JAKARTA [ArtikelKeren] NEWS - Peluang Presiden SBY menduduki kursi Sekjen PBB yang akan ditinggalkan Ban Ki-moon tahun 2015 mendatang semakin besar bila ia berhasil mendamaikan Korea Utara dan Korea Selatan.
Reputasi Indonesia di dunia internasional yang terbilang baik dan posisi netral dalam konflik di Semenanjung Korea menjadi faktor yang menguntungkan bila SBY ingin berperan dalam perdamaian Korea.
Begitu dikatakan Sekjen Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara, Teguh Santosa, Minggu (26/10). Menurutnya, Presiden SBY berpeluang menjadi juru damai dan mengubah situasi Semenanjung Korea dari negative peace menjadi positive peace.
Semenanjung Korea terbelah sejak perang Rusia dan Jepang di akhir abad ke-19. Setelah Perang Dunia Kedua berakhir di tahun 1945, wilayah utara dipengaruhi Uni Soviet dan wilayah selatan dipengaruhi Amerika Serikat. Perang Dingin membuat kedua Korea menjadi bangsa dan negeri asing satu sama lain.
Perang Korea yang berlangsung antara 1950 hingga 1953 berakhir setelah PBB dan Korea Utara menandatangani perjanjian gencatan senjata.
Sampai kini perjanjian gencatan senjata itu belum diubah menjadi perjanjian damai, dan ini berarti Korea Utara dan Korea Selatan masih dalam situasi perang.
Teguh pernah dua kali bertemu pejabat tinggi Korea Utara, Ketua Komite Persahabatan Luar Negeri, Kim Jong-suk, di tahun 2012 dan 2013. Dalam kedua pertemuan itu Kim Jong-suk menyampaikan harapan agar Indonesia ikut membantu proses perdamaian di Korea.
"Harapan yang sama juga miliki pihak Korea Selatan," ujar dosen jurusan Hubungan Internasional di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini.
Reputasi Indonesia di dunia internasional yang terbilang baik dan posisi netral dalam konflik di Semenanjung Korea menjadi faktor yang menguntungkan bila SBY ingin berperan dalam perdamaian Korea.
Begitu dikatakan Sekjen Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara, Teguh Santosa, Minggu (26/10). Menurutnya, Presiden SBY berpeluang menjadi juru damai dan mengubah situasi Semenanjung Korea dari negative peace menjadi positive peace.
Semenanjung Korea terbelah sejak perang Rusia dan Jepang di akhir abad ke-19. Setelah Perang Dunia Kedua berakhir di tahun 1945, wilayah utara dipengaruhi Uni Soviet dan wilayah selatan dipengaruhi Amerika Serikat. Perang Dingin membuat kedua Korea menjadi bangsa dan negeri asing satu sama lain.
Perang Korea yang berlangsung antara 1950 hingga 1953 berakhir setelah PBB dan Korea Utara menandatangani perjanjian gencatan senjata.
Sampai kini perjanjian gencatan senjata itu belum diubah menjadi perjanjian damai, dan ini berarti Korea Utara dan Korea Selatan masih dalam situasi perang.
Teguh pernah dua kali bertemu pejabat tinggi Korea Utara, Ketua Komite Persahabatan Luar Negeri, Kim Jong-suk, di tahun 2012 dan 2013. Dalam kedua pertemuan itu Kim Jong-suk menyampaikan harapan agar Indonesia ikut membantu proses perdamaian di Korea.
"Harapan yang sama juga miliki pihak Korea Selatan," ujar dosen jurusan Hubungan Internasional di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini.
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.