Oleh :
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Adit yang diduga berusia tujuh tahun tak mampu menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya, karena luka di lidah yang membuat dia tidak mampu berbicara jelas.
Bukan hanya itu, sekujur tubuhnya pun penuh luka, ada luka yang berbentuk nanah (luka yang lama) tetapi ada pula luka-luka bekas benda tumpul.
Bukan hanya luka, Adit pun divonis dokter RS PTPN V yang menanganinya bahwa anak ini menderita gizi buruk.
Bahkan, luka yang paling sulit disembuhkan adalah perlakukan orang terhadap dirinya, sebagaimana penjelasan Adit bahwa pelakunya adalah keluarganya sendiri, yakni ibu dan pamannya.
Lengkap sudah penderitaan anak malang itu. Luka luar yang berbentuk nanah, gizi buruk dan luka kepribadian yang membuat dia semakin lemah.
Di tengah dunia yang menggaungkan Hari Ibu pada 22 Desember nanti, namun di sisi lain, fenomena yang terjadi malah sebaliknya, seorang anak yang seharusnya mendapat belaian kasih sayang, tetapi malah dicampakkan ke ladang sawit.
Memang belum tentu pelakunya orang tua mereka, sebab mana mungkin orang tua tega melakukan perbuatan kejam pada darah dagingnya sendiri, tapi fenomena sehari-hari tak jarang kita saksikan di media bahwa kasus aborsi (pembunuhan anak dalam janin). Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, angka aborsi mencapai 2,5 juta.
Sosok anak sangat lemah, bisa diapakan saja oleh kedua orang tuanya. Begitu juga ketika lahir, posisi anak tetap saja lemah, kita saksikan tidak sedikit orangtua yang menyiksa anaknya dalam beragam bentuk, seperti memaksa bekerja keras sehingga tak mendapat kesempatan sekolah.
Padahal dalam Amandemen UUD 1945, pasal 31 berbunyi ”Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Tapi kenyataannya bahwa siswa usia 7-14 tahun yang putus sekolah mencapai 1.496.362 orang atau 4,92 persen dari jumlah anak sekolah di negeri ini.
Ini terjadi, karena biaya sekolah itu cukup mahal, akibatnya banyak orang tua yang tak mampu menyekolahkan anaknya.
Kasus Adit ini seakan membentangkan kenyataan antara undang-undang yang dibentuk pemerintah dengan kenyataan di lapangan, ibarat panggang jauh dari api.
Kembali ke hati nurani, bahwa nurani itulah yang menyelamatkan jiwa manusia. Nurani tak mengenal undang-undang, seperti kasus Adit yang diselamatkan seorang ibu, Dahniar (42). Hati nurani Dahniar tergugah dan langsung menyelamatkan Adit.***(ak27)
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Adit yang diduga berusia tujuh tahun tak mampu menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya, karena luka di lidah yang membuat dia tidak mampu berbicara jelas.
Bukan hanya itu, sekujur tubuhnya pun penuh luka, ada luka yang berbentuk nanah (luka yang lama) tetapi ada pula luka-luka bekas benda tumpul.
Bukan hanya luka, Adit pun divonis dokter RS PTPN V yang menanganinya bahwa anak ini menderita gizi buruk.
Bahkan, luka yang paling sulit disembuhkan adalah perlakukan orang terhadap dirinya, sebagaimana penjelasan Adit bahwa pelakunya adalah keluarganya sendiri, yakni ibu dan pamannya.
Lengkap sudah penderitaan anak malang itu. Luka luar yang berbentuk nanah, gizi buruk dan luka kepribadian yang membuat dia semakin lemah.
Di tengah dunia yang menggaungkan Hari Ibu pada 22 Desember nanti, namun di sisi lain, fenomena yang terjadi malah sebaliknya, seorang anak yang seharusnya mendapat belaian kasih sayang, tetapi malah dicampakkan ke ladang sawit.
Memang belum tentu pelakunya orang tua mereka, sebab mana mungkin orang tua tega melakukan perbuatan kejam pada darah dagingnya sendiri, tapi fenomena sehari-hari tak jarang kita saksikan di media bahwa kasus aborsi (pembunuhan anak dalam janin). Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, angka aborsi mencapai 2,5 juta.
Sosok anak sangat lemah, bisa diapakan saja oleh kedua orang tuanya. Begitu juga ketika lahir, posisi anak tetap saja lemah, kita saksikan tidak sedikit orangtua yang menyiksa anaknya dalam beragam bentuk, seperti memaksa bekerja keras sehingga tak mendapat kesempatan sekolah.
Padahal dalam Amandemen UUD 1945, pasal 31 berbunyi ”Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Tapi kenyataannya bahwa siswa usia 7-14 tahun yang putus sekolah mencapai 1.496.362 orang atau 4,92 persen dari jumlah anak sekolah di negeri ini.
Ini terjadi, karena biaya sekolah itu cukup mahal, akibatnya banyak orang tua yang tak mampu menyekolahkan anaknya.
Kasus Adit ini seakan membentangkan kenyataan antara undang-undang yang dibentuk pemerintah dengan kenyataan di lapangan, ibarat panggang jauh dari api.
Kembali ke hati nurani, bahwa nurani itulah yang menyelamatkan jiwa manusia. Nurani tak mengenal undang-undang, seperti kasus Adit yang diselamatkan seorang ibu, Dahniar (42). Hati nurani Dahniar tergugah dan langsung menyelamatkan Adit.***(ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.