerajinan tangan.
Kerajinan tangan berupa aksesori seperti kalung, gelang, selain sepatu dan kaos lukis, menjadi bentuk kreativitas bernilai ekonomi. Bukan hanya itu, yang terpenting dari kreativitas ini adalah membantu anak autistik melatih fokus dan emosi. Dampaknya, anak autistik lebih mampu mengendalikan dirinya dan bisa mengikuti pelajaran di sekolah lebih baik lagi.
"Anak-anak yang membuat kerajinan tangan ini berusia rata-rata 12 tahun. Umumnya mereka sudah bisa fokus, lebih tenang, dan bisa diarahkan. Membuat kerajinan juga menjadi terapi melatih emosi dan fokus," ungkap Rina Frigatiningsih, guru di Rumah Autis yang secara sukarela mengabdi sejak empat tahun silam.
Menurut Rina, dalam sehari, anak autistik mampu membuat satu aksesori berupa kalung yang kemudian dikumpulkan untuk dijual dalam pameran. Sebuah kalung manik dihargai sekitar Rp 15.000. Sementara gelang manik dijual mulai Rp 3.000.
Setiap individu autistik unik. Mereka memiliki gangguan perkembangan yang tak sama satu dengan lainnya. Begitu pun dengan efek terapi, hasilnya tak selalu sama satu dengan lainnya. Latihan keterampilan yang juga merupakan bentuk terapi memiliki efek berbeda pada anak autistik.
"Meski sama-sama sudah fokus, tenang, efek terapi dengan keterampilan ini tergantung masing-masing anak. Ada yang bisa mengerti dengan sekali arahan, ada yang harus berkali-kali," ungkap Rina saat ditemui Kompas Health dalam kegiatan kampanye peduli autis Harmoni Duniaku di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Meski hasil terapi tak sama, satu hal yang menurut Rina dialami oleh semua anak didiknya adalah mereka lebih mampu menerima pelajaran di sekolah.
Membuat kerajinan tangan bukan satu-satunya bukti keterampilan anak autistik dengan kelebihannya. Melukis juga menjadi kemampuan lain yang dimiliki individu autistik. Pada kegiatan Harmoni Duniaku, belasan lukisan karya anak autistik dari berbagai komunitas dipamerkan dan dijual sebagai bentuk penggalangan dana untuk menyokong biaya terapi dan kegiatan komunitas lainnya.
Kegiatan edukasi peduli autisma yang mendapat dukungan penuh dari PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) ini salah satunya memang bertujuan menggalang dana. Tujuannya, membantu kalangan tak mampu dengan anak autistik dalam menjalani terapi berbiaya tinggi.
"Autis pada kaum dhuafa belum banyak tersentuh. Kegiatan edukasi memang untuk semua tidak dibatasi hanya untuk kalangan menengah bawah. Namun untuk penanganan anak autistik, kegiatan ini menyasar kalangan menengah bawah," tutur Andi Saddawero, Direktur PPA, saat jumpa pers.
Andi mengatakan, anak autistik, terutama dari kalangan menengah bawah akan kesulitan beradaptasi jika tidak dibantu penanganannya. Dukungan dari berbagai pihak, terutama BUMN dengan program tanggung jawab sosialnya, menjadi penting untuk penanganan individu autistik kalangan tak mampu ini. (ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.