BENGKALIS [ArtikelKeren] NEWS - Pemetaan hutan mangrove yang dilakukan pemerintah di Desa Telukpambang dan Kembungluar, Kecamatan Bantan benar-benar menzalimi masyarakat.
Pasalnya tanah warga yang sudah ditanami hutan mangrove diakui sebagai milik negara dan tak memperdulikan dasar kepemilikan tanah atau dasar tanah.
Pemetaan dan pematokan lahan mangrove mengatasnamakan penghijauan ini terjadi di lima RW di Telukpambang. Di antaranya RW 01 Sungairaya, RW 02 Sukajadi, RW 03 Banan, RW 04 Sungai Rambai dan RW 05 Parit I.
‘’Pemetaan hutan mangrove yang dilakukan kehutanan benar-benar menzalimi masyarakat. Kok tanah warga yang sudah ditanami hutan mangrove dijadikan hutan negara. Ini benar-benar mencekik masyarakat. Seharusnya pemerintah membantu dan tak membuat seperti sekarang ini,’’ kata tokoh masyarakat Telukpambang, Yantoni yang juga tanahnya dipatok menjadi hutan negara.
Dikatakan Yantoni, pertemuan dilakukan di rumah Samsul Bahri yang juga pemilik Lembaga Belukap di Desa Telukpambang, Selasa (10/12) malam pihak kehutanan atau pemerintah tetap bersikukuh, bahwa lahan yang sudah mereka patok merupakan milik negara.
‘’Mereka tetap mengatakan lahan yang sudah dipatok milik negara dan jumlahnya mencapai 3.000 hektare. Tapi bagi yang bisa menunjukkan surat tanah dikeluarkan dari patok dan terkesan coba-caba. Kan ini bahasa mencekik masyarakat,’’ jelas warga yang akrab disapa Toni ini kepada Riau Pos.
Ditempat terpisah tokoh masyarakat Telukpambang, Dr Syamsir MSi juga merasa kecewa dengan apa dilakukan pemerintah Kabupaten Bengkalis bersama Kementerian Kehutanan pusat.
Seharusnya apa yang dilakukan benar-benar membantu masyarakat dan jangan pula meresahkan masyarakat.
”Kalau memang ada penghijauan dan perbaikan hutan bakau (mangrove, red) kami dukung. Tapi janganlah diambil tanah atau lahanmangrove masyarakat. Sebab lahan tersebut sebelumnya tanah mereka yang kemudian ditanaman bakau. Bupati seharusnya membantu masyarakat jangan menyusahkan masyarakat,’’ jelas Syamsir yang akrab disapa Jang ini.
Bupati Bengkalis seharusnya memperhatikan kehidupan dan ekonomi masyarakat, kata Syamsir, jangan pula menyusahkan dan mengambil hak masyarakat.
Setahu dia, pemetaan dilakukan hanya di sepanjang Sungai Kembung yang merupakan hutan mangrove bekas HPH beberapa pengusaha panglong arang yang sudah habis masa kerjanya.
”Jadi fokus saja disitu jangan pula merembet ke tanah-tanah masyarakat. Janganlah hutan rakyat dan ulayat dirampas begitu saja. Sebab kearifan lokal merupakan budaya sangat tinggi dan istimewa di Negara Indonesia ini. Tapi kalau ini diteruskan bisa memancing kemarahan masyarakat. Kalau masyarakat marah apa jadinya negeri kami ini. Jadi bupati cepatlah ambil sikap,’’ jelas Syamsir lagi.
Hal serupa dikatakan Erwan warga RW 05 Parit I, menurut dia apa yang dilakukan merupakan sikap merampas hak masyarakat.
”Kok sesuka hati pemerintah membuat kebijakan. Tanpa sosialisasi, tanpa ba bi bu, eh tanah kami langsung dipatok dan masuk ke hutan negara,’’ jelas Erwan. (ak27)
Pasalnya tanah warga yang sudah ditanami hutan mangrove diakui sebagai milik negara dan tak memperdulikan dasar kepemilikan tanah atau dasar tanah.
Pemetaan dan pematokan lahan mangrove mengatasnamakan penghijauan ini terjadi di lima RW di Telukpambang. Di antaranya RW 01 Sungairaya, RW 02 Sukajadi, RW 03 Banan, RW 04 Sungai Rambai dan RW 05 Parit I.
‘’Pemetaan hutan mangrove yang dilakukan kehutanan benar-benar menzalimi masyarakat. Kok tanah warga yang sudah ditanami hutan mangrove dijadikan hutan negara. Ini benar-benar mencekik masyarakat. Seharusnya pemerintah membantu dan tak membuat seperti sekarang ini,’’ kata tokoh masyarakat Telukpambang, Yantoni yang juga tanahnya dipatok menjadi hutan negara.
Dikatakan Yantoni, pertemuan dilakukan di rumah Samsul Bahri yang juga pemilik Lembaga Belukap di Desa Telukpambang, Selasa (10/12) malam pihak kehutanan atau pemerintah tetap bersikukuh, bahwa lahan yang sudah mereka patok merupakan milik negara.
‘’Mereka tetap mengatakan lahan yang sudah dipatok milik negara dan jumlahnya mencapai 3.000 hektare. Tapi bagi yang bisa menunjukkan surat tanah dikeluarkan dari patok dan terkesan coba-caba. Kan ini bahasa mencekik masyarakat,’’ jelas warga yang akrab disapa Toni ini kepada Riau Pos.
Ditempat terpisah tokoh masyarakat Telukpambang, Dr Syamsir MSi juga merasa kecewa dengan apa dilakukan pemerintah Kabupaten Bengkalis bersama Kementerian Kehutanan pusat.
Seharusnya apa yang dilakukan benar-benar membantu masyarakat dan jangan pula meresahkan masyarakat.
”Kalau memang ada penghijauan dan perbaikan hutan bakau (mangrove, red) kami dukung. Tapi janganlah diambil tanah atau lahanmangrove masyarakat. Sebab lahan tersebut sebelumnya tanah mereka yang kemudian ditanaman bakau. Bupati seharusnya membantu masyarakat jangan menyusahkan masyarakat,’’ jelas Syamsir yang akrab disapa Jang ini.
Bupati Bengkalis seharusnya memperhatikan kehidupan dan ekonomi masyarakat, kata Syamsir, jangan pula menyusahkan dan mengambil hak masyarakat.
Setahu dia, pemetaan dilakukan hanya di sepanjang Sungai Kembung yang merupakan hutan mangrove bekas HPH beberapa pengusaha panglong arang yang sudah habis masa kerjanya.
”Jadi fokus saja disitu jangan pula merembet ke tanah-tanah masyarakat. Janganlah hutan rakyat dan ulayat dirampas begitu saja. Sebab kearifan lokal merupakan budaya sangat tinggi dan istimewa di Negara Indonesia ini. Tapi kalau ini diteruskan bisa memancing kemarahan masyarakat. Kalau masyarakat marah apa jadinya negeri kami ini. Jadi bupati cepatlah ambil sikap,’’ jelas Syamsir lagi.
Hal serupa dikatakan Erwan warga RW 05 Parit I, menurut dia apa yang dilakukan merupakan sikap merampas hak masyarakat.
”Kok sesuka hati pemerintah membuat kebijakan. Tanpa sosialisasi, tanpa ba bi bu, eh tanah kami langsung dipatok dan masuk ke hutan negara,’’ jelas Erwan. (ak27)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.