SELATPANJANG [ArtikelKeren] NEWS - Lagi-lagi, puluhan warga miskin yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Meranti mengaku tidak mendapatkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang saat ini sudah mulai disalurkan. BLSM telah banyak salah sasaran dan tak tepat ke tangan yang membutuhkan.
Salah Satunya, Siti Arbi (35) warga Jalan Pelabuhan Desa Banglas Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti. Wanita paruh baya yang bekerja sebagai pemulung (pengumpul barang bekas) ini hidup bersama suaminya yang juga seprofesi dengannya. Ironis memang di dalam kehidupannya yang sangat miskin, keluarga ini malah tidak mendapat BLSM.
"Tidak, kami tidak dapat yang katanya bagi-bagi uang melalui program BLSM itu. Ya mau bagaimana lagi, sebenarnya kami mau lah, namanya diberi uang. Tapi karena tak dapat mau bagaimana lagi," katanya yang cukup berharap akan BLSM tersebut.
Ibu tiga anak ini juga mengeluh. Pasalnya pasca kenaikan BBM harga sembako semua naik. Saat ini beban kebutuhan mereka dalam keseharian juga semakin besar, sedangkan penghasilan per hari lebih kurang Rp 40 ribu dari hasil kerja memulung berdua.
Meski begitu dia mengakui banyak melihat para tetangga mendapatkan uang kompensasi dari kenaikan harga BBM itu. Bukan hanya keluarga Siti Arbi saja. Hal serupa juga dialami 10 kepala keluarga (KK) warga suku asli (Akit) Suak Nipah Kelurahan Teluk Belitung, Kecamatan Merbau.
Menurut warga tempatan, Apong (37), sebanyak 10 KK suku asli Suak Nipah tidak mendapatkan BLSM. "Padahal 10 KK tersebut sangat tergolong masyarakat miskin. Sebab para keluarga itu tinggal di rumah gubuk tak layak huni," katanya. (Susanto Sudarmo/MRNetwork)
Salah Satunya, Siti Arbi (35) warga Jalan Pelabuhan Desa Banglas Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti. Wanita paruh baya yang bekerja sebagai pemulung (pengumpul barang bekas) ini hidup bersama suaminya yang juga seprofesi dengannya. Ironis memang di dalam kehidupannya yang sangat miskin, keluarga ini malah tidak mendapat BLSM.
"Tidak, kami tidak dapat yang katanya bagi-bagi uang melalui program BLSM itu. Ya mau bagaimana lagi, sebenarnya kami mau lah, namanya diberi uang. Tapi karena tak dapat mau bagaimana lagi," katanya yang cukup berharap akan BLSM tersebut.
Ibu tiga anak ini juga mengeluh. Pasalnya pasca kenaikan BBM harga sembako semua naik. Saat ini beban kebutuhan mereka dalam keseharian juga semakin besar, sedangkan penghasilan per hari lebih kurang Rp 40 ribu dari hasil kerja memulung berdua.
Meski begitu dia mengakui banyak melihat para tetangga mendapatkan uang kompensasi dari kenaikan harga BBM itu. Bukan hanya keluarga Siti Arbi saja. Hal serupa juga dialami 10 kepala keluarga (KK) warga suku asli (Akit) Suak Nipah Kelurahan Teluk Belitung, Kecamatan Merbau.
Menurut warga tempatan, Apong (37), sebanyak 10 KK suku asli Suak Nipah tidak mendapatkan BLSM. "Padahal 10 KK tersebut sangat tergolong masyarakat miskin. Sebab para keluarga itu tinggal di rumah gubuk tak layak huni," katanya. (Susanto Sudarmo/MRNetwork)
Sumber : halloriau
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.