Dalam setiap kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan, ada hari dimana kita kehilangan kepercayaan kita, hari dimana teman kita melawan diri kita sendiri. Tapi hari itu tak akan pernah datang saat kita membela suatu hal yang paling berharga dalam hidup ~ @MotivatorSuper

Kamis, 26 September 2013

Kesadaran Kolektif Membangun Pengawasan

Kamis, September 26, 2013 By Unknown No comments

Oleh : Fitri Heriyanti


 
[ArtikelKeren] NEWS - Kehadiran Bawaslu Provinsi Riau dalam rangka mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau tahun 2013, baik putaran pertama maupun putaran kedua merupakan keharusan dari bagian tugas dan wewenang yang kemandiriannya dijamin Undang-Undang No. 15/ 2011.

Jaminan kemandirian inilah yang seharusnya juga dijadikan parameter oleh perumus kebijakan realisasi anggaran untuk mendukung penguatan pelembagaan pengawasan.

Pada konteks ini, sepakat dengan gagasan Abdul Gaffar Karim melembagakan (terus) demokrasi, yang tertuang dalam blog pribadinya, bahwa muara pengawasan terlembaga pada ranah negara, dalam rangka mengejar terwujudnya kebebasan, equalitas dan partisipasi pada ranah masyarakat.

Pengawasan partisipatif menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan jangka panjang membumikan pengawasan dibenak publik Riau.

Anggaran Menghambat Penguatan Kelembagaan Pengawasan Nugroho (2008) menyebutkan kebijakan sebagai proses, dan proses kebijakan adalah dimensi paling inti dari kebijakan publik. Mengingat kembali salah satu pendekatan kebijakan publik, pendekatan sistem dari Easton, termuat input, throughput and output.

Pertanyaannya, apakah anggaran Bawaslu Provinsi Riau melalui mekanisme input, throughput and output tersebut. Saya pikir ya, pada poin input, Bawaslu Provinsi Riau menuntut Rp79 miliar untuk mem-back up honor dan penguatan kelembagaan sampai ke PPL.

Kemudian di poin throughput, anggaran Bawaslu Riau masuk pada political system, pembahasan dengan eksekutif dan legislatif.

Terakhir, poin output, Bawaslu Provinsi Riau, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu Kecamatan, dan PPL melakukan pengawasan di setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan yang dilaksanakan KPU Provinsi Riau, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS dan KPPS. Dari semua proses dimaksud, apakah ekspektasi publik terhadap proses dan hasil pengawasan terpenuhi?

Menjadi renungan kita bersama, apa yang terlupakan dari input, throughput and output oleh perumus kebijakan baik eksekutif maupun legislatif Provinsi Riau.

Decision or Policies. Fair Decision. Konsensus Bawaslu Provinsi Riau dan Panwaslu kabupaten/kota se-Provinsi Riau, menarik diri dari pengawasan putaran kedua bukan tanpa pertimbangan, justru sebaliknya telah dipertimbangkan secara matang.

Seharusnya ada gayung bersambut sebelum putaran pertama pemilihan berakhir, bahwa semangat membumikan pengawasan menjadi bagian pengawasan partisipatif adalah tanggung jawab bersama lembaga negara, tetapi realitasnya cita-cita tersebut masih terkonsentrasi di internal pengawas pemilu khususnya pengawas pemilu di Provinsi Riau.

Semangat Penguatan Kelembagaan Pengawasan yang Terlupakan Keputusan perumus kebijakan baik eksekutif maupun legislatif Provinsi Riau, anggaran Rp10 miliar dari APBD murni tahun 2013 untuk Bawaslu Provinsi Riau, tentu berdasarkan pertimbangan matang dengan berpedoman pada sumpah jabatan. Mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.

Sumpah jabatan inilah yang selalu membayangi Bawaslu Provinsi Riau untuk membahas anggaran secara formal dan menggunakan anggaran sesuai aturan pertanggungjawaban keuangan negara. Tidak ada forum di luar forum. Forum resmi sudah ditempuh melalui rapat baik inisiatif eksekutif dan legislatif, juga inisiatif Bawaslu Provinsi Riau melalui surat.

Awalnya, anggaran Rp10 miliar APBD kemudian direalisasikan bertahap, tahap pertama Rp5 miliar dan menyusul Rp5 miliar berikutnya, setelah minimal 75 persen pertanggungjawaban Rp5 miliar tahap pertama selesai, tidak menjadi masalah krusial juga, karena setelah diputuskan dan dinyatakan tidak mampu mem-back up substansi pengawasan, legislatif sampaikan dapat diusulkan kembali lewat APBD Perubahan.

Artinya, usulan awal Rp79 miliar yang direncanakan kombinasi antara honor dan penguatan kelembagaan dari Bawaslu Provinsi Riau sampai PPL, kembali diusulkan di APBD Perubahan. Pengusulan berproses, tahapan pemilihan berproses, demikian juga pengawasan berproses.

Yang justru menjadi permasalahan baru, realisasi Rp10 miliar yang telah diusulkan sejak Oktober 2012, justru baru dilakukan Juni 2013, semakin parah lagi, Sekretariat Bawaslu Provinsi Riau masih terbatas jumlahnya. Pada akhirnya, rencana penguatan kelembagaan melalui kegiatan rapat koordinasi, bimbingan teknis, maupun monitoring evaluasi per tahapan, gagal dilaksanakan.

Realisasi Rp10 miliar tersebut hanya mampu mem-back up honor sampai Panwaslu Kecamatan selama tiga bulan, dan penguatan kelembagaan per tahapan tidak dilaksanakan, dan ekspektasi penguatan kelembagaan di internal Pengawas Pemilu masih menjadi ekspektasi saja, dan bisa jadi juga belum mampu memenuhi ekspektasi publik terhadap kualitas proses dan hasil pemilihan.

Sampai saat ini, pencairan tahap kedua Rp5 miliar masih menunggu dan pembahasan lanjutan dana APBD Perubahan juga tidak jelas.

Kesadaran Kolektif Membangun Penguatan Kelembagaan Pengawasan Bawaslu Provinsi Riau, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu Kecamatan dan PPL, dibentuk dan diambil sumpah sebagai Penyelenggara Pemilu.

Benar bertanggungjawab mengawasi semua tahapan Pemilu yang berlangsung. Tugas dan wewenang masing-masing tertuang dalam undang-undang, peraturan Bawaslu, surat edaran dan instruksi.

Menjadi pertanyaan kita bersama, siapa yang bertanggung jawab terhadap kualitas proses pemilihan, siapa yang bertanggung jawab terhadap hasil pemilihan dan apakah pengawasan hanya hak mutlak pengawas Pemilu?

Mengubah mindset internal pengawas pemilu cepat dan tepat, untuk mengedepankan pencegahan pada setiap tahapan pemilihan saja memerlukan energi, apalagi harus melibatkan masyarakat sadar politik dan cerdas mengawasi, juga menjadi pemikiran agar ke depan semua stakeholders dapat terlibat menjaga kualitas demokrasi yang diharapkan.

Artinya, tidak seharusnya lembaga negara mempertontonkan hal-hal yang mengikis keteladanan yang dapat diperhatikan, dilihat dan dinilai masyarakat.

Masing-masing, Bawaslu Provinsi Riau, eksekutif dan legislatif, keberadaannya untuk saling support demokrasi lokal berkualitas, sehingga masyarakat yang mempunyai hak pilih bebas menentukan pilihan dengan menanamkan pengawasan minimal pada dirinya sendiri dan akhirnya berkembang berkontribusi terhadap kinerja penyelenggara Pemilu.

Semoga dinamika pemilihan Gubenur dan Wakil Gubernur Provinsi Riau 2013 menjadi pembelajaran kita bersama sehingga pendewasaan berpolitik dapat kita raih dan akhirnya membawa Riau ke depan lebih baik. ***


Fitri Heriyanti, Anggota Badan Pengawas Pemilu Provinsi Riau

Sumber : riaupos.co

0 komentar :

Posting Komentar

Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.


http://artikelkeren27.blogspot.com/2014/01/hasil-seleksi-cpns-kota-pekanbaru-2013.html

http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-kelulusan-cpns-kementerian.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/pengumuman-daftar-nilai-tkd-dan-tkb.html



http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-indragiri.html


http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-kuantan.html
http://artikelkeren27.blogspot.com/2013/12/hasil-seleksi-cpns-kabupaten-siak-2013.html










PETUNJUK PENGGUNAAN