Oleh : Eka Azwin Lubis
[ArtikelKeren] OPINI - Konflik berkepanjangan akibat kudeta politik yang dilakukan oleh militer Mesir untuk menumbangkan presiden terpilih Muhammad Mursi, telah menelan ribuan korban jiwa rakyat sipil yang masih menginginkan Mesir dipimpin oleh Mursi.
Aksi solidaritas sebagai bentuk dukungan kepada Mursi yang merupakan presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis pascatumbangnya rezim Husni Mubarok dibalas dengan tindakan represif dari aparat militer yang saat ini menguasai Pemerintahan Mesir.
Setiap hari di jalanan dan lapangan-lapangan terbuka di setiap sudut Mesir selalu dipenuhi oleh para demonstran yang tidak puas atas kebijakan pemerintah.
Jika awalnya demonstran didominasi oleh mereka yang kontra terhadap kepemimpinan Mursi yang dianggap tidak memihak pada kepentingan rakyat Mesir secara menyeluruh karena sistem pemerintahan yang dibangun sangat kental dengan nuansa ikhwanul muslimin sehingga pihak-pihak di luar kelompok tersebut merasa terdiskriminasi dan berinisiatif untuk mengudeta Mursi dengan menunggangi militer yang kebetulan memiliki misi yang sama dan tidak puas dengan kepemimpinan Mursi selama ini.
Kini, setelah Mursi berhasil dikudeta, haluan demonstrasi berubah 180 persen karena didominasi oleh para pendukung Mursi yang kecewa atas terkudetanya presiden mereka.
Sejatinya rakyat Mesir merupakan tipikal rakyat paling ramah dan sopan di jazirah Arab karena mereka memiliki kultur yang lebih humanis dan inklusif terhadap sesuatu yang baru dan tidak paranoid akan hal-hal yang dianggap tabu oleh negara Arab lain.
Sehingga wajar jika mereka mampu untuk melakukan demokrasi secara terbuka untuk memilih pemimpin negaranya yang selama ini sangat jarang terjadi di wilayah negara-negara timur tengah.
Namun akibat perbedaan perspektif di antara mereka terkait kepemimpinan Mursi, kini Mesir berubah menjadi negara yang sangat mencekam karena suara tembakan dan teriakan kematian selalu menggemuru setiap saat.
Militer Mesir bertindak di luar batas nalar dengan menembaki para demonstran yang pro Mursi tanpa memandang sisi-sisi kemanusian dan minghilangkan nilai persaudaraan hanya kerana kepentingan politik yang hipokrit.
Sontak kejadian ini mengundang reaksi dari berbagai pihak di seluruh dunia yang ramai-ramai mengecam tindakan tidak manusiawi pemimpin Mesir yang dikomandoi oleh militer ini.
Beberapa pemimpin negara barat melontarkan bahasa sinis penuh kecaman atas apa yang terjadi di Mesir, karena bagi mereka apapun alasannya termasuk kepentingan politik sekalipun, nilai kemanusiaan tidak boleh diabaikan dan harus dilindungi oleh negara (Mesir) yang saat ini dikuasai oleh junta militer.
Di Indonesia sendiri berbagai aksi mengutuk tindakan represif militer Mesir terus berkumandang. Aksi solidaritas untuk mendukung saudara-saudara di Mesir disuarakan oleh rakyat Indonesia sebagai bentuk penolakan atas kebiadaban militer Mesir.
Pemimpin Arab Adem Ayem
Jika seluruh dunia termasuk negara-negara barat yang selama ini dianggap sebagai negara yang kerap memicu konflik di dunia ikut mengutuk aksi kebiadaban militer Mesir yang membantai rakyatnya sendiri, hal berbeda justru ditunjukan oleh negara-negara Arab yang terkesan diam bahkan mendukung aksi ”gila” Pemerintah Mesir.
Para pemimpin di negara-negara kaya minyak seperti Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab tidak memberikan respon yang berarti atas apa yang dialami oleh rakyat Mesir kecuali pernyataan yang justru mendukung pembantaian oleh militer di sana.
Mereka beranggapan bahwa Ikhwanul Muslimin yang memiliki ideologi demokrasi Islam secara terbuka, merupakan ancaman atas kepemimpinan monarki bahkan tirani yang selama ini mereka lakukan di negaranya.
Sehingga apa yang dilakukan oleh militer Mesir dalam membantai rakyatnya sendiri adalah benar dan tidak ada lagi kelompok-kelompok yang memiliki inisiatif untuk merubah sistem pemerintahan monarki absolut di mayoritas negara timur tengah.
Tidak ada persaudaraan atas nama Islam yang ditunjukan oleh pemimpin negara-negara tersebut karena bagi mereka kekuasaan lebih penting dari segalanya.
Memang kita akui bahwa negara di jazirah Arab memiliki kekayaan yang luar biasa dari hasil minyak bumi yang mereka miliki, namun hingga saat ini sistem pemerintah yang berjalan di sana masih monarki absolut yang terlalu mendewakan raja sehingga demokrasi dikecam habis dan haram untuk dipraktikkan.
Arab-Arab ini seolah menutup mata dengan berbagai penderitaan yang dialami oleh sesama umat Islam di belahan dunia lain karena bagi mereka yang terpenting dalam hidup ini adalah bagaimana memiliki banyak harta dan hidup penuh kekuasaan agar dapat dinikmati hingga ke anak cucu.
Apa pernah kita mendengar aksi solidaritas yang dilakukan oleh negara-negara Arab terkait berbagai masalah yang mendera umat Islam di dunia, mulai dari pembantaian etnis Rohingya di Myanmar, etnis Uighur di Cina, umat Islam di Somalia, pembantaian kaum syiah di berbagai penjuru dunia, dan terakhir konflik Mesir.
Justru negara-negara Barat yang lebih peduli dengan berbagai isu kemanusiaan yang dialami oleh umat Islam di dunia.
Semoga kita sadar meskipun agama Islam lahir dan berkembang dari Arab Saudi, namun sejatinya mental dan moral bangsa Arab saat ini tidak lebih baik dari apa yang dimiliki oleh bangsa lain di dunia karena orientasi materi lebih mendominasi sistem kekerabatan antara mereka.***
Eka Azwin Lubis, Staf Pusat Studi HAM Unimed
[ArtikelKeren] OPINI - Konflik berkepanjangan akibat kudeta politik yang dilakukan oleh militer Mesir untuk menumbangkan presiden terpilih Muhammad Mursi, telah menelan ribuan korban jiwa rakyat sipil yang masih menginginkan Mesir dipimpin oleh Mursi.
Aksi solidaritas sebagai bentuk dukungan kepada Mursi yang merupakan presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis pascatumbangnya rezim Husni Mubarok dibalas dengan tindakan represif dari aparat militer yang saat ini menguasai Pemerintahan Mesir.
Setiap hari di jalanan dan lapangan-lapangan terbuka di setiap sudut Mesir selalu dipenuhi oleh para demonstran yang tidak puas atas kebijakan pemerintah.
Jika awalnya demonstran didominasi oleh mereka yang kontra terhadap kepemimpinan Mursi yang dianggap tidak memihak pada kepentingan rakyat Mesir secara menyeluruh karena sistem pemerintahan yang dibangun sangat kental dengan nuansa ikhwanul muslimin sehingga pihak-pihak di luar kelompok tersebut merasa terdiskriminasi dan berinisiatif untuk mengudeta Mursi dengan menunggangi militer yang kebetulan memiliki misi yang sama dan tidak puas dengan kepemimpinan Mursi selama ini.
Kini, setelah Mursi berhasil dikudeta, haluan demonstrasi berubah 180 persen karena didominasi oleh para pendukung Mursi yang kecewa atas terkudetanya presiden mereka.
Sejatinya rakyat Mesir merupakan tipikal rakyat paling ramah dan sopan di jazirah Arab karena mereka memiliki kultur yang lebih humanis dan inklusif terhadap sesuatu yang baru dan tidak paranoid akan hal-hal yang dianggap tabu oleh negara Arab lain.
Sehingga wajar jika mereka mampu untuk melakukan demokrasi secara terbuka untuk memilih pemimpin negaranya yang selama ini sangat jarang terjadi di wilayah negara-negara timur tengah.
Namun akibat perbedaan perspektif di antara mereka terkait kepemimpinan Mursi, kini Mesir berubah menjadi negara yang sangat mencekam karena suara tembakan dan teriakan kematian selalu menggemuru setiap saat.
Militer Mesir bertindak di luar batas nalar dengan menembaki para demonstran yang pro Mursi tanpa memandang sisi-sisi kemanusian dan minghilangkan nilai persaudaraan hanya kerana kepentingan politik yang hipokrit.
Sontak kejadian ini mengundang reaksi dari berbagai pihak di seluruh dunia yang ramai-ramai mengecam tindakan tidak manusiawi pemimpin Mesir yang dikomandoi oleh militer ini.
Beberapa pemimpin negara barat melontarkan bahasa sinis penuh kecaman atas apa yang terjadi di Mesir, karena bagi mereka apapun alasannya termasuk kepentingan politik sekalipun, nilai kemanusiaan tidak boleh diabaikan dan harus dilindungi oleh negara (Mesir) yang saat ini dikuasai oleh junta militer.
Di Indonesia sendiri berbagai aksi mengutuk tindakan represif militer Mesir terus berkumandang. Aksi solidaritas untuk mendukung saudara-saudara di Mesir disuarakan oleh rakyat Indonesia sebagai bentuk penolakan atas kebiadaban militer Mesir.
Pemimpin Arab Adem Ayem
Jika seluruh dunia termasuk negara-negara barat yang selama ini dianggap sebagai negara yang kerap memicu konflik di dunia ikut mengutuk aksi kebiadaban militer Mesir yang membantai rakyatnya sendiri, hal berbeda justru ditunjukan oleh negara-negara Arab yang terkesan diam bahkan mendukung aksi ”gila” Pemerintah Mesir.
Para pemimpin di negara-negara kaya minyak seperti Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab tidak memberikan respon yang berarti atas apa yang dialami oleh rakyat Mesir kecuali pernyataan yang justru mendukung pembantaian oleh militer di sana.
Mereka beranggapan bahwa Ikhwanul Muslimin yang memiliki ideologi demokrasi Islam secara terbuka, merupakan ancaman atas kepemimpinan monarki bahkan tirani yang selama ini mereka lakukan di negaranya.
Sehingga apa yang dilakukan oleh militer Mesir dalam membantai rakyatnya sendiri adalah benar dan tidak ada lagi kelompok-kelompok yang memiliki inisiatif untuk merubah sistem pemerintahan monarki absolut di mayoritas negara timur tengah.
Tidak ada persaudaraan atas nama Islam yang ditunjukan oleh pemimpin negara-negara tersebut karena bagi mereka kekuasaan lebih penting dari segalanya.
Memang kita akui bahwa negara di jazirah Arab memiliki kekayaan yang luar biasa dari hasil minyak bumi yang mereka miliki, namun hingga saat ini sistem pemerintah yang berjalan di sana masih monarki absolut yang terlalu mendewakan raja sehingga demokrasi dikecam habis dan haram untuk dipraktikkan.
Arab-Arab ini seolah menutup mata dengan berbagai penderitaan yang dialami oleh sesama umat Islam di belahan dunia lain karena bagi mereka yang terpenting dalam hidup ini adalah bagaimana memiliki banyak harta dan hidup penuh kekuasaan agar dapat dinikmati hingga ke anak cucu.
Apa pernah kita mendengar aksi solidaritas yang dilakukan oleh negara-negara Arab terkait berbagai masalah yang mendera umat Islam di dunia, mulai dari pembantaian etnis Rohingya di Myanmar, etnis Uighur di Cina, umat Islam di Somalia, pembantaian kaum syiah di berbagai penjuru dunia, dan terakhir konflik Mesir.
Justru negara-negara Barat yang lebih peduli dengan berbagai isu kemanusiaan yang dialami oleh umat Islam di dunia.
Semoga kita sadar meskipun agama Islam lahir dan berkembang dari Arab Saudi, namun sejatinya mental dan moral bangsa Arab saat ini tidak lebih baik dari apa yang dimiliki oleh bangsa lain di dunia karena orientasi materi lebih mendominasi sistem kekerabatan antara mereka.***
Eka Azwin Lubis, Staf Pusat Studi HAM Unimed
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.