[ArtikelKeren] NEWS - Perputaran dana Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam yang dilaksanakan sejak 2005 sudah menembus angka Rp1,3 triliun. Hal itu meningkat drastis dari modal awal yang dikucurkan sekitar Rp390 miliar.
‘’Kendati demikian, capaian tersebut perlu diaudit secara menyeluruh untuk memastikan data perputaran dana tidak menyalahi aturan dan ketentuan yang berlaku,’’ kata Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Desa (BPM Bangdes) Riau H Daswanto kepada Riau Pos, Kamis (24/10).
Menurutnya, program pengembangan desa itu sudah berjalan hampir delapan tahun. Namun, dalam impelementasinya belum pernah dilakukan audit secara menyeluruh.
‘’Ini juga perlu diteliti kembali apakah data jumlah debet, kredit atau data neraca transaksi sudah tepat. Ini diperlukan untuk dapat lebih mendekati kebenaran. Audit atau evaluasi dapat dilakukan oleh pihak eksternal seperti BPKP sehingga diperoleh data data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan,’’ terangnya.
Mantan staf ahli Gubernur Riau itu mengatakan dari 1.843 jumlah desa di Riau, yang telah didanai UED SP sebanyak 989 desa. Sedangkan yang belum 854 desa atau 46,3 persen. Jumlah dana yang telah disalurkan Rp456 miliar lebih. Alokasi dana provinsi sebesar Rp210 miliar lebih untuk 422 desa/kelurahan. Sedangkan dana kabupaten/kota mencapai Rp245 miliar lebih untuk 567 desa/kelurahan.
‘’Alokasi dananya cukup besar, begitu juga informasi perputarannya. Untuk itu, perlu audit dan evaluasi, sehingga data yang dilaporkan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara menyeluruh,’’ imbuh Daswanto.
Dia menilai, dalam pengembangan dana UED-SP ini masih sering menimbulkan perbedaan persepsi. Di mana, masyarakat menganggap dana tersebut adalah dana hibah sehingga tidak perlu dikembalikan.
‘’Persepsi ini perlu segera diluruskan secara persuasif edukatif. Sehingga masyarakat memahami benar bahwa dana itu untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat,’’ ungkap Daswanto.
Untuk itu, seluruh pelaku kegiatan program pengembangan desa (PPD) harus berupaya maksimal memahamkan masyarakat penerima manfaat tentang maksud dan tujuan PPD tersebut. Sehingga, persepsi yang destruktif itu berkembang karena PPD diluncurkan sebagai program strategis K2I.
Sasaran yang diharapkan adalah mengurangi jumlah penduduk miskin, mengurangi jumlah penganggur.
Selain itu, diharapkan dapat menekan praktik rentenir yang selama ini membelenggu masyarakat miskin dan menambah perputaran modal di lokasi pelaksanaan UED SP atau UEK SP.
Ditambahkannya, terhadap adanya tunggakan pada masing-masing pengelola perlu segera dicarikan solusinya sesuai dengan petunjuk teknis program PPD.
Misalnya penanggung jawab otoritas program yang ada pada kepala desa dan lurah harus dioptimalkan dan disinergikan lagi.
Saat ditanyakan mengenai jumlah tunggakan dan penyaluraan dana UED-SP tersebut, dia mengatakan dana tunggakan belum terjumlah secara terperinci. Pasalnya, seluruh BPMPD se-Riau belum memberikan laporan terkait realisasi di daerah.
‘’Kendati demikian, capaian tersebut perlu diaudit secara menyeluruh untuk memastikan data perputaran dana tidak menyalahi aturan dan ketentuan yang berlaku,’’ kata Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Desa (BPM Bangdes) Riau H Daswanto kepada Riau Pos, Kamis (24/10).
Menurutnya, program pengembangan desa itu sudah berjalan hampir delapan tahun. Namun, dalam impelementasinya belum pernah dilakukan audit secara menyeluruh.
‘’Ini juga perlu diteliti kembali apakah data jumlah debet, kredit atau data neraca transaksi sudah tepat. Ini diperlukan untuk dapat lebih mendekati kebenaran. Audit atau evaluasi dapat dilakukan oleh pihak eksternal seperti BPKP sehingga diperoleh data data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan,’’ terangnya.
Mantan staf ahli Gubernur Riau itu mengatakan dari 1.843 jumlah desa di Riau, yang telah didanai UED SP sebanyak 989 desa. Sedangkan yang belum 854 desa atau 46,3 persen. Jumlah dana yang telah disalurkan Rp456 miliar lebih. Alokasi dana provinsi sebesar Rp210 miliar lebih untuk 422 desa/kelurahan. Sedangkan dana kabupaten/kota mencapai Rp245 miliar lebih untuk 567 desa/kelurahan.
‘’Alokasi dananya cukup besar, begitu juga informasi perputarannya. Untuk itu, perlu audit dan evaluasi, sehingga data yang dilaporkan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara menyeluruh,’’ imbuh Daswanto.
Dia menilai, dalam pengembangan dana UED-SP ini masih sering menimbulkan perbedaan persepsi. Di mana, masyarakat menganggap dana tersebut adalah dana hibah sehingga tidak perlu dikembalikan.
‘’Persepsi ini perlu segera diluruskan secara persuasif edukatif. Sehingga masyarakat memahami benar bahwa dana itu untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat,’’ ungkap Daswanto.
Untuk itu, seluruh pelaku kegiatan program pengembangan desa (PPD) harus berupaya maksimal memahamkan masyarakat penerima manfaat tentang maksud dan tujuan PPD tersebut. Sehingga, persepsi yang destruktif itu berkembang karena PPD diluncurkan sebagai program strategis K2I.
Sasaran yang diharapkan adalah mengurangi jumlah penduduk miskin, mengurangi jumlah penganggur.
Selain itu, diharapkan dapat menekan praktik rentenir yang selama ini membelenggu masyarakat miskin dan menambah perputaran modal di lokasi pelaksanaan UED SP atau UEK SP.
Ditambahkannya, terhadap adanya tunggakan pada masing-masing pengelola perlu segera dicarikan solusinya sesuai dengan petunjuk teknis program PPD.
Misalnya penanggung jawab otoritas program yang ada pada kepala desa dan lurah harus dioptimalkan dan disinergikan lagi.
Saat ditanyakan mengenai jumlah tunggakan dan penyaluraan dana UED-SP tersebut, dia mengatakan dana tunggakan belum terjumlah secara terperinci. Pasalnya, seluruh BPMPD se-Riau belum memberikan laporan terkait realisasi di daerah.
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.