JAKARTA [ArtikelKeren] NEWS - Harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) terus menanjak. Berdasar laporan per September 2013, harga rata-rata ICP sudah mencapai 109,69 dolar AS per barel. Angka tersebut adalah rekor rata-rata tertinggi selama tahun 2013 berjalan. Harga September naik 3,13 dolar AS dibanding ICP Agustus yang masih 106,56 per barel dolar AS.
Menurut laporan Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kenaikan tersebut sejalan dengan perkembangan minyak mentah internasional karena pengaruh beberapa faktor. Antara lain, membaiknya proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) AS pada 2013 menjadi 1,7 persen, serta naiknya PDB Prancis dan Jerman pada kuartal kedua 2013 sebesar 0,7 persen.
Selain itu, kenaikan emas hitam itu juga didorong publikasi lembaga migas internasional. Misalnya OPEC yang menyatakan bahwa pasokan minyak mentah Agustus 2013 turun 0,07-0,26 juta barel per hari dibanding bulan sebelumnya. Penurunan tersebut disebabkan melemahnya pasokan minyak mentah dari Libya.
Aspek lain, kondisi suhu belahan bumi utara yang lebih dingin turut menggenjot konsumsi minyak mentah global. Di samping itu, ada kekhawatiran tersendatnya pasokan minyak dunia terkait krisis politik di beberapa kawasan Timur Tengah. Contohnya perang sipil di Mesir dan Suriah.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas Ibrahim Hasyim mengungkapkan, pihaknya belum bisa memprediksi apakah tren kenaikan harga minyak terus berlanjut. Sebenarnya, jika dilihat dari aspek suplai dan kebutuhan, minyak dunia yang menjadi acuan ICP seharusnya tak naik.
‘’Beberapa negara kan sudah mengalami pelambatan ekonomi. Apalagi, baru-baru ini pemerintah Amerika sedang mengalami kondisi tak bagus. Seharusnya konsumsinya tertekan,’’ jelasnya.
Ditambah lagi krisis geopolitik di Timur Tengah perlahan sudah mendingin. Namun, dia khawatir peristiwa shutdown di AS membuat minyak menjadi sasaran spekulan.
Terutama yang bermain di bursa berjangka. ‘’Dari pengalaman sebelumnya, kita sudah tahu bahwa harga minyak dunia tak sekadar dipengaruhi supply and demand. Kita masih perlu lihat bagaimana nantinya,’’ ungkapnya.
Meski begitu, Ibrahim masih menunjukkan optimisme bahwa harga ICP tak akan melebihi batas asumsi pada APBN-P. Dia tak memungkiri, harga ICP September memang sudah melebihi acuan. Tapi rata-rata ICP hingga September masih 105,79 dolar AS per barel. Itu berarti pemerintah masih punya ruang gerak 2,21 dolar AS per barel.
‘’Tentu kalau menyangkut subsidi ada banyak asumsi yang harus diperhatikan. Misalnya nilai tukar rupiah. Tapi yang ICP ini kan dihitung dari rata-rata dalam setahun. Bukan per bulan,’’ terangnya.
Menurut laporan Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kenaikan tersebut sejalan dengan perkembangan minyak mentah internasional karena pengaruh beberapa faktor. Antara lain, membaiknya proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) AS pada 2013 menjadi 1,7 persen, serta naiknya PDB Prancis dan Jerman pada kuartal kedua 2013 sebesar 0,7 persen.
Selain itu, kenaikan emas hitam itu juga didorong publikasi lembaga migas internasional. Misalnya OPEC yang menyatakan bahwa pasokan minyak mentah Agustus 2013 turun 0,07-0,26 juta barel per hari dibanding bulan sebelumnya. Penurunan tersebut disebabkan melemahnya pasokan minyak mentah dari Libya.
Aspek lain, kondisi suhu belahan bumi utara yang lebih dingin turut menggenjot konsumsi minyak mentah global. Di samping itu, ada kekhawatiran tersendatnya pasokan minyak dunia terkait krisis politik di beberapa kawasan Timur Tengah. Contohnya perang sipil di Mesir dan Suriah.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas Ibrahim Hasyim mengungkapkan, pihaknya belum bisa memprediksi apakah tren kenaikan harga minyak terus berlanjut. Sebenarnya, jika dilihat dari aspek suplai dan kebutuhan, minyak dunia yang menjadi acuan ICP seharusnya tak naik.
‘’Beberapa negara kan sudah mengalami pelambatan ekonomi. Apalagi, baru-baru ini pemerintah Amerika sedang mengalami kondisi tak bagus. Seharusnya konsumsinya tertekan,’’ jelasnya.
Ditambah lagi krisis geopolitik di Timur Tengah perlahan sudah mendingin. Namun, dia khawatir peristiwa shutdown di AS membuat minyak menjadi sasaran spekulan.
Terutama yang bermain di bursa berjangka. ‘’Dari pengalaman sebelumnya, kita sudah tahu bahwa harga minyak dunia tak sekadar dipengaruhi supply and demand. Kita masih perlu lihat bagaimana nantinya,’’ ungkapnya.
Meski begitu, Ibrahim masih menunjukkan optimisme bahwa harga ICP tak akan melebihi batas asumsi pada APBN-P. Dia tak memungkiri, harga ICP September memang sudah melebihi acuan. Tapi rata-rata ICP hingga September masih 105,79 dolar AS per barel. Itu berarti pemerintah masih punya ruang gerak 2,21 dolar AS per barel.
‘’Tentu kalau menyangkut subsidi ada banyak asumsi yang harus diperhatikan. Misalnya nilai tukar rupiah. Tapi yang ICP ini kan dihitung dari rata-rata dalam setahun. Bukan per bulan,’’ terangnya.
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.