Oleh :
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara (SEA Games) ke-27 di Myanmar resmi ditutup malam tadi. Kontingen Indonesia yang keteteran sejak hari pertama, tidak saja gagal mempertahankan gelar juara umum.
Bahkan, mengulangi kegagalan pada SEA Games 2005 di Manila (Filipina) dan SEA Games 2007 di Nakhon Ratchasima, Thailand: terlempar dari posisi tiga besar.
Beragam alasan bisa saja muncul menyusul kegagalan kontingen Indonesia di ajang multi-iven level Asia Tenggara ini. Satu yang kerap mengemuka adalah menuding dan menyalahkan tuan rumah yang menghalalkan banyak cara, terutama untuk perlombaan cabang olahraga tak terukur, termasuk menggelar nomor-nomor tradisional yang menguntungkan tuan rumah.
Sulit dipungkiri, setiap tuan rumah SEA Games, termasuk Indonesia dua tahun lalu, kerap mendapatkan keuntungan yang dalam koridor fair play seharusnya tidak didapatkan.
Memprihatinkan memang, karena praktik begini membuat SEA Games yang seharusnya menjadi iven antara menuju Asian Games maupun Olimpiade, sering melenceng dari prinsip sportivitas.
Di luar faktor itu, kita patut koreksi ke dalam. Sebab, pesaing lain di luar tuan rumah, tetap dapat berprestasi, seperti Thailand dan Vietnam, yang bersama tuan rumah mengungguli Indonesia dalam perolehan medali terbaik.
Kita akui dan tetap mengapresiasi perjuangan berat atlet di gelanggang dan inilah hasil maksimal yang mampu mereka raih.
Bahwa ada kekurangan, itulah yang terus dievaluasi dan diperbaiki. Kalau memang negara tetangga yang kini mengukir prestasi baik karena mampu memenej olahraganya secara matang dari segala aspek, kita tak perlu malu mengambil pelajaran darinya.
Kita juga patut koreksi ke dalam, karena keberangkatan kontingen Indonesia ke Myanmar memang diiringi sejumlah masalah. Anggaran Rp250 miliar yang disetujui DPR dirasa kurang.
Alhasil, rencana mengirim 1.000 atlet dan ofisial harus dipangkas menjadi sekitar 800 orang. Problem lain adalah minimnya uji coba yang dijalani atlet. Hal itu terkait dengan dana yang tersendat.
Namun, apapun hasilnya, inilah realitas yang harus diterima, dievaluasi dan diperbaiki. Kita juga mengharapkan, perhatian terhadap peningkatan prestasi olahraga tidak tergerus oleh hingar-bingar kegiatan politik atau aksi para koruptor yang rakus.
Sebab hanya dengan prestasi olahraga, Indonesia Raya bisa berkumandang di ajang SEA Games, Asian Games, bahkan Olimpiade.***(ak27)
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara (SEA Games) ke-27 di Myanmar resmi ditutup malam tadi. Kontingen Indonesia yang keteteran sejak hari pertama, tidak saja gagal mempertahankan gelar juara umum.
Bahkan, mengulangi kegagalan pada SEA Games 2005 di Manila (Filipina) dan SEA Games 2007 di Nakhon Ratchasima, Thailand: terlempar dari posisi tiga besar.
Beragam alasan bisa saja muncul menyusul kegagalan kontingen Indonesia di ajang multi-iven level Asia Tenggara ini. Satu yang kerap mengemuka adalah menuding dan menyalahkan tuan rumah yang menghalalkan banyak cara, terutama untuk perlombaan cabang olahraga tak terukur, termasuk menggelar nomor-nomor tradisional yang menguntungkan tuan rumah.
Sulit dipungkiri, setiap tuan rumah SEA Games, termasuk Indonesia dua tahun lalu, kerap mendapatkan keuntungan yang dalam koridor fair play seharusnya tidak didapatkan.
Memprihatinkan memang, karena praktik begini membuat SEA Games yang seharusnya menjadi iven antara menuju Asian Games maupun Olimpiade, sering melenceng dari prinsip sportivitas.
Di luar faktor itu, kita patut koreksi ke dalam. Sebab, pesaing lain di luar tuan rumah, tetap dapat berprestasi, seperti Thailand dan Vietnam, yang bersama tuan rumah mengungguli Indonesia dalam perolehan medali terbaik.
Kita akui dan tetap mengapresiasi perjuangan berat atlet di gelanggang dan inilah hasil maksimal yang mampu mereka raih.
Bahwa ada kekurangan, itulah yang terus dievaluasi dan diperbaiki. Kalau memang negara tetangga yang kini mengukir prestasi baik karena mampu memenej olahraganya secara matang dari segala aspek, kita tak perlu malu mengambil pelajaran darinya.
Kita juga patut koreksi ke dalam, karena keberangkatan kontingen Indonesia ke Myanmar memang diiringi sejumlah masalah. Anggaran Rp250 miliar yang disetujui DPR dirasa kurang.
Alhasil, rencana mengirim 1.000 atlet dan ofisial harus dipangkas menjadi sekitar 800 orang. Problem lain adalah minimnya uji coba yang dijalani atlet. Hal itu terkait dengan dana yang tersendat.
Namun, apapun hasilnya, inilah realitas yang harus diterima, dievaluasi dan diperbaiki. Kita juga mengharapkan, perhatian terhadap peningkatan prestasi olahraga tidak tergerus oleh hingar-bingar kegiatan politik atau aksi para koruptor yang rakus.
Sebab hanya dengan prestasi olahraga, Indonesia Raya bisa berkumandang di ajang SEA Games, Asian Games, bahkan Olimpiade.***(ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.