Oleh :
[ArtikelKeren] TAJUK RENCANA - Pelantikan Annas Maamun – Arsjadjuliandi Rachman (Annas-Andi) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Riau (Gubri-Wagubri) definitif, tinggal menghitung hari.
Kita beri perhatian penuh karena banyak kerja yang sudah menunggu. Terkait itu pula, kita mencatat apa yang diisyaratkan Gubri terpilih Annas Maamun, bahwa untuk menjalankan amanah rakyat Riau pihaknya ingin kabinetnya berisi "orang-orang yang mau bekerja dengan baik.’’
Implementasinya jelas tidak sesederhana itu. Artinya, siapa pun yang duduk di kabinet Annas-Andi, publik berharap mereka adalah figur yang berkompeten di bidangnya.
Juga punya bekal pengetahuan terhadap peraturan perundang-undangan, kemampuan pengelolaan keuangan daerah, pengadaan barang dan jasa serta pemahaman aset berwujud dan tidak berwujud.
Ya, kompetensi dan profesionalitas pejabat di birokrasi patut kita garisbawahi. Sebab, sebagai pengguna jasa pemerintah, masyarakat bisa merasakan kinerja pejabat dan PNS yang tak profesional itu. Artinya, output dari pamong tak berkompeten ini, ujung-ujungnya berimbas pada masyarakat.
Kebijakan publik yang tak pro-rakyat, rendahnya benefit program bagi masyarakat, penyalahgunaan aset daerah, buruknya pelayanan publik hingga penyalahgunaan APBD, adalah di antara indikator bahwa pelaksananya tidak berkompeten. Imbas lainnya, jika diurai, boleh jadi sangat panjang.
Publik juga akan menyorot kuatnya kepentingan politis dalam penempatan setiap pejabat eselon. Sebab, inilah salah satu faktor yang memungkinkan "penyakit’’ di dunia politik menular ke birokrasi.
Sehingga muncul sangkaan, apa pun jabatan bisa diperdagangkan dan ditransaksikan. Kalau sudah begini, kompetensi, integritas dan loyalitas bakal tinggal pajangan.
Di tengah masyarakat yang menganut budaya paternalistik, perubahan harus dimulai dari atas. Pimpinan birokrasi harus memberi teladan dan memotivasi bawahan.
Sebab, sasaran utama reformasi birokrasi adalah penyembuhan dua penyakit utama: inkompetensi dan moral hazard.
Akibat kedua penyakit itu, kolam birokrasi menjadi keruh. Ini akan menyulitkan bagi “orang-orang yang mau kerja dengan baik” menjadi pejabat di setiap jenjang eselon. Mereka akan tersandera, sehingga tidak mampu berbuat apa-apa.***(ak27)
Kita beri perhatian penuh karena banyak kerja yang sudah menunggu. Terkait itu pula, kita mencatat apa yang diisyaratkan Gubri terpilih Annas Maamun, bahwa untuk menjalankan amanah rakyat Riau pihaknya ingin kabinetnya berisi "orang-orang yang mau bekerja dengan baik.’’
Implementasinya jelas tidak sesederhana itu. Artinya, siapa pun yang duduk di kabinet Annas-Andi, publik berharap mereka adalah figur yang berkompeten di bidangnya.
Juga punya bekal pengetahuan terhadap peraturan perundang-undangan, kemampuan pengelolaan keuangan daerah, pengadaan barang dan jasa serta pemahaman aset berwujud dan tidak berwujud.
Ya, kompetensi dan profesionalitas pejabat di birokrasi patut kita garisbawahi. Sebab, sebagai pengguna jasa pemerintah, masyarakat bisa merasakan kinerja pejabat dan PNS yang tak profesional itu. Artinya, output dari pamong tak berkompeten ini, ujung-ujungnya berimbas pada masyarakat.
Kebijakan publik yang tak pro-rakyat, rendahnya benefit program bagi masyarakat, penyalahgunaan aset daerah, buruknya pelayanan publik hingga penyalahgunaan APBD, adalah di antara indikator bahwa pelaksananya tidak berkompeten. Imbas lainnya, jika diurai, boleh jadi sangat panjang.
Publik juga akan menyorot kuatnya kepentingan politis dalam penempatan setiap pejabat eselon. Sebab, inilah salah satu faktor yang memungkinkan "penyakit’’ di dunia politik menular ke birokrasi.
Sehingga muncul sangkaan, apa pun jabatan bisa diperdagangkan dan ditransaksikan. Kalau sudah begini, kompetensi, integritas dan loyalitas bakal tinggal pajangan.
Di tengah masyarakat yang menganut budaya paternalistik, perubahan harus dimulai dari atas. Pimpinan birokrasi harus memberi teladan dan memotivasi bawahan.
Sebab, sasaran utama reformasi birokrasi adalah penyembuhan dua penyakit utama: inkompetensi dan moral hazard.
Akibat kedua penyakit itu, kolam birokrasi menjadi keruh. Ini akan menyulitkan bagi “orang-orang yang mau kerja dengan baik” menjadi pejabat di setiap jenjang eselon. Mereka akan tersandera, sehingga tidak mampu berbuat apa-apa.***(ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.