Oleh : Indra Yuni
(Refleksi HUT Ke-5 Kabupaten Kepulauan Meranti )
[ArtikelKeren] OPINI - Diskusi hangat di salah satu stasiun televisi swasta empat hari yang lalu dengan tema Menanti Hasil Otonomi, menarik untuk di simak.
Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir MSi bersama Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan Badan Nasional Pengelola Perbatasan dan Peneliti LIPI mendiskusikan tentang peran negara dalam mendorong pembangunan di kawasan perbatasan untuk menjadi beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Desain besar dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) tersebut ternyata masih jauh dari yang diharapkan. Kabupaten Kepulauan Meranti yang berada di depan jalur lintasan Selat Melaka, ternyata masih berada di buritan kapal besar republik ini.
Berbagai persoalan di Kabupaten Kepulauan Meranti pasca pemekaran 2009, menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan.
Mulai dari persoalan tingginya tingkat kemiskinan, infrastruktur di perdesaan yang tidak mamadai, krisis air bersih, elektrifikasi, kesenjangan ekonomi dan tingginya tingkat pengangguran serta permasalahan sosial lainnya.
Meski perlahan pembenahan terus dilakukan namun secara makro belum terlalu menggembirakan. Ada harapan yang besar dari masyarakat yaitu Indonesia perlu hadir di Kepulauan Meranti.
Indonesia perlu hadir di Kabupaten Kepulauan Meranti sangat menarik untuk diurai akar permasalahannya. Ketika kesepakatan berdemokrasi untuk mengusung spirit otonomi daerah dengan konsep pemerataan pembangunan, seakan menjadi mimpi bagi masyarakat yang selalu berharap akan ada perubahan dalam skala besar dalam kehidupan mereka.
Perubahan dalam segala bidang. Masyarakat Kepulauan Meranti tidak ingin terus hidup dalam kemiskinan, akses distribusi barang dan jasa dalam bentuk infrastruktur hadir di perkampungan mereka, air bersih dapat dinikmati setiap saat, listrik tidak lagi menjadi barang yang langka, tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah karena harus membantu orangtuanya ke ladang dan ke laut, tidak ada lagi kasus kematian ibu dan anak pada saat melahirkan karena jangkauan fasilitas kesehatan sangat jauh, serta tidak ada lagi pembangunan yang timpang.
Persoalan-persoalan ini memang bukan terjadi di Kepulauan Meranti saja. Bangsa ini seperti dikepung oleh banyak persoalan di atas. Tetapi ini bukan menjadi ending story dari pekerjaan besar yang bangsa ini.
Yang menjadi pertanyaan dari persoalan tersebut adalah, apakah dari sedemikian banyak janji pro-growth kelak akan memakmurkan masyarakat melalui proses trickle down effect?
Rasanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak secara serta merta dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan menambah lapangan pekerjaan, apalagi menanggulangi kemiskinan.
Pertumbuhan tidak secara otomatis dapat mengurangi beban kemiskinan masyarakat. Pembangunan seharusnya menjunjung tinggi dimensi keadilan, pemerataan, kemandirian, martabat dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Pembangunan merupakan sarana untuk melakukan transformasi struktural dan memajukan kualitas kehidupan masyarakat. Pembangunan bukan sekadar membangun gedung-gedung menjulang dengan harapan kemiskinan di desa-desa dapat berkurang.
Paradigma ini tidak bisa dipertahankan, harus diubah dengan pembangunan yang benar-benar pro-poor. Rakyat miskin adalah yang paling memahami keadaan mereka. Dan lebih tepatnya, memposisikan mereka sebagai pelaku utama dalam pembangunan.
Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998 pernah menyatakan, penyebab langgengnya kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakberdayaan dikarenakan ketiadaan akses.
Akibat keterbatasan akses itu, pilihan menjadi terbatas untuk membangun kehidupannya. Dengan demikian, potensi dan kontribusi manusia dalam mengembangkan kesejahteraan hidup menjadi terhambat dan lebih kecil.
Untuk itu, jika setiap manusia mampu mengoptimalkan potensinya, maka kontribusi untuk kesejahteraan bersama akan maksimal hasilnya.
Dari fakta yang melanda Kabupaten Kepulauan Meranti, kemudian disandingkan dengan konsepsi-konsepsi ideal otonomi daerah, ada suasana kontras yang jauh timpang dari anasir teoritis.
Pembangunan di dorong untuk menciptakan inklusifitas yang merata, sementara masyarakat perlu pendekatan akses untuk menyelesaikan persoalan mereka secara cepat.
Ditambah lagi dengan keterbatasan anggaran yang memicu percepatan menjadi gradual yang melambat. Sepertinya ada persoalan dalam membangun sinergitas antara pusat dan daerah.
Pemerintah pusat belum benar-benar serius dalam menjalankan visi besarnya untuk membangun daerah-daerah perbatasan yang memiliki potensi besar secara ekonomi.
Pemerintah pusat belum mau memberikan keleluasaan bagi daerah-daerah perbatasan dalam mengembangkan pembangunan secara merata. Dan pemerintah pusat belum mau mendengar apa yang menjadi persoalan yang vital di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Untungnya, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti sudah melakukan political big true yang tepat. Terobosan-terobosan yang dilakukan dalam empat tahun ini telah menempatkan pemberdayaan masyarakat menjadi basis keberhasilan pembangunan dan penguatan skala ekonomi.
Dengan struktur anggaran daerah yang ramping, perlahan namun pasti dapat memberikan stimulus bagi masyarakat miskin di perdesaan dengan pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas utama.
Dengan konsistensi pembangunan di Kabupaten Kepulauan Meranti akan selalu mengacu pada prinsip-prinsip kesimbangan yaitu pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan sebagai pendekatan dari empat pilar pembangunan nasional.
Dalam memasuki usia lima tahun ini, refleksi pembangunan di Kabupaten Kepulauan Meranti jauh lebih baik konidisnya saat kabupaten ini baru saja mekar.
Penurunan angka kemiskinan dari 42 persen menjadi 35 persen menjadi ukuran dalam strategi penanggulangan kemiskinan yang relatif tepat sasaran.
Pertumbuhan ekonomi 8,4 persen merupakan angka di atas rata-rata nasional dan provinsi menjadi cermin bagi pengambil kebijakan bahwa Kepulauan Meranti tumbuh sebagai daerah yang sangat potensial untuk berinvestasi dan geliat ekonominya terus mekar dan memberikan jaminan keuntungan bagi pemodal yang masuk ke daerah ini.
Dengan segenap program yang berjalan, maka spirit untuk terus maju dan mendongkrak indeks pembangunan manusia menjadi lebih tinggi dari kabupaten lainnya menjadi harapan seluruh masyarakat. Selamat Ulang Tahun ke-5 Kabupaten Kepulauan Meranti.***(ak27)
Indra Yuni
PNS di Kabupaten Kepulauan Meranti.
(Refleksi HUT Ke-5 Kabupaten Kepulauan Meranti )
[ArtikelKeren] OPINI - Diskusi hangat di salah satu stasiun televisi swasta empat hari yang lalu dengan tema Menanti Hasil Otonomi, menarik untuk di simak.
Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir MSi bersama Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan Badan Nasional Pengelola Perbatasan dan Peneliti LIPI mendiskusikan tentang peran negara dalam mendorong pembangunan di kawasan perbatasan untuk menjadi beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Desain besar dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) tersebut ternyata masih jauh dari yang diharapkan. Kabupaten Kepulauan Meranti yang berada di depan jalur lintasan Selat Melaka, ternyata masih berada di buritan kapal besar republik ini.
Berbagai persoalan di Kabupaten Kepulauan Meranti pasca pemekaran 2009, menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan.
Mulai dari persoalan tingginya tingkat kemiskinan, infrastruktur di perdesaan yang tidak mamadai, krisis air bersih, elektrifikasi, kesenjangan ekonomi dan tingginya tingkat pengangguran serta permasalahan sosial lainnya.
Meski perlahan pembenahan terus dilakukan namun secara makro belum terlalu menggembirakan. Ada harapan yang besar dari masyarakat yaitu Indonesia perlu hadir di Kepulauan Meranti.
Indonesia perlu hadir di Kabupaten Kepulauan Meranti sangat menarik untuk diurai akar permasalahannya. Ketika kesepakatan berdemokrasi untuk mengusung spirit otonomi daerah dengan konsep pemerataan pembangunan, seakan menjadi mimpi bagi masyarakat yang selalu berharap akan ada perubahan dalam skala besar dalam kehidupan mereka.
Perubahan dalam segala bidang. Masyarakat Kepulauan Meranti tidak ingin terus hidup dalam kemiskinan, akses distribusi barang dan jasa dalam bentuk infrastruktur hadir di perkampungan mereka, air bersih dapat dinikmati setiap saat, listrik tidak lagi menjadi barang yang langka, tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah karena harus membantu orangtuanya ke ladang dan ke laut, tidak ada lagi kasus kematian ibu dan anak pada saat melahirkan karena jangkauan fasilitas kesehatan sangat jauh, serta tidak ada lagi pembangunan yang timpang.
Persoalan-persoalan ini memang bukan terjadi di Kepulauan Meranti saja. Bangsa ini seperti dikepung oleh banyak persoalan di atas. Tetapi ini bukan menjadi ending story dari pekerjaan besar yang bangsa ini.
Yang menjadi pertanyaan dari persoalan tersebut adalah, apakah dari sedemikian banyak janji pro-growth kelak akan memakmurkan masyarakat melalui proses trickle down effect?
Rasanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak secara serta merta dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan menambah lapangan pekerjaan, apalagi menanggulangi kemiskinan.
Pertumbuhan tidak secara otomatis dapat mengurangi beban kemiskinan masyarakat. Pembangunan seharusnya menjunjung tinggi dimensi keadilan, pemerataan, kemandirian, martabat dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Pembangunan merupakan sarana untuk melakukan transformasi struktural dan memajukan kualitas kehidupan masyarakat. Pembangunan bukan sekadar membangun gedung-gedung menjulang dengan harapan kemiskinan di desa-desa dapat berkurang.
Paradigma ini tidak bisa dipertahankan, harus diubah dengan pembangunan yang benar-benar pro-poor. Rakyat miskin adalah yang paling memahami keadaan mereka. Dan lebih tepatnya, memposisikan mereka sebagai pelaku utama dalam pembangunan.
Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998 pernah menyatakan, penyebab langgengnya kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakberdayaan dikarenakan ketiadaan akses.
Akibat keterbatasan akses itu, pilihan menjadi terbatas untuk membangun kehidupannya. Dengan demikian, potensi dan kontribusi manusia dalam mengembangkan kesejahteraan hidup menjadi terhambat dan lebih kecil.
Untuk itu, jika setiap manusia mampu mengoptimalkan potensinya, maka kontribusi untuk kesejahteraan bersama akan maksimal hasilnya.
Dari fakta yang melanda Kabupaten Kepulauan Meranti, kemudian disandingkan dengan konsepsi-konsepsi ideal otonomi daerah, ada suasana kontras yang jauh timpang dari anasir teoritis.
Pembangunan di dorong untuk menciptakan inklusifitas yang merata, sementara masyarakat perlu pendekatan akses untuk menyelesaikan persoalan mereka secara cepat.
Ditambah lagi dengan keterbatasan anggaran yang memicu percepatan menjadi gradual yang melambat. Sepertinya ada persoalan dalam membangun sinergitas antara pusat dan daerah.
Pemerintah pusat belum benar-benar serius dalam menjalankan visi besarnya untuk membangun daerah-daerah perbatasan yang memiliki potensi besar secara ekonomi.
Pemerintah pusat belum mau memberikan keleluasaan bagi daerah-daerah perbatasan dalam mengembangkan pembangunan secara merata. Dan pemerintah pusat belum mau mendengar apa yang menjadi persoalan yang vital di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Untungnya, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti sudah melakukan political big true yang tepat. Terobosan-terobosan yang dilakukan dalam empat tahun ini telah menempatkan pemberdayaan masyarakat menjadi basis keberhasilan pembangunan dan penguatan skala ekonomi.
Dengan struktur anggaran daerah yang ramping, perlahan namun pasti dapat memberikan stimulus bagi masyarakat miskin di perdesaan dengan pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas utama.
Dengan konsistensi pembangunan di Kabupaten Kepulauan Meranti akan selalu mengacu pada prinsip-prinsip kesimbangan yaitu pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan sebagai pendekatan dari empat pilar pembangunan nasional.
Dalam memasuki usia lima tahun ini, refleksi pembangunan di Kabupaten Kepulauan Meranti jauh lebih baik konidisnya saat kabupaten ini baru saja mekar.
Penurunan angka kemiskinan dari 42 persen menjadi 35 persen menjadi ukuran dalam strategi penanggulangan kemiskinan yang relatif tepat sasaran.
Pertumbuhan ekonomi 8,4 persen merupakan angka di atas rata-rata nasional dan provinsi menjadi cermin bagi pengambil kebijakan bahwa Kepulauan Meranti tumbuh sebagai daerah yang sangat potensial untuk berinvestasi dan geliat ekonominya terus mekar dan memberikan jaminan keuntungan bagi pemodal yang masuk ke daerah ini.
Dengan segenap program yang berjalan, maka spirit untuk terus maju dan mendongkrak indeks pembangunan manusia menjadi lebih tinggi dari kabupaten lainnya menjadi harapan seluruh masyarakat. Selamat Ulang Tahun ke-5 Kabupaten Kepulauan Meranti.***(ak27)
Indra Yuni
PNS di Kabupaten Kepulauan Meranti.
















0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.