JAKARTA [ArtikelKeren] NEWS - Bursa kandidat calon wakil presiden (cawapres) seiring semakin dekatnya Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 tak sesemarak bursa bakal capres. Padahal, bursa kandidat cawapres dinilai tak kalah menarik dibanding bakal capres.
Lantas mengapa greget bursa kandidat cawapres tak sebanding dengan bakal capres? Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi, saat ini parpol selain Partai Hanura sedang menunggu dan mengamati hasil pemilu legislatif April mendatang. "Mereka (parpol selain Hanura, red) sedang menakar elektabilitas tokoh lain yang juga populer di masyarakat," katanya saat dihubungi, Senin (30/12).
Dari pengamatan Ari, bisa saja akan ada tokoh nonparpol yang melejit sebagai kandidat cawapres lantaran memiliki modal sosial dan politik tinggi. Di sisi lain, lanjut staf pengajar pascasarjana itu, para ketua umum parpol papan tengah seperti Hatta Rajasa di PAN, Suryadharma Ali di PPP atau Muhaimin Iskandar di PKB juga bisa saja muncul sebagai orang kedua di kontestasi pilpres.
Bahkan, Ari menyebut ketua umum parpol papan tengah berpeluang menjadi cawapres. "Karena perlu membangun koalisi untuk melengkapi persyaratan minimal dukungan dalam mengusung pasangan capres," ulasnya.
Di luar itu, kata Ari, ada tokoh di parpol yang bukan ketua umum namun punya elektabilitas baik. Misalnya ada Jusuf Kalla di Golkar atau Mahfud MD di PKB.
JK, sebut Ari, bisa dipakai oleh partai-partai Islam menggerus suara Golkar. Sementara Mahfud, bisa disodorkan untuk dijual ke parpol besar. "Jadi peta pertarungan cawapres di pilpres nanti tidak akan kalah meriahnya ketimbang perang bintang antar-capres. Posisi cawapres sangat penting dan krusial di saat-saat akhir," timpal Ari.
Terpisah, Direktur Ekskutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, meski isu cawapres belum sesanter capres, namun ada baiknya nama-nama yang sudah muncul di pemberitaan diuji gaungnya di publik. Qodari lantas menyodorkan tiga kelompok tentang latar belakang cawapres.
Kelompok pertama adalah kalangan nonpartai. "Contoh katagori pertama ini adalah Dahlan Iskan (Menteri BUMN, red) dan Moeldoko (Panglima TNI, red)," sebutnya.
Kelompok kedua adalah tokoh partai yang bukan ketua umum. "Contohnya Mahfud MD, Jusuf Kalla dan Hary Tanoesoedibjo," sebutnya.
Sedangkan kelompok ketiga adalah ketua umum partai. "Contohnya Hatta Rajasa, Muhaimin Iskandar, Suryadharma Ali dan lainnya," sebutnya.
Qodari menambahkan, ketua umum parpol menengah tetap memiliki posisi tawar tinggi. Sebab, mereka pula yang berhak membubuhkan tanda tangan dalam membangun koalisi untuk memenuhi persyaratan dukungan mendaftarkan pasangan capres. Merujuk pada survei tentang simulasi cawapres yang digelar Indo Barometer pada 4-14 Desember, andai pilpres digelar hari ini maka hasilnya Jusuf Kalla berada di peringkat teratas dengan elektabilitas 11,6 persen. Selanjutnya ada Wiranto (6,9 persen), Hary Tanoesoedibdjo (6,8), Hatta Rajasa (6,0 persen), Dahlan Iskan (5,6 persen), Mahfud MD (4,1 persen), Sri Sultan HB X (4,0 persen), Muhaimin Iskandar (2,9 persen), Yusril Ihza Mahendra (1,6 persen) dan Khofifah Indar Parawansa (1,2 persen). (ak27)
Lantas mengapa greget bursa kandidat cawapres tak sebanding dengan bakal capres? Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi, saat ini parpol selain Partai Hanura sedang menunggu dan mengamati hasil pemilu legislatif April mendatang. "Mereka (parpol selain Hanura, red) sedang menakar elektabilitas tokoh lain yang juga populer di masyarakat," katanya saat dihubungi, Senin (30/12).
Dari pengamatan Ari, bisa saja akan ada tokoh nonparpol yang melejit sebagai kandidat cawapres lantaran memiliki modal sosial dan politik tinggi. Di sisi lain, lanjut staf pengajar pascasarjana itu, para ketua umum parpol papan tengah seperti Hatta Rajasa di PAN, Suryadharma Ali di PPP atau Muhaimin Iskandar di PKB juga bisa saja muncul sebagai orang kedua di kontestasi pilpres.
Bahkan, Ari menyebut ketua umum parpol papan tengah berpeluang menjadi cawapres. "Karena perlu membangun koalisi untuk melengkapi persyaratan minimal dukungan dalam mengusung pasangan capres," ulasnya.
Di luar itu, kata Ari, ada tokoh di parpol yang bukan ketua umum namun punya elektabilitas baik. Misalnya ada Jusuf Kalla di Golkar atau Mahfud MD di PKB.
JK, sebut Ari, bisa dipakai oleh partai-partai Islam menggerus suara Golkar. Sementara Mahfud, bisa disodorkan untuk dijual ke parpol besar. "Jadi peta pertarungan cawapres di pilpres nanti tidak akan kalah meriahnya ketimbang perang bintang antar-capres. Posisi cawapres sangat penting dan krusial di saat-saat akhir," timpal Ari.
Terpisah, Direktur Ekskutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, meski isu cawapres belum sesanter capres, namun ada baiknya nama-nama yang sudah muncul di pemberitaan diuji gaungnya di publik. Qodari lantas menyodorkan tiga kelompok tentang latar belakang cawapres.
Kelompok pertama adalah kalangan nonpartai. "Contoh katagori pertama ini adalah Dahlan Iskan (Menteri BUMN, red) dan Moeldoko (Panglima TNI, red)," sebutnya.
Kelompok kedua adalah tokoh partai yang bukan ketua umum. "Contohnya Mahfud MD, Jusuf Kalla dan Hary Tanoesoedibjo," sebutnya.
Sedangkan kelompok ketiga adalah ketua umum partai. "Contohnya Hatta Rajasa, Muhaimin Iskandar, Suryadharma Ali dan lainnya," sebutnya.
Qodari menambahkan, ketua umum parpol menengah tetap memiliki posisi tawar tinggi. Sebab, mereka pula yang berhak membubuhkan tanda tangan dalam membangun koalisi untuk memenuhi persyaratan dukungan mendaftarkan pasangan capres. Merujuk pada survei tentang simulasi cawapres yang digelar Indo Barometer pada 4-14 Desember, andai pilpres digelar hari ini maka hasilnya Jusuf Kalla berada di peringkat teratas dengan elektabilitas 11,6 persen. Selanjutnya ada Wiranto (6,9 persen), Hary Tanoesoedibdjo (6,8), Hatta Rajasa (6,0 persen), Dahlan Iskan (5,6 persen), Mahfud MD (4,1 persen), Sri Sultan HB X (4,0 persen), Muhaimin Iskandar (2,9 persen), Yusril Ihza Mahendra (1,6 persen) dan Khofifah Indar Parawansa (1,2 persen). (ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.