Oleh : Machasin
[ArtikelKeren] OPINI - Lahirnya UU No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dimaksudkan agar UMKM diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang dan berkeadilan.
Dengan demikian pemberdayaan UMKM perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim usaha yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan dan pengembangan usaha dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja serta pengentasan kemiskinan.
Permasalahan UMKM
Meskipun amanat undang-undang telah jelas-jelas memberikan perlindungan kepada UMKM agar mampu tumbuh dan memiliki daya saing, namun dalam kenyataannya UMKM masih menghadapi banyak permasalahan, baik yang bersifat struktural maupun organisasional.
Permasalahan struktural yang dihadapi UMKM adalah rendahnya produktivitas, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah dan besar.
Rendahnya produktivitas UMKM berkaitan langsung dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, serta rendahnya kompetensi sumberdaya manusia UMKM. Sehingga melemahkan kesiapan bersaing dan daya adaptasi dalam menghadapi liberalisasi ekonomi terutama di kawasan ASEAN.
UMKM juga masih menghadapi masalah operasional, seperti keterbatasan akses permodalan. Keadaan itu bagi UMKM amat menyulitkan untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang berdaya saing.
Selain itu, meskipun usahanya layak, persyaratan pinjaman juga tidak mudah dipenuhi oleh UMKM.
Meskipun pemerintah telah memberikan solusi melalui fasilitas KUR, namun hal tersebut sulit terjangkau oleh UMKM karena berbagai keterbatasan.
Permasalahan lain yang dihadapi UMKM adalah penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar relatif masih jauh dari memadai, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, memerlukan biaya yang besar apalagi untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM.
Kelemahan di atas tidak semata-mata bersumber dari UMKM itu sendiri, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor di luar UMKM, seperti kondisi ekonomi makro, kebijakan pemerintah, karakteristik sosial budaya masyarakat, dan sebagainya.
Artinya, pemerintah harus memperhatikan berbagai faktor penghambat untuk dicarikan solusi dalam upaya memicu perkembangan dan pertumbuhan UMKM di masa mendatang.
Sudah banyak contoh keberhasilan suatu negara menata ekonomi negaranya berangkat dari kepeduliannya terhadap UMKM. Misalnya kemajuan ekonomi Taiwan, ditopang dari UMKM. Jumlah UMKM-nya sangat besar, yakni 98,1 persen dari seluruh perusahaan yang ada dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 80,6 prsen dari seluruh tenaga kerja.
Fenomena tersebut menunjukkan betapa sebenarnya UMKM memiliki prospek yang cerah sebagai salah satu pilar perekonomian bangsa.
Bagaimana dengan UMKM di negeri kita? Apakah prospeknya cukup cerah dan menjanjikan? Mampukah UMKM kita menghadapi era tantangan baru dalam wadah kompetisi Asean Economic Community/ AEC (masyarakat ekonomi Asean) yang akan diberlakukan pada tahun 2015.
Konsep AEC ini bertujuan untuk mencapai pasar tunggal dan basis produksi di kawasan ekonomi ASEAN yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi ke dalam perekonomian global.
Tentu saja melalui AEC mendorong investasi dan adanya peluang untuk membentuk perusahaan joint venture menjadi terbuka lebar.
Peluang dan sekaligus sebagai ancaman akan kita hadapi jika UMKM tidak mampu mengantisipasi dan sekaligus beradaptasi terhadap kondisi tersebut.
Dengan jumlah penduduk yang mencapai angka 240 juta jiwa, negeri kita menjadi sasaran target pasar terbesar di kawasan negara-negara Asean.
Apakah diberlakukannya AEC 2015 menjadi sebuah harapan atau sebaliknya sebagai sebuah ancaman terhadap masa depan UMKM kita?
Jawabannya tentu sangat tergantung pada kemampuan dan kemauan pemerintah untuk mendukung pertumbuhan UMKM. Ada ungkapan yang menyatakan lebih baik menjadi ikan besar di kolam yang kecil, dari pada menjadi ikan kecil di kolam yang besar?
Melihat kondisi negeri kita yang sedang sakit mental, di mana para pemimpinnya tidak mampu melihat kebelakang (rakyatnya) maka kita pesimis UMKM kita akan mampu menjadi trendsetter yang mampu mengendalikan perubahan di kawasan masyarakat ekonomi ASEAN.
Adaptasi Menghadapi AEC
Mencermati kondisi tersebut, maka UMKM tidak selayaknya hanya berpangku tangan menerima nasib apa adanya. Langkah proaktif mesti harus diambil oleh UMKM agar mampu bersaing dan ikut berperan dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Sehingga UMKM mampu bangkit sebagai salah satu pilar utama perekonomian nasional.
Terlebih lagi 2015 akan menghadapi gelombang pasar bebas dalam menghadapi Asean Economic Community yang telah disepakati oleh beberapa petinggi Asean 11 tahun yang lalu, tepatnya di Kamboja pada 2 November 2002. Pertanyaannya, sudah siapkah UMKM kita menghadapi AEC?
UMKM dituntut untuk mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan lingkungan yang bergerak dengan cepat. Terdapat tiga lingkungan perusahaan yang saling berkaitan, yaitu lingkungan operasional, lingkungan industri dan lingkungan makro.
Untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan operasional, perusahaan harus melakukan perubahan, guna menyesuaikan dengan lingkungannya yang kompetitif. Lingkungan operasional meliputi pesaing, pemberi kredit, pelanggan, pemasok dan pegawai.
Lingkungan industri, apakah industri domistik ataupun internasional, apakah menghasilkan barang atau jasa. Lingkungan industri ini tercakup dalam lima faktor, yaitu masuknya pendatang baru, ancaman produk substitusi, daya tawar menawar pembeli, daya tawar menawar pemasok, dan persaingan di antara pesaing.
Rintangan masuk meliputi skala ekonomi, diferensiasi produk, identitas merek, keperluan modal, akses ke jaringan distribusi, keunggulan biaya mutlak, kebijakan pemerintah dan perlawanan dari perusahaan yang ada.
Keunggulan bersaing bersumber dari berbagai macam kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam merancang ,membuat, mendistribusikan, mendukung dan memasarkan produknya.
Lingkungan makro adalah lingkungan yang mempengaruhi setiap organisasi bisnis, termasuk UMKM, di mana lingkungan tersebut seringkali berada di luar kendali manajemen perusahaan, bahkan dalam banyak hal sulit diprediksi perubahannya. Berbagai aspek yang tergolong dalam lingkungan makro ini adalah: kondisi ekonomi, hukum, sosial, politik, teknologi, ekologi dan global.
Analisis lingkungan makro ini digunakan perusahaan dalam upaya memprediksi dan mengantisipasi perubahan, agar sesegera mungkin ditetapkan kebijakan sebagai langkah antisipatif.
Untuk itu diperlukan perumusan strategi yakni memanfaatkan peluang atau meminimalkan ancaman, serta mengenali dan mengevaluasi peluang dan ancaman lingkungan makro.
Sehingga organisasi mampu mengembangkan visi dan misi yang jelas serta mampu merancang strategi untuk mencapai sasaran jangka panjang serta mengembangkan kebijakan untuk mencapai sasaran tahunan.
Peran PT
Perguruantinggi (PT) mempunyai kewajiban untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional dan berdaya saing global.
Meskipun negeri kita memiliki kekuatan dari jumlah penduduknya yang mencapai 240 juta jiwa, dan mempunyai banyak produk unggulan yang prospektif untuk dikembangkan guna bersaing pada tataran pasar AEC, ( seperti produk CPO, karet, ikan, tekstil, furnitur, makanan dan minuman, pupuk, logam, besi dan baja, serta produk-produk lain), namun perlu diwaspadai jika SDM yang kita miliki tidak siap.
Jika PT tidak siap, maka negeri kita akan mengalami kesulitan menghadapi hantaman persaingan yang ketat di kawasan ASEAN.
Saat ini saja berdasar data dari KementrianTenaga Kerja danTransmigrasi, bulan Januari-Agustus izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) sudah mencapai angka 48.002 orang tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia.
Dari jumlah tersebut di antaranya tenaga kerja asing asal Cina, Korea Selatan, Amerika Serikat, Australia, Filipina, Inggris dan negara lainnya.
Hal tersebut tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi institusi pendidikan terutama PT agar mencetak lulusan yang memiliki kualitas sebanding dengan para pekerja asing.
Sudahkah PT di negeri kita mampu menghasilkan lulusan yang berdaya saing global? Bagi PT tertentu jawabannya sudah, tapi belum semua PT, sebab meskipun memiliki visi global namun pemimpinnya belum berpikir global.***
Machasin, Dosen Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Unri
[ArtikelKeren] OPINI - Lahirnya UU No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dimaksudkan agar UMKM diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang dan berkeadilan.
Dengan demikian pemberdayaan UMKM perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim usaha yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan dan pengembangan usaha dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja serta pengentasan kemiskinan.
Permasalahan UMKM
Meskipun amanat undang-undang telah jelas-jelas memberikan perlindungan kepada UMKM agar mampu tumbuh dan memiliki daya saing, namun dalam kenyataannya UMKM masih menghadapi banyak permasalahan, baik yang bersifat struktural maupun organisasional.
Permasalahan struktural yang dihadapi UMKM adalah rendahnya produktivitas, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah dan besar.
Rendahnya produktivitas UMKM berkaitan langsung dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, serta rendahnya kompetensi sumberdaya manusia UMKM. Sehingga melemahkan kesiapan bersaing dan daya adaptasi dalam menghadapi liberalisasi ekonomi terutama di kawasan ASEAN.
UMKM juga masih menghadapi masalah operasional, seperti keterbatasan akses permodalan. Keadaan itu bagi UMKM amat menyulitkan untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang berdaya saing.
Selain itu, meskipun usahanya layak, persyaratan pinjaman juga tidak mudah dipenuhi oleh UMKM.
Meskipun pemerintah telah memberikan solusi melalui fasilitas KUR, namun hal tersebut sulit terjangkau oleh UMKM karena berbagai keterbatasan.
Permasalahan lain yang dihadapi UMKM adalah penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar relatif masih jauh dari memadai, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, memerlukan biaya yang besar apalagi untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM.
Kelemahan di atas tidak semata-mata bersumber dari UMKM itu sendiri, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor di luar UMKM, seperti kondisi ekonomi makro, kebijakan pemerintah, karakteristik sosial budaya masyarakat, dan sebagainya.
Artinya, pemerintah harus memperhatikan berbagai faktor penghambat untuk dicarikan solusi dalam upaya memicu perkembangan dan pertumbuhan UMKM di masa mendatang.
Sudah banyak contoh keberhasilan suatu negara menata ekonomi negaranya berangkat dari kepeduliannya terhadap UMKM. Misalnya kemajuan ekonomi Taiwan, ditopang dari UMKM. Jumlah UMKM-nya sangat besar, yakni 98,1 persen dari seluruh perusahaan yang ada dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 80,6 prsen dari seluruh tenaga kerja.
Fenomena tersebut menunjukkan betapa sebenarnya UMKM memiliki prospek yang cerah sebagai salah satu pilar perekonomian bangsa.
Bagaimana dengan UMKM di negeri kita? Apakah prospeknya cukup cerah dan menjanjikan? Mampukah UMKM kita menghadapi era tantangan baru dalam wadah kompetisi Asean Economic Community/ AEC (masyarakat ekonomi Asean) yang akan diberlakukan pada tahun 2015.
Konsep AEC ini bertujuan untuk mencapai pasar tunggal dan basis produksi di kawasan ekonomi ASEAN yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi ke dalam perekonomian global.
Tentu saja melalui AEC mendorong investasi dan adanya peluang untuk membentuk perusahaan joint venture menjadi terbuka lebar.
Peluang dan sekaligus sebagai ancaman akan kita hadapi jika UMKM tidak mampu mengantisipasi dan sekaligus beradaptasi terhadap kondisi tersebut.
Dengan jumlah penduduk yang mencapai angka 240 juta jiwa, negeri kita menjadi sasaran target pasar terbesar di kawasan negara-negara Asean.
Apakah diberlakukannya AEC 2015 menjadi sebuah harapan atau sebaliknya sebagai sebuah ancaman terhadap masa depan UMKM kita?
Jawabannya tentu sangat tergantung pada kemampuan dan kemauan pemerintah untuk mendukung pertumbuhan UMKM. Ada ungkapan yang menyatakan lebih baik menjadi ikan besar di kolam yang kecil, dari pada menjadi ikan kecil di kolam yang besar?
Melihat kondisi negeri kita yang sedang sakit mental, di mana para pemimpinnya tidak mampu melihat kebelakang (rakyatnya) maka kita pesimis UMKM kita akan mampu menjadi trendsetter yang mampu mengendalikan perubahan di kawasan masyarakat ekonomi ASEAN.
Adaptasi Menghadapi AEC
Mencermati kondisi tersebut, maka UMKM tidak selayaknya hanya berpangku tangan menerima nasib apa adanya. Langkah proaktif mesti harus diambil oleh UMKM agar mampu bersaing dan ikut berperan dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Sehingga UMKM mampu bangkit sebagai salah satu pilar utama perekonomian nasional.
Terlebih lagi 2015 akan menghadapi gelombang pasar bebas dalam menghadapi Asean Economic Community yang telah disepakati oleh beberapa petinggi Asean 11 tahun yang lalu, tepatnya di Kamboja pada 2 November 2002. Pertanyaannya, sudah siapkah UMKM kita menghadapi AEC?
UMKM dituntut untuk mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan lingkungan yang bergerak dengan cepat. Terdapat tiga lingkungan perusahaan yang saling berkaitan, yaitu lingkungan operasional, lingkungan industri dan lingkungan makro.
Untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan operasional, perusahaan harus melakukan perubahan, guna menyesuaikan dengan lingkungannya yang kompetitif. Lingkungan operasional meliputi pesaing, pemberi kredit, pelanggan, pemasok dan pegawai.
Lingkungan industri, apakah industri domistik ataupun internasional, apakah menghasilkan barang atau jasa. Lingkungan industri ini tercakup dalam lima faktor, yaitu masuknya pendatang baru, ancaman produk substitusi, daya tawar menawar pembeli, daya tawar menawar pemasok, dan persaingan di antara pesaing.
Rintangan masuk meliputi skala ekonomi, diferensiasi produk, identitas merek, keperluan modal, akses ke jaringan distribusi, keunggulan biaya mutlak, kebijakan pemerintah dan perlawanan dari perusahaan yang ada.
Keunggulan bersaing bersumber dari berbagai macam kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam merancang ,membuat, mendistribusikan, mendukung dan memasarkan produknya.
Lingkungan makro adalah lingkungan yang mempengaruhi setiap organisasi bisnis, termasuk UMKM, di mana lingkungan tersebut seringkali berada di luar kendali manajemen perusahaan, bahkan dalam banyak hal sulit diprediksi perubahannya. Berbagai aspek yang tergolong dalam lingkungan makro ini adalah: kondisi ekonomi, hukum, sosial, politik, teknologi, ekologi dan global.
Analisis lingkungan makro ini digunakan perusahaan dalam upaya memprediksi dan mengantisipasi perubahan, agar sesegera mungkin ditetapkan kebijakan sebagai langkah antisipatif.
Untuk itu diperlukan perumusan strategi yakni memanfaatkan peluang atau meminimalkan ancaman, serta mengenali dan mengevaluasi peluang dan ancaman lingkungan makro.
Sehingga organisasi mampu mengembangkan visi dan misi yang jelas serta mampu merancang strategi untuk mencapai sasaran jangka panjang serta mengembangkan kebijakan untuk mencapai sasaran tahunan.
Peran PT
Perguruantinggi (PT) mempunyai kewajiban untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional dan berdaya saing global.
Meskipun negeri kita memiliki kekuatan dari jumlah penduduknya yang mencapai 240 juta jiwa, dan mempunyai banyak produk unggulan yang prospektif untuk dikembangkan guna bersaing pada tataran pasar AEC, ( seperti produk CPO, karet, ikan, tekstil, furnitur, makanan dan minuman, pupuk, logam, besi dan baja, serta produk-produk lain), namun perlu diwaspadai jika SDM yang kita miliki tidak siap.
Jika PT tidak siap, maka negeri kita akan mengalami kesulitan menghadapi hantaman persaingan yang ketat di kawasan ASEAN.
Saat ini saja berdasar data dari KementrianTenaga Kerja danTransmigrasi, bulan Januari-Agustus izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) sudah mencapai angka 48.002 orang tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia.
Dari jumlah tersebut di antaranya tenaga kerja asing asal Cina, Korea Selatan, Amerika Serikat, Australia, Filipina, Inggris dan negara lainnya.
Hal tersebut tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi institusi pendidikan terutama PT agar mencetak lulusan yang memiliki kualitas sebanding dengan para pekerja asing.
Sudahkah PT di negeri kita mampu menghasilkan lulusan yang berdaya saing global? Bagi PT tertentu jawabannya sudah, tapi belum semua PT, sebab meskipun memiliki visi global namun pemimpinnya belum berpikir global.***
Machasin, Dosen Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Unri
Sumber : riaupos.co
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.