JAKARTA [ArtikelKeren] NEWS - Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU) telah mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 7,7 triliun untuk membangun infrastruktur berupa jalan raya di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimantan. Dana tersebut dipersiapkan untuk pembangunan jalan di daerah perbatasan Kalimantan yang membentang sepanjang 2.000 kilometer.
"Jalan sepanjang 2.000 kilometer itu lebih panjang dari Pulau Jawa. Jadi memang sangat membutuhkan dana yang sangat besar," kata Kepala Pusat Komunikasi Kementerian PU Danis H. Sumadilaga kepada Jawa Pos kemarin (13/11).
Danis mengatakan bahwa pembangunan jalan di perbatasan tersebut merupakan proyek tahun jamak (multiyears), sehingga tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. "Jadi pekerjaan ini dilakukan secara sangat bertahap dan pelan-pelan. Kita tidak melulu mengejar target ekonomis tapi juga memperhatikan faktor keamanan dan sosial," ujar Danis.
Pembangunan jalan tersebut, lanjutnya, masih difokuskan di daerah-daerah yang ramai penduduknya. "Tentu kita harus mendahulukan pembangunan jalan di tempat yang ramai penduduknya. Tidak mungkin kita bangun jalan di tempat yang tidak berpenghuni," lanjut Danis.
Pada tahun ini, pemerintah baru menggunakan dana sebesar Rp1,5 triliun sampai Rp 2 triliun dari total alokasi Rp 7,7 triliun. Dari dana tersebut, lanjut Danis, pemerintah baru menyelesaikan pembangunan jalan dengan panjang sekitar 300 kilometer.
"Untuk mempermudah pembangunan jalan di perbatasan, maka Ditjen Bina Marga telah membangun sekitar 300 kilometer lebih jalan akses menuju ke wilayah-wilayah perbatasan," ucap Danis.
Selain itu, danis menyebut bahwa pembangunan jalan di daerah perbatasan Kalimantan itu juga dilakukan dalam rangka mengejar ketertinggalan infrastruktur di daerah perbatasan bagian Malaysia. Dia juga menyatakan bahwa fasilitas infrastruktur di daerah perbatasan Indonesia masih sangat tertinggal.
"Pembangunan di wilayah perbatasan menyeimbangkan fasilitas infrastruktur antara negara kita dengan negara tetangga. Contoh saja di perbatasan Kuching, di negara bagian Serawak, Malaysia. Di sana infrastrukturnya terutama jalan, sudah sangat berkembang. Kita masih banyak tertinggal," ungkapnya.
Dia juga menekankan perlunya mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan karena terkait dengan keutuhan bangsa. "Kita harus mengimbangi fasilitas infrastruktur negara tetangga. Kalau fasilitas di negara tetangga lebih baik maka warga kita di perbatasan bisa pindah negara," imbuhnya.
Sebelumnya, Dirjen Bina Marga Djoko Murjanto menjelaskan bahwa isu-isu strategis terkait pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan adalah, sumber material yang sulit didapat sehingga menyebabkan biaya tinggi. Selain itu banyaknya kawasan hutan lindung dan jalan perbatasan masih menjadi jalan dengan arus lalu lintas rendah, sehingga secara dari sudut pandang ekonomi, pembangunan ekonomi bagi masyarakat perbatasan menjadi sulit.
"Hutan Kalimantan merupakan paru-paru dunia yang telah diakui oleh UNESCO. Sehingga menimbulkan kendala terkait perizinan pembangunan infrastruktur jalan yang" melewati hutan lindung, saat ini perizinan sedang dibahas dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut)," pungkas Djoko.
Selain itu, dia menambahkan beberapa hal penyebab lain minimnya sarana dan prasarana di kawasan perbatasan, yaitu terjadinya pergeseran, kerusakan, dan hilangnya patok-patok perbatasan darat wilayah negara. Keadaan itu juga diperparah dengan banyaknya jalur tikus lintas batas negara.
"Yang juga diperhatikan adalah rendahnya aksesibilitas informasi yang berpotensi melemahkan wawasan maupun rasa kebangsaan masyarakat perbatasan serta kurangnya sarana prasarana bandara dan pelabuhan," ujar Djoko. (JPNN)
"Jalan sepanjang 2.000 kilometer itu lebih panjang dari Pulau Jawa. Jadi memang sangat membutuhkan dana yang sangat besar," kata Kepala Pusat Komunikasi Kementerian PU Danis H. Sumadilaga kepada Jawa Pos kemarin (13/11).
Danis mengatakan bahwa pembangunan jalan di perbatasan tersebut merupakan proyek tahun jamak (multiyears), sehingga tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. "Jadi pekerjaan ini dilakukan secara sangat bertahap dan pelan-pelan. Kita tidak melulu mengejar target ekonomis tapi juga memperhatikan faktor keamanan dan sosial," ujar Danis.
Pembangunan jalan tersebut, lanjutnya, masih difokuskan di daerah-daerah yang ramai penduduknya. "Tentu kita harus mendahulukan pembangunan jalan di tempat yang ramai penduduknya. Tidak mungkin kita bangun jalan di tempat yang tidak berpenghuni," lanjut Danis.
Pada tahun ini, pemerintah baru menggunakan dana sebesar Rp1,5 triliun sampai Rp 2 triliun dari total alokasi Rp 7,7 triliun. Dari dana tersebut, lanjut Danis, pemerintah baru menyelesaikan pembangunan jalan dengan panjang sekitar 300 kilometer.
"Untuk mempermudah pembangunan jalan di perbatasan, maka Ditjen Bina Marga telah membangun sekitar 300 kilometer lebih jalan akses menuju ke wilayah-wilayah perbatasan," ucap Danis.
Selain itu, danis menyebut bahwa pembangunan jalan di daerah perbatasan Kalimantan itu juga dilakukan dalam rangka mengejar ketertinggalan infrastruktur di daerah perbatasan bagian Malaysia. Dia juga menyatakan bahwa fasilitas infrastruktur di daerah perbatasan Indonesia masih sangat tertinggal.
"Pembangunan di wilayah perbatasan menyeimbangkan fasilitas infrastruktur antara negara kita dengan negara tetangga. Contoh saja di perbatasan Kuching, di negara bagian Serawak, Malaysia. Di sana infrastrukturnya terutama jalan, sudah sangat berkembang. Kita masih banyak tertinggal," ungkapnya.
Dia juga menekankan perlunya mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan karena terkait dengan keutuhan bangsa. "Kita harus mengimbangi fasilitas infrastruktur negara tetangga. Kalau fasilitas di negara tetangga lebih baik maka warga kita di perbatasan bisa pindah negara," imbuhnya.
Sebelumnya, Dirjen Bina Marga Djoko Murjanto menjelaskan bahwa isu-isu strategis terkait pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan adalah, sumber material yang sulit didapat sehingga menyebabkan biaya tinggi. Selain itu banyaknya kawasan hutan lindung dan jalan perbatasan masih menjadi jalan dengan arus lalu lintas rendah, sehingga secara dari sudut pandang ekonomi, pembangunan ekonomi bagi masyarakat perbatasan menjadi sulit.
"Hutan Kalimantan merupakan paru-paru dunia yang telah diakui oleh UNESCO. Sehingga menimbulkan kendala terkait perizinan pembangunan infrastruktur jalan yang" melewati hutan lindung, saat ini perizinan sedang dibahas dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut)," pungkas Djoko.
Selain itu, dia menambahkan beberapa hal penyebab lain minimnya sarana dan prasarana di kawasan perbatasan, yaitu terjadinya pergeseran, kerusakan, dan hilangnya patok-patok perbatasan darat wilayah negara. Keadaan itu juga diperparah dengan banyaknya jalur tikus lintas batas negara.
"Yang juga diperhatikan adalah rendahnya aksesibilitas informasi yang berpotensi melemahkan wawasan maupun rasa kebangsaan masyarakat perbatasan serta kurangnya sarana prasarana bandara dan pelabuhan," ujar Djoko. (JPNN)
0 komentar :
Posting Komentar
Terima kasih atas partisipasi anda. Semoga hari ini menyenangkan.