SELATPANJANG [ArtikelKeren] NEWS - Suprihatina (30), warga Jalan Tanjung Harapan RT 04/RW 01, Tanjung Mayat, Kelurahan Selatpanjang Kota, Selatpanjang, Kepulauan Meranti menghembuskan nafas terakhir setelah mengalami pendarahan saat operasi caesar di RSUD Selatpanjang, Rabu (4/12) pekan lalu.
Pihak keluarga menduga operasi yang dilakukan dr E, selaku dokter residen kandungan saat itu, tanpa dibekali darah yang cukup.
Namun di sisi lain, pihak RSUD yakin operasi itu sudah sesuai prosedur. Tindakan saat itu sudah mendesak, tak bisa diundur lagi.
Terkait ketersediaan darah, tak ada pendonor yang sama dengan darah pasien saat itu. Sementara waktu mendesak, maka operasi harus disegerakan.
Suami korban, Wawan Saputra (34) mengaku kesal. Apalagi kejadian itu membuat empat anaknya kini menjadi piatu.
‘’Saya ikhlas kepada Allah. Tapi tak dengan pekerjaan mereka yang asal-asalan. Dari awal saya minta penanganan yang terbaik. Saya betul-betul tak terima cara kerja mereka,’’ ujar Wawan kepada Riau Pos saat ditemui di rumahnya, Senin (9/12) lalu.
Lelaki berambut pendek itu menuturkan, Rabu (4/12) sekitar pukul 13.00 WIB, ia bersama istrinya dirujuk ke RSUD Selatpanjang melakukan cek USG.
Ia ingin mengetahui janin di dalam kandungan istrinya diduga posisinya melintang. Pengecekan itu harus dilakukan karena petugas di Klinik Sundari, tempat istrinya pertama kali dirawat sudah tak sanggup lagi menangani.
Istrinya harus dirujuk ke RSUD Selatpanjang melalui Puskesmas Selatpanjang Kota.
Usai pengecekan, ia diminta menandatangani surat rawat inap. Melihat kondisi istrinya kesakitan, dokter yang menanganinya menganjurkan istrinya harus dioperasi. Wawan setuju, namun ia mengaku tak tahu kalau operasi bakal hari itu juga.
‘’Setelah menandatangani surat pernyataan, dokter minta mencari materai Rp6 ribu, 3 jenis obat dan darah A+ sebanyak 2 kantong. Tapi saya tak tahu kalau istri langsung dioperasi. Saya pikir pastilah menunggu persediaan darah,’’ ujarnya mengenang kejadian pilu itu.
Tanpa menunggu, ia bergegas mencari apa yang diminta dokter. Tapi, ia tetap meminta penanganan terbaik dilakukan dokter untuk istrinya.
Selama beberapa jam, Wawan Putra berhasil mencari rekan-rekannya yang bersedia jadi pendonor. Dan, sekitar pukul 18.25 WIB, ia kembali ke RSUD bersama para pendonor. Sayang, darah para pendonor tak sesuai dengan darah istrinya.
Ia pun mengaku panik saat itu. Apalagi sekitar pukul 17.30 WIB dapat kabar operasi istrinya tetap berjalan. Ia tak menyangka, dokter melakukan operasi tanpa persediaan darah yang diminta.
Kemarahan Wawan terlihat ketika dokter menyebutkan, jika bayi sudah keluar dengan selamat.
Tapi istrinya Suprihatina drop, karena kekurangan darah. Karena darah A+ tak didapatkan, salah seorang dokter terpaksa mendonorkan darahnya.
Wawan lega, dan menunggu ke kamar sambil menggendong bayinya. Sekitar pukul 18.45 WIB barulah dapat kabar istrinya sudah meninggal dunia.
‘’Siapa tak panik, siapa tak marah kalau kerja seperti itu. Apalah salahnya menunggu persediaan darah baru operasi. Kalau begitu, kerja mereka asal-asalan saja. Itu membuat saya marah dan tak puas. Kalau darah ada tak masalah, karena ini baru siaga 1,’’ sebut peria bertubuh kecil itu dengan nada emosi.
Agar kasus serupa tak terjadi, Wawan akan membawa kasus istrinya ke jalur hukum, terutama mengenai kelalaian operasi tanpa persediaan darah dan obat-obatan.
‘’Masalah darah yang akan saya persoalkan. Kalau terbukti ada malapraktik bisa saja berlanjut. Memang, saya menandatangani surat pernyataan, tapi bukan berarti bisa seenaknya. Soalnya, saat dicek darah istri sangat rendah dan hanya 7 HB dan tak sampai 12 HB. Kok dipaksakan juga sebelum darah datang. Dari awal saya minta penanganan yang terbaik,’’ imbuh Wawan.
Direktur RSUD Selatpanjang, drg Viviyanti yang ditemui, belum bisa memberikan keterangan resmi karena sedang ada tamu, Senin (9/12) lalu. Ia minta Riau Pos menemui Kasubag TU.
Sementara Kasubag TU, Musmulyadi tak berani memberi jawaban. Saat itu, ia menghubungi salah seorang dokter melalui seluler, tapi tak berhasil. Akhirnya diputuskan, pihak RSUD Selatpanjang menggelar konfrensi pers, Selasa (10/12) kemarin.
Dalam konfrensi pers kemarin siang, drg Viviyanti tak sendirian. Ia didampingi Kasi Pelayanan dan Medis (Yanmed) dr Azharul SpOG dan Kasubag TU Musmulyadi. dr Azharul juga merupakan Ketua IDI Kepulauan Meranti.
Menurut drg Viviyanti, rumah sakit selalu menginginkan pasien tetap sembuh. Penanganan dokter terhadap pasien sudah sesuai prosedur.
‘’Kami berharap masyarakat dapat melakukan pemeriksaan rutin terhadap kandungan istrinya. Sehingga tak kelabakan di saat terdapat kejanggalan saat akan melahirkan,’’ terang drg Viviyanti.
Dr Azharul menambahkan, secara teknis malapraktik tak tercantum dalam ilmu kesehatan. Ia tak terima jika kejadian itu disebut malapraktik.
Kronologis penanganan pasien akhirnya meninggal dunia setelah menjalani operasi. Kondisi korban hamil kelima dengan posisi bayi di dalam rahim melintang.
‘’Dari catatan medisnya, saat masuk lebih kurang pukul 14.00 WIB, Rabu (4/12) itu sudah ada kontraksi. Jadi operasi tak bisa diundur lagi,’’ ujarnya menyatakan dalam penanganan kasus tersebut tak perlu memeriksa jantung lagi karena sudah urgensi dan harus sesegera mungkin dioperasi.
Terkait masalah ketersediaan darah. Menurut Azharul, karena tak adanya pendonor darah yang sama dengan pasien, dan dianggap sudah mendesak, makanya operasi dilaksanakan secara tergesa-gesa.
‘’Tak ada pendonor. Ada yang cocok, tapi tak berani diambil darahnya. Mau bagaimana lagi terpaksa diambil tindakan pengoperasian segera,’’ imbuhnya.
Ketika Riau Pos meminta sang dokter untuk dihadirkan saat konfrensi pers, pihak RSUD Selatpanjang menolak. Bahkan, ketika untuk keperluan konfirmasi juga tak diberikan.
Azharul lalu hanya menyebutkan, kalau nama dokter yang menangani operasi persalinan itu berinisial E, dan berstatus dokter chief residen.
Terkait konfirmasi pemberitaan, Azharul menambahkan, pihak RSUD yang akan memberikan jawaban.
‘’Jika ada pemberitaan yang menyebutkan, tak sesuai dengan bukti rekam medis,’’ tegas Azharul yang kebetulan ditugasi langsung oleh Direktur RSUD Selatpanjang, drg Viviyanti memberikan penjelasakan kepada media.
Di sisi lain, Azharul juga mengakui, dokter yang bersangkutan melakukan operasi secara mandiri, tanpa melakukan koordinasi dengan dirinya.
‘’Dokter yang menangani operasi ini juga sudah lama memiliki Surat Izin Praktik (SIP). SIP-nya sendiri terbatas kolektif dan cuma berlaku di RSUD Selatpanjang ini saja. Termasuk penugasannya ke Meranti merupakan SK dari Kemenkes RI,’’ terangnya.
Ketua IDI Mengaku Belum Tahu
Sementara itu, Ketua IDI Riau, dr Nurzelly Husnedi saat dikonfirmasi Riau Pos justru belum mengetahui kronologisnya secara terperinci. Namun, dia menilai dokter harusnya melaksanakan pelayanan medis sesuai profesinya.
‘’Pelayanan kebidanan dilaksanakan mulai dari paling mendadak sampai elektif ada tindakannya. Pada saat sangat darurat dokter punya kewajiban untuk melaksanakan tugasnya,’’ urai Nurzelly.
Dia menambahkan, pelayanan operasi mendadak ada berbagai penanganan. Dalam kesempatan itu, dokter berperan dalam menyelamatkan nyawa masyarakat.
Disinggung mengenai penanganan operasi untuk pasien yang kurang memiliki pasokan darah, dia mengatakan hal itu dapat dilaksanakan.
Untuk itu, dia juga menunggu laporan dari pihak IDI Selatpanjang ataupun pihak rumah sakit. Dia juga belum dapat memastikan mekanisme yang dilalui telah benar, karena belum mendapatkan laporan dari pihak yang bertanggung jawab. (ak27/rp)
Pihak keluarga menduga operasi yang dilakukan dr E, selaku dokter residen kandungan saat itu, tanpa dibekali darah yang cukup.
Namun di sisi lain, pihak RSUD yakin operasi itu sudah sesuai prosedur. Tindakan saat itu sudah mendesak, tak bisa diundur lagi.
Terkait ketersediaan darah, tak ada pendonor yang sama dengan darah pasien saat itu. Sementara waktu mendesak, maka operasi harus disegerakan.
Suami korban, Wawan Saputra (34) mengaku kesal. Apalagi kejadian itu membuat empat anaknya kini menjadi piatu.
‘’Saya ikhlas kepada Allah. Tapi tak dengan pekerjaan mereka yang asal-asalan. Dari awal saya minta penanganan yang terbaik. Saya betul-betul tak terima cara kerja mereka,’’ ujar Wawan kepada Riau Pos saat ditemui di rumahnya, Senin (9/12) lalu.
Lelaki berambut pendek itu menuturkan, Rabu (4/12) sekitar pukul 13.00 WIB, ia bersama istrinya dirujuk ke RSUD Selatpanjang melakukan cek USG.
Ia ingin mengetahui janin di dalam kandungan istrinya diduga posisinya melintang. Pengecekan itu harus dilakukan karena petugas di Klinik Sundari, tempat istrinya pertama kali dirawat sudah tak sanggup lagi menangani.
Istrinya harus dirujuk ke RSUD Selatpanjang melalui Puskesmas Selatpanjang Kota.
Usai pengecekan, ia diminta menandatangani surat rawat inap. Melihat kondisi istrinya kesakitan, dokter yang menanganinya menganjurkan istrinya harus dioperasi. Wawan setuju, namun ia mengaku tak tahu kalau operasi bakal hari itu juga.
‘’Setelah menandatangani surat pernyataan, dokter minta mencari materai Rp6 ribu, 3 jenis obat dan darah A+ sebanyak 2 kantong. Tapi saya tak tahu kalau istri langsung dioperasi. Saya pikir pastilah menunggu persediaan darah,’’ ujarnya mengenang kejadian pilu itu.
Tanpa menunggu, ia bergegas mencari apa yang diminta dokter. Tapi, ia tetap meminta penanganan terbaik dilakukan dokter untuk istrinya.
Selama beberapa jam, Wawan Putra berhasil mencari rekan-rekannya yang bersedia jadi pendonor. Dan, sekitar pukul 18.25 WIB, ia kembali ke RSUD bersama para pendonor. Sayang, darah para pendonor tak sesuai dengan darah istrinya.
Ia pun mengaku panik saat itu. Apalagi sekitar pukul 17.30 WIB dapat kabar operasi istrinya tetap berjalan. Ia tak menyangka, dokter melakukan operasi tanpa persediaan darah yang diminta.
Kemarahan Wawan terlihat ketika dokter menyebutkan, jika bayi sudah keluar dengan selamat.
Tapi istrinya Suprihatina drop, karena kekurangan darah. Karena darah A+ tak didapatkan, salah seorang dokter terpaksa mendonorkan darahnya.
Wawan lega, dan menunggu ke kamar sambil menggendong bayinya. Sekitar pukul 18.45 WIB barulah dapat kabar istrinya sudah meninggal dunia.
‘’Siapa tak panik, siapa tak marah kalau kerja seperti itu. Apalah salahnya menunggu persediaan darah baru operasi. Kalau begitu, kerja mereka asal-asalan saja. Itu membuat saya marah dan tak puas. Kalau darah ada tak masalah, karena ini baru siaga 1,’’ sebut peria bertubuh kecil itu dengan nada emosi.
Agar kasus serupa tak terjadi, Wawan akan membawa kasus istrinya ke jalur hukum, terutama mengenai kelalaian operasi tanpa persediaan darah dan obat-obatan.
‘’Masalah darah yang akan saya persoalkan. Kalau terbukti ada malapraktik bisa saja berlanjut. Memang, saya menandatangani surat pernyataan, tapi bukan berarti bisa seenaknya. Soalnya, saat dicek darah istri sangat rendah dan hanya 7 HB dan tak sampai 12 HB. Kok dipaksakan juga sebelum darah datang. Dari awal saya minta penanganan yang terbaik,’’ imbuh Wawan.
Direktur RSUD Selatpanjang, drg Viviyanti yang ditemui, belum bisa memberikan keterangan resmi karena sedang ada tamu, Senin (9/12) lalu. Ia minta Riau Pos menemui Kasubag TU.
Sementara Kasubag TU, Musmulyadi tak berani memberi jawaban. Saat itu, ia menghubungi salah seorang dokter melalui seluler, tapi tak berhasil. Akhirnya diputuskan, pihak RSUD Selatpanjang menggelar konfrensi pers, Selasa (10/12) kemarin.
Dalam konfrensi pers kemarin siang, drg Viviyanti tak sendirian. Ia didampingi Kasi Pelayanan dan Medis (Yanmed) dr Azharul SpOG dan Kasubag TU Musmulyadi. dr Azharul juga merupakan Ketua IDI Kepulauan Meranti.
Menurut drg Viviyanti, rumah sakit selalu menginginkan pasien tetap sembuh. Penanganan dokter terhadap pasien sudah sesuai prosedur.
‘’Kami berharap masyarakat dapat melakukan pemeriksaan rutin terhadap kandungan istrinya. Sehingga tak kelabakan di saat terdapat kejanggalan saat akan melahirkan,’’ terang drg Viviyanti.
Dr Azharul menambahkan, secara teknis malapraktik tak tercantum dalam ilmu kesehatan. Ia tak terima jika kejadian itu disebut malapraktik.
Kronologis penanganan pasien akhirnya meninggal dunia setelah menjalani operasi. Kondisi korban hamil kelima dengan posisi bayi di dalam rahim melintang.
‘’Dari catatan medisnya, saat masuk lebih kurang pukul 14.00 WIB, Rabu (4/12) itu sudah ada kontraksi. Jadi operasi tak bisa diundur lagi,’’ ujarnya menyatakan dalam penanganan kasus tersebut tak perlu memeriksa jantung lagi karena sudah urgensi dan harus sesegera mungkin dioperasi.
Terkait masalah ketersediaan darah. Menurut Azharul, karena tak adanya pendonor darah yang sama dengan pasien, dan dianggap sudah mendesak, makanya operasi dilaksanakan secara tergesa-gesa.
‘’Tak ada pendonor. Ada yang cocok, tapi tak berani diambil darahnya. Mau bagaimana lagi terpaksa diambil tindakan pengoperasian segera,’’ imbuhnya.
Ketika Riau Pos meminta sang dokter untuk dihadirkan saat konfrensi pers, pihak RSUD Selatpanjang menolak. Bahkan, ketika untuk keperluan konfirmasi juga tak diberikan.
Azharul lalu hanya menyebutkan, kalau nama dokter yang menangani operasi persalinan itu berinisial E, dan berstatus dokter chief residen.
Terkait konfirmasi pemberitaan, Azharul menambahkan, pihak RSUD yang akan memberikan jawaban.
‘’Jika ada pemberitaan yang menyebutkan, tak sesuai dengan bukti rekam medis,’’ tegas Azharul yang kebetulan ditugasi langsung oleh Direktur RSUD Selatpanjang, drg Viviyanti memberikan penjelasakan kepada media.
Di sisi lain, Azharul juga mengakui, dokter yang bersangkutan melakukan operasi secara mandiri, tanpa melakukan koordinasi dengan dirinya.
‘’Dokter yang menangani operasi ini juga sudah lama memiliki Surat Izin Praktik (SIP). SIP-nya sendiri terbatas kolektif dan cuma berlaku di RSUD Selatpanjang ini saja. Termasuk penugasannya ke Meranti merupakan SK dari Kemenkes RI,’’ terangnya.
Ketua IDI Mengaku Belum Tahu
Sementara itu, Ketua IDI Riau, dr Nurzelly Husnedi saat dikonfirmasi Riau Pos justru belum mengetahui kronologisnya secara terperinci. Namun, dia menilai dokter harusnya melaksanakan pelayanan medis sesuai profesinya.
‘’Pelayanan kebidanan dilaksanakan mulai dari paling mendadak sampai elektif ada tindakannya. Pada saat sangat darurat dokter punya kewajiban untuk melaksanakan tugasnya,’’ urai Nurzelly.
Dia menambahkan, pelayanan operasi mendadak ada berbagai penanganan. Dalam kesempatan itu, dokter berperan dalam menyelamatkan nyawa masyarakat.
Disinggung mengenai penanganan operasi untuk pasien yang kurang memiliki pasokan darah, dia mengatakan hal itu dapat dilaksanakan.
Untuk itu, dia juga menunggu laporan dari pihak IDI Selatpanjang ataupun pihak rumah sakit. Dia juga belum dapat memastikan mekanisme yang dilalui telah benar, karena belum mendapatkan laporan dari pihak yang bertanggung jawab. (ak27/rp)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.