Oleh : Rustam
KPK meminta kepada jajaran kepala daerah untuk mengelola secara sunguh-sungguh dana bantuan sosial dan hibah agar terhindar dari penyalahgunaan.
Imbauan ini tertuang dalam surat KPK kepada seluruh kepala daerah dan ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri bernomor B-14/01-15/01/2014 tanggal 6 Januari 2014.
KPK meminta kepada para kepala daerah agar pengelolaan dana hibah dan bansos mengacu pada Permendagri 32 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri 39 tahun 2012 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD.
Pemda dalam menganggarkan pemberian hibah dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib, secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus tiap tahun anggaran (kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan) dan bertujuan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.
Bantuan sosial diberikan kepada individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal.
Bansos juga dapat diberikan kepada lembaga non pemerintah bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lainnya yang berperan untuk melindungi individu, kelompok dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial.
Bantuan sosial diberikan secara selektif dalam arti hanya diberikan kepada calon penerima yang ditujukan untuk melindungi dari kemungkinan risiko sosial dan diberikan sesuai tujuan penggunaannya meliputi rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan dan penanggulangan bencana.
Baik hibah maupun bansos dapat diberikan dalam bentuk uang maupun barang.
Prosedurnya dimulai dari calon penerima hibah/bansos menyampaikan usulan tertulis kepada kepala daerah, untuk selanjutnya kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk melakukan evaluasi.
Berdasarkan hasil evaluasi, kepala SKPD menyampaikan rekomendasi kepada kepala daerah melalui TAPD. Berdasarkan kemampuan keuangan daerah dan dengan memperhatikan rekomendasi dari kepala SKPD, TAPD mencantumkan alokasi anggaran hibah dan bansos dalam rancangan KUA dan PPAS.
Hibah dan bansos dalam bentuk uang dianggarkan dalam RKA-PPKD pada kelompok belanja tidak langsung sedangkan hibah dan bansos dalam bentuk barang atau jasa dianggarkan pada RKA-SKPD pada kelompok belanja langsung yang diformulasikan kedalam program dan kegiatan.
Bantuan sosial berupa uang kepada individu dan/atau keluarga terdiri dari bantuan sosial yang direncanakan atau sudah jelas nama, alamat penerima dan besaran bansosnya dan yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dialokasikan untuk keperluan akibat resiko sosial yang tidak dapat diperkirakan pada saat penyusunan APBD.
Pagu alokasi anggaran bansos yang tidak dapat direncanakan sebelumnya tidak melebihi pagu alokasi anggaran bansos yang direncanakan.
Daftar nama penerima hibah/bansos, alamat penerima dan besarnya hibah/bansos dicantumkan dalam lampiran peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Kepala daerah harus menerbitkan surat keputusan penetapan daftar penerima dan besaran hibah dan bantuan sosial (baik barang maupun uang) berdasarkan perkada tentang Penjabaran APBD sebagai dasar penyaluran hibah/bansos.
Penyerahan bantuan sosial kepada individu/keluarga yang tidak dapat direncanakan didasarkan pada permintaan tertulis dari individu/keluarga yang bersangkutan atau surat keterangan dari pejabat yang berwenang serta mendapat persetujuan kepala daerah setelah diverifikasi oleh SKPD terkait.
Penyaluran hibah dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan penerima hibah.
Penerima hibah/bansos berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah/bansos kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan kepada kepala SKPD terkait sedangkan untuk hibah/bansos barang laporan disampaikan kepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait.
Begitu rapinya pengaturan hibah dan bansos yang dibuat dalam Permendagri 32/2011 maupun 39/2012 hingga KPK menyarankan kepada seluruh kepala daerah untuk mentaati kedua peraturan tersebut dalam menyalurkan dana hibah dan bansos.
Ada saja celah yang dimanfaatkan para pihak untuk mencari keuntungan pribadi maupun kelompok dari penyaluran dana hibah dan bansos.
Mulai dari penyaluran dana hibah/bansos yang fiktif, calo/broker pengurusan hibah/bansos melalui pendekatan kekuasaan dan hasilnya ‘belah duren’ atau ‘belah semangka, sampai dengan hibah/bansos yang dijadikan modal untuk melanggengkan kekuasaan.
Siapa yang dipersalahkan jika kasus tersebut terjadi? Mari lihat kembali alur penganggaran, penyaluran sampai dengan pertangungjawaban hibah/bansos sebagaimana diuraikan dalam kedua Permendagri di atas.
Jika pemda yang menganggarkan hibah/bansos tanpa melalui mekanisme evaluasi terlebih dahulu dengan tujuan mengalah agar APBD segera disahkan, maka kesempatan untuk melakukan evaluasi harus dilakukan sebelum dilakukan penyaluran.
Bagaimana dengan eksekutif yang memaksakan untuk memasukan hibah/bansos pada obyek tertentu dalam RAPBD yang disinyalir oleh legislatif adanya muatan politis sehingga tidak disepakati oleh legislatif yang mengakibatkan berlarut-larutnya penetapan APBD dan rakyat dirugikan dengan terhambatnya pembangunan daerah.
Harus ada yang mengalah untuk menang, berhati jernih melihat kepentingan yang lebih luas yang pada akhirnya mekanisme penyaluran hibah/bansos tersebut tetap harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu.***(ak27/DHLR)
Rustam
Kepala Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah pada Perwakilan BPKP Riau
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.